bit.ly/facebookbayups bit.ly/blogspotbayups bit.ly/scholarbayups bit.ly/youtubebayups
Friday, November 29, 2013
Biarkanlah anak Bermain Game
Mungkin masih banyak orang yang belum mempercayainya, tapi berdasarkan sebuah penelitian yang diterbitkan di jurnal Psychological Association, bermain game, termasuk permainan peperangan, membantu meningkatkan kemampuan belajar anak, kesehatan, dan kemampuan sosial.
Sementara di sisi lain, masih ada sejumlah perdebatan di antara ahli psikologi lainnya karena mereka menganggap bermain game dapat memunculkan ketagihan, depresi, dan tindak kekerasan.
"Selama bertahun-tahun, peneliti selalu mengatakan bahwa bermain game dinilai negatif. Padahal, penting juga untuk mengetahui bahwa video game bisa membantu berkembangan anak, misalnya keseimbangan dan daya tangkap," kata Isabela Granic, profesor dari Radboud University Nijmegen di Belanda.
Menurut Granic, bermain game juga dapat meningkatkan kemampuan kognitif anak, seperti kemampuan navigasi, berpikir, mengingat, dan menerima informasi baru. Temuan tentang hal tersebut juga pernah diteliti dulu sebelumnya.
Dikutip dari situs Daily Mail, Selasa, 26 November 2013, penelitian lain juga menyebutkan, kemampuan kognitif bisa semakin terasah tidak hanya dengan game puzzle saja, tapi juga game peperangan seperti Call of Duty. Tahun ini, sebuah peneliti menunjukkan, dengan bermain permainan tembak-tembakan, akan membuat pemainnya berpikir tentang obyek dalam ruang tiga dimensi dan membuat strategi.
Lebih dari itu, jika bermain game yang sederhana saja, Angry Birds misalnya, juga baik untuk kesehatan mental. Bermain dengan karakter yang lucu, ternyata juga baik untuk meningkatkan suasana hati ke arah positif.
"Jika hanya dengan bermain game bisa membuat orang bahagia, tampaknya manfaat game bisa dipertimbangkan untuk nilai emosional yang paling mendasar, yaitu bahagia," kata Granic.
RINDU P HESTYA | DAILY MAIL
Wednesday, November 27, 2013
Aplikasi Android Belajar Wudhu untuk Anak
Sekarang betapa mudahnya kita
punya gadget, nah bagi Anda
manfaatkan HP untuk pendidikan
anak-anak dengan download GRATIS
aplikasi wudhu untuk Android.
Link download https://
play.google.com/store/apps/details?
id=org.yufid.mkswudu
Tuesday, November 26, 2013
SIMPULAN DAN SARAN PEMBELAJARAN TEMATIK
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat dikemukakan kesimpulan implementasi pembelajaran tematik pada SDN di Gugus III Kecamatan Kalasan sebagai berikut:
1. Guru sudah memahami pembelajaran tematik, tetapi masih ada 2 guru yang belum memahaminya.
2. Guru sudah merencanakan pembelajaran tematik dengan menggunakan silabus dan RPP (rencana pelaksanaan pembelajaran) yang memiliki tema, tetapi masih ada 8 guru yang tidak menggunakannya.
3. Metode mengajar yang diterapkan para guru dalam implementasi pembelajaran tematik yaitu metode ceramah, kooperatif, dan peragaan.
4. Hambatan yang dihadapi adalah:
a. Minimnya pengetahuan orang tua dan siswa.
b. Lingkungan masyarakat yang tidak kondusif.
c. Keterbatasan alat peraga, buku, dan sosialisasi dinas.
d. Minimnya pengetahuan guru.
5. Upaya guru mengatasi hambatan dengan:
a. Menjelaskan pembelajaran tematik kepada orang tua dan memilih media dan metode yang sesuai untuk siswa.
b. Menyelenggarakan bimbingan belajar di lingkungan masyarakat.
c. Mencari informasi di buku, internet, dan seminar supaya guru memiliki inovasi untuk mengatasi keterbatasan pembelajaran tematik.
d. Berbagi informasi dengan guru tematik yang lain untuk menambah pengetahuan.
B. Implikasi
Implementasi pembelajaran tematik memiliki implikasi terhadap keberhasilan pengenalan tematik secara konkret sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna dan menyenangkan bagi siswa kelas I, II, dan III. Tema yang disampaikan tidak dipengaruhi dengan adanya pemisahan mata pelajaran. Melalui penyampaian tema secara utuh dengan disertai contoh perilaku atau perbuatan baik di sekitar siswa dalam satu atau beberapa hari maka siswa kelas I, II, dan III diharapkan mampu mengetahui konteks tema dengan dihubungkan kejadian sehari-hari.
Pada kenyataannya, implementasi pembelajaran tematik SDN di Gugus III Kecamatan Kalasan belum sepenuhnya diterapkan secara tematik. Keadaan ini disebabkan adanya pemisahan mata pelajaran yang begitu jelas sehingga guru masih kebingungan dalam menjelaskan tema ke siswa. Hal tersebut dapat dilihat pada penyusunan jadwal pembelajaran tematik yang masih ditulis secara mata pelajaran atau bidang studi dengan jelas. Oleh karena itu, guru tematik SDN di Gugus III Kecamatan Kalasan khususnya guru di kelas I, II, dan III diharapkan mampu merencanakan dan menerapkan tema pembelajaran seperti yang telah tercantum dalam Kurikulum 2013. Dalam kurikulum tersebut, terdapat tema-tema yang dituliskan berbeda-beda dari kelas I sampai dengan VI. Berdasarkan kenyataan tersebut maka implikasinya adalah guru menjadi kesulitan dalam merencanakan, menerapkan, dan mengembangkan pembelajaran tematik secara penuh, merata, dan maksimal.
C. Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan penelitian maka dapat dikemukakan saran seperti berikut:
1. Guru SDN kelas 1, 2, dan 3 Gugus III Kecamatan Kalasan harus selalu berusaha belajar dan meningkatkan pemahaman tentang implementasi pembelajaran tematik dengan belajar dari berbagai sumber dan referensi.
2. Pemerintah Kabupaten Sleman melalui Dinas Pendidikan harus lebih giat lagi dalam melakukan sosialisasi, seminar, dan pelatihan tentang pembelajaran tematik, terutama di wilayah Gugus III Kecamatan Kalasan.
3. Pemerintah Kabupaten Sleman melalui Dinas Pendidikan harus bekerjasama dengan pihak perguruan tinggi negeri/ swasta untuk menyeleksi seminar atau pelatihan bagi guru tematik di sekolah dasar dengan menghadirkan pakar/ ahli profesor yang berkompeten di bidang pembelajaran tematik baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri.
METODE PENELITIAN PEMBELAJARAN TEMATIK
A. Jenis Penelitian Kualitatif
Ethnography is qualitative design in which the researcher describes and interprets the shared and learned patterns of values, behaviors, beliefs, and language of a culture-sharing group (Cresswell, 2007: 68). Menurut Cresswell, etnografi adalah desain penelitian kualitatif dimana peneliti mendeskripsikan dan menginterpretasikan pola belajar dan berbagi dari bahasa, kepercayaan, perilaku, dan nilai dari kelompok yang berbagi budaya.
Pada proses penelitian kualitatif terjadi kegiatan seperti membaca, berpikir, meneliti, menulis, mengulangi pemikiran ulang, dan menulis kembali (Meloy, 2008: 141). Penelitian kualitatif akan menghasilkan data deskriptif berupa kata tertulis, kata dari lisan orang, serta perilaku objek penelitian yang diamati. Studi ethnographik merupakan salah satu deskripsi tentang cara subyek penelitian berpikir, hidup, berperilaku; kalau subyek studi penelitian adalah anak-anak TK, maka mereka dihayati dan dideskripsikan sebagaimana persepsi mereka (Muhadjir, 2007: 147). Deskripsi penelitian etnografi ini adalah cara guru di kelas I, II, dan III SDN Gugus III Kecamatan Kalasan dalam berpikir dan berperilaku dalam kegiatan implementasi pembelajaran tematik serta dideskripsikan sebagaimana persepsi mereka.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Lima sekolah dasar negeri yang terdapat di Gugus III Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta dijadikan tempat penelitian. Kelima sekolah dasar negeri itu adalah SDN Kalasan 1, SDN Kalasan Baru, SDN Bogem 1, SDN Bendungan, dan SDN Kowangbinangun. Waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret tahun 2013 sampai dengan bulan Mei Tahun 2013.
C. Subjek atau Responden
Subjek penelitian ini adalah guru kelas I, II, dan III. Penelitian dengan subjek guru kelas I, II, dan III adalah untuk mengetahui cara guru merencanakan dan menerapkan pembelajaran tematik. Kriteria pemilihan subjek penelitian berdasarkan guru yang mengajar di kelas I, II, dan III sekolah dasar negeri pada Gugus III Kecamatan Kalasan. Pemilihan guru di kelas I, II, dan III disebabkan pembelajaran tematik yang dijelaskan dalam KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) berlangsung pada kelas I, II, dan III. Guru yang mengajar di kelas I, II, dan III sekolah dasar negeri disebut guru kelas kelas I, II, dan III walaupun tidak semua pelajaran diajarkan sebagai contoh pelajaran agama dan olahraga.
D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah pedoman observasi, wawancara, dan dokumentasi.
1. Teknik Pengumpulan Data
Meloy (2008: 142) berpendapat bahwa data collection involved observation, document review, and in-depth individual interviews. Pengumpulan data pada penelitian kualitatif ini melibatkan observasi partisipatif, mereview dokumen, dan wawancara perorangan.
a. Teknik Observasi
Observasi dilakukan untuk melihat, mengungkap data, dan gejala yang terdapat pada SDN di Gugus III Kecamatan Kalasan. Melihat bagaimana proses belajar mengajar di kelas, keterlibatan murid, keadaan kinerja guru dan lain sebagainya dalam implementasi pembelajaran tematik SDN pada Gugus III Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman. Penelitian pendidikan memiliki konsentrasi studi yang dilakukan di ruang kelas dan sekolah. Karakteristik kebiasaan untuk memperspektifkan antar interaksi yang bersifat simbolis, fenomena, dan ethnomethodologi akan menarik minat peneliti pendidikan (Cohen, Manion, & Morrison, 2005: 26).
Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan melibatkan peneliti sebagai partisipan dan pengamat dalam kegiatan proses pembelajaran yang dilakukan guru di dalam ruang kelas. Catatan lapangan hasil observasi disusun berdasarkan kenyataan yang dilihat, didengar, dialami, dan dipikirkan peneliti selama berlangsungnya pengumpulan data.
b. Teknik Wawancara
Wawancara dilakukan untuk menggali informasi lebih dalam tentang keadaan kelas dan sekolah dan kondisi proses belajar mengajar. Melalui wawancara ini, diharapkan terdapat informasi dan memberikan gambaran yang menyeluruh tentang implementasi pembelajaran tematik pada SDN di Gugus III Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman. Wawancara dilakukan secara perorangan terhadap guru-guru kelas I, II, dan III dimana guru-guru tersebut bersedia melakukan wawancara.
Wawancara dengan informan dilakukan dengan dua cara. Pertama, wawancara dilakukan dengan mendengarkan dan memperhatikan segala suatu informasi yang dikatakan informan. Informasi wawancara ini ditambahkan ke dalam catatan lapangan hasil wawancara. Kedua, wawancara dilakukan secara langsung dengan alat perekam. Penggunaan alat perekam adalah untuk menyimpan hasil wawancara yang berkaitan dengan pertanyaaan-pertanyaaan sesuai pedoman wawancara. Hasil wawancara dari alat perekam ditranskripkan ke dalam catatan lapangan hasil wawancara.
c. Teknik Dokumentasi
Kajian dokumentasi dilakukan dengan cara mempelajari berbagai dokumen yang mendukung pelaksanaan implementasi pembelajaran tematik. Pengambilan gambar dan penyimpanan data administrasi digunakan untuk dijadikan pedoman dalam melakukan dokumentasi sesuai dengan kondisi yang dihadapi di lapangan. Pengambilan dokumentasi dalam penelitian implementasi pembelajaran tematik pada SDN di Gugus III Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta dilakukan sebagai penguat data yang akan diperoleh, mempermudah peneliti untuk menganalisa kegiatan-kegiatan yang terjadi di kelas dan di sekolah tersebut.
Cara untuk mengumpulkan data dokumen antara lain dengan menyimpan dan mencatat arsip keadaan gedung sekolah, arsip ketersediaan silabus tematik, arsip ketersediaan rencana pelaksanaan pembelajaran tematik, menyimpan arsip ketersediaan keadaan tenaga guru/ pengajar kependidikan, dan arsip ketersediaan jadwal kegiatan pembelajaran kelas 1, 2, dan 3. Menurut Cresswell (2010: 266), gagasan penelitian kualitatif adalah memilih para partisipan dan dokumen atau materi visual penelitian yang dapat membantu peneliti memahami masalah yang diteliti dalam pengumpulan data.
2. Instrumen Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, instrumen kunci pengumpul data adalah peneliti tetapi bukti atau lembar tertulis yang digunakan sebagai instrumen pengumpulan data adalah pedoman wawancara, observasi, dan dokumentasi. Peneliti bertindak sebagai perencana dan pengumpul data di lapangan, sebagai analis, dan sebagai pelapor hasil penelitian. Instrumen untuk teknik wawancara yaitu pedoman wawancara, instrumen untuk teknik observasi yaitu pedoman observasi, dan instrumen untuk teknik dokumentasi yaitu pedoman dokumentasi.
Pedoman wawancara digunakan untuk menemukan informasi tentang implementasi pembelajaran tematik dengan para guru kelas 1, 2, dan 3 pada Sekolah Dasar Negeri di Gugus III Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta. Pedoman wawancara terdapat pada lampiran 1a halaman 83.
Pedoman observasi digunakan untuk melihat situasi implementasi pembelajaran tematik yang berlangsung dalam kelas 1, 2, dan 3 pada Sekolah Dasar Negeri di Gugus III Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta. Pedoman observasi terdapat pada lampiran 1b halaman 85.
Pedoman dokumentasi digunakan untuk melakukan pengumpulan dan penyimpanan data administrasi terkait pembelajaran tematik para guru kelas 1, 2, dan 3 pada Sekolah Dasar Negeri di Gugus III Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta. Pedoman dokumentasi terdapat pada lampiran 1c halaman 87.
E. Keabsahan Data
Menurut Sugiyono (2009: 366), untuk menguji keabsahan data masih ada 4 hal yang harus diuji. Keempat hal tersebut yaitu kredibilitas, transferabilitas, dependabilitas, dan konfirmabilitas.
1. Uji Kredibilitas
Uji kredibilitas ini dapat dilakukan dengan menggunakan triangulation. Menurut Sugiyono (2009: 273) triangulation dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekkan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Hal ini akan dilaksanakan peneliti selama pengambilan dan pengumpulan data dilakukan. Pada uji kredibilitas, pengecekan data penelitian dilakukan dengan adanya konsultasi dengan para guru tematik.
2. Uji Transferabilitas
Menurut Sugiyono (2009: 276) bahwa transferabilitas ini sama halnya dengan validitas eksternal dalam penelitian kuantitatif dan uji transferabilitas ini dapat dilakukan dengan penyusunan laporan penelitian secara sistematis, rinci, jelas, dan dapat dipercaya. Oleh karena itu penyusunan laporan penelitian ini sebisa mungkin akan dilakukan secara sistematis agar bisa diterima oleh orang lain. Selain itu, penelitian ini akan disertai dengan dokumentasi-dokumentasi selama penelitian berlangsung, sehingga derajat kepercayaan pada hasil penelitian ini tinggi. Pada uji transferabilitas, tesis ini ditulis mengikuti petunjuk yang telah ditetapkan pihak universitas.
3. Uji Dependabilitas
Dependabilitas dalam penelitian kuantitatif sama dengan reliabilitas, di mana penelitian yang reliabel adalah apabila orang lain dapat mengulangi/mereplikasi proses penelitian tersebut (Sugiyono, 2009: 277). Peneliti akan meminta bantuan orang lain, dalam hal ini adalah pembimbing tesis yang telah ditentukan, yang sejak awal memahami dan mengerti tentang penelitian ini. Karena uji dependabilitas ini dilakukan dengan melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian mulai dari peneliti menentukan fokus hingga membuat kesimpulan. Uji dependabilitas penelitian ini dibuktikan dengan adanya pemeriksaan oleh pembimbing tesis dari BAB I sampai dengan BAB V dengan dilengkapi pemeriksaan lampiran-lampiran yang mendukung.
4. Uji Konfirmabilitas
Uji konfirmabilitas dalam penelitian kuantitatif sama halnya dengan uji obyektivitas, di mana penelitian dikatakan obyektif jika hasil penelitian disepakati banyak orang (Sugiyono, 2009: 277). Uji konfirmabilitas ini dapat dilakukan setelah melakukan uji transferabilitas dan dependabilitas dilakukan. Hal ini dapat dikatakan, jika uji transferabilitas dan dependabilitas telah dilakukan, sama halnya peneliti juga telah melakukan uji konfirmabilitas. Uji konfirmabilitas penelitian ini dibuktikan dengan adanya persetujuan dari para penguji tesis untuk mengkonfirmasi hasil penelitian ini.
LANDASAN TEORI PEMBELAJARAN TEMATIK
A. Kajian Teori
Teori yang dikaji pada penelitian implementasi pembelajaran tematik pada Sekolah Dasar Negeri di Gugus III Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta adalah pengertian pembelajaran, pembelajaran tematik, dan implementasi pembelajaran tematik. Teori yang dikaji dijelaskan berkaitan dengan penjelasan pembelajaran diperoleh manusia sampai dengan adanya implementasi dari pembelajaran yang berkaitan dengan tema. Penjelasan lebih lanjut mengenai implementasi pembelajaran tematik pada Sekolah Dasar Negeri di Gugus III Kecamatan Kalasan dibahas pada bagian pembahasan di BAB IV. Hal tersebut dilakukan karena hasil penelitian ini dibahas dengan referensi yang berhubungan dengan pembelajaran tematik.
1. Pengertian pembelajaran
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pembelajaran adalah proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Schunk (2012: 2) berpendapat bahwa learning involves acquiring and modifying knowledge, skills, strategies, beliefs, attitudes, and behaviors. People learn cognitive, linguistic, motor, and social skills, and these can take many forms. Pembelajaran melibatkan pemerolehan dan pemodifikasian pengetahuan, ketrampilan-ketrampilan, strategi-strategi, kepercayaan-kepercayaan, sikap-sikap, dan perilaku. Setiap orang mempelajari ketrampilan-ketrampilan kognitif, linguistik, motorik, dan sosial serta hal-hal tersebut dapat mengambil berbagai bentuk pembelajaran.
Slavin (2006: 159) berpendapat, “Learning involves the acquisition of abilities that are not innate. Learning depends on experience, including feedback from the environment.” Pembelajaran meliputi upaya memperoleh kemampuan yang bukan merupakan bawaan sejak lahir. Pembelajaran bergantung pada pengalaman, termasuk umpan balik dari lingkungan. Pembelajaran dilakukan dengan usaha secara sadar dan terencana untuk memperoleh informasi, keterampilan, dan konsep tertentu yang akan bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari, dan bukan bawaan lahir. Dalam bidang pendidikan, pembelajaran dapat diartikan seperti yang dikemukakan Svinicki (2009) yaitu:
“Learning is the interaction between what students know, the new information they encounter, and the activities they engage in as they learn. Students construct their own understanding through experience, interactions with content and others, and reflection.”
Pembelajaran tersebut dapat diartikan sebagai interaksi antara apa yang diketahui para siswa, keterangan baru yang dihadapi, dan aktivitas dimana mereka terlibat saat pembelajaran. Para siswa membangun pemahaman mereka sendiri melalui pengalaman, interaksi dengan kandungan pembelajaran, dan refleksinya.
Mayer dalam Ambrose, et.al (2010: 3) menyatakan “...learning as a process that leads to change, which occurs as a result of experience and increases the potential for improved performance and future learning.” Pembelajaran merupakan suatu proses yang mengarah pada perubahan, yang terjadi sebagai akibat dari pengalaman dan meningkatkan potensi untuk meningkatkan kinerja dan pembelajaran pada masa depan. Pembelajaran merupakan suatu proses, bukan produk. Namun, karena proses ini terjadi di dalam pikiran, kita hanya dapat menyimpulkan bahwa telah terjadi produk atau pertunjukan dari siswa. Pembelajaran yang dikutip dari Brooks, J. & Brooks, M. (2012). memiliki pengertian yaitu:
“Learning is an active process of creating meaning from different experiences. In other words, students will learn best by by trying to make sense of something on their own with the teacher as a guide to help them along the way.”
Pembelajaran tersebut dapat diartikan sebagai suatu proses aktif dari pengertian daya cipta yang berasal dari pengalaman-pengalaman yang berbeda. Dengan kata lain, para siswa akan belajar terbaik dengan mencoba melogika dari kemampuan mereka dengan bantuan guru sebagai pembimbing untuk membantu dalam proses pembelajaran.
Pembelajaran yang dijelaskan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 41 Tahun 2007 tentang standar proses adalah “proses interaksi peserta didik dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas menggariskan “pembelajaran sebagai proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”. Proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada lingkungan belajar. Interaksi peserta didik dengan lingkungan belajar dirancang untuk mencapai tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran berupa sejumlah kemampuan bermakna dalam aspek pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang dimiliki peserta didik sebagai hasil belajar, atau setelah menyelesaikan pengalaman belajarnya. Sejumlah kemampuan bermakna yang diperoleh peserta didik sebagai hasil belajar disebut juga perubahan tingkah laku baru, sebagai akibat adanya proses pembelajaran.
Pogue dan Kimo (2006) dalam jurnal yang di tulis oleh Ahmad S.N., Amzah Fadziah, & Rahimi C.A. (2009: 128) menyatakan pembelajaran yang berkualitas adalah hasil dari pada hubungan komunikasi antara guru dengan pelajar serta kredibilitas seorang guru. Hal ini menunjukkan pentingnya mencitakan komunikasi yang berimbang antara siswa dan guru serta siswa dengan siswa sehingga terbangun lingkungan pembelajaran yang efektif dan berhasil serta berguna. Menurut Killen (2009: 4-5), pembelajaran yang baik dan berkualitas yang dilakukan guru akan membuat siswa memiliki beberapa kemampuan, yaitu: menggunakan pengetahuannya untuk mengatasi beragam permasalahan yang dihadapinya; mengkomunikasikan pengetahuannya dengan orang lain; menghubungkan satu pengetahuan yang telah diperolehnya dengan pengetahuan lainnya yang baru; menemukan pengetahuan baru bagi diri mereka sendiri; dan memotivasi siswa untuk terus belajar sepanjang hidupnya.
Pembelajaran dapat diartikan sebagai kegiatan yang sistematik dan terarah yang dilakukan oleh guru kepada siswa untuk mencapai pembelajaran yang diharapkan. Pembelajaran memegang peranan penting dalam menghasilkan kualitas lulusan pendidikan. Terdapat banyak aspek yang turut mempengaruhi proses pembelajaran, yaitu: 1) pengajar yang profesional, 2) penggunaan strategi/ pendekatan/ metode mengajar yang menarik dan bervariasi, 3) perilaku belajar siswa yang positif, 4) kondisi dan suasana belajar yang kondusif, 5) dan penggunaan media pembelajaran yang tepat untuk mendukung proses belajar itu sendiri.
2. Pembelajaran tematik
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi disebutkan pada bagian struktur kurikulum SD/MI bahwa pembelajaran pada kelas I sampai kelas III dilaksanakan melalui pendekatan tematik, sedangkan pada kelas IV sampai kelas VI dilaksanakan melalui pendekatan mata pelajaran. Istilah pembelajaran tematik pada dasarnya adalah model pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehinggga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. (Depdiknas, 2006: 5). Dalam mempertimbangkan tema dibutuhkan guru yang selektif sebagaimana diutarakan White (1995: 161) sebagai berikut:
“Thematic instruction, on the other hand, allows for understanding through depth of coverage. It forces the teacher and student to identify fundamental ideas within a subject. This can only be done if teachers selectively and judiciously abandon less important content in favor of more important ideas.”
Pemahaman yang mendalam tentang pembelajaran tematik harus dikuasai seorang pendidik atau guru. Dari pemahaman itu didapatkan suatu proses mengajar dengan kemampuan guru untuk mengidentifikasi ide-ide fundamental untuk dituangkan dalam materi pembelajaran. Hal tersebut dilakukan guru dengan memilih dan meninggalkan dengan sengaja kandungan atau isi dalam pembelajaran yang dipikirkan kurang penting yang menunjang ide-ide untuk mengajarkan tema. Pemaduan materi pembelajaran atau pokok pembahasan untuk menemukan tema menurut Fogarty (1991: 185) yaitu:
“Webbed curricula commonly use the thematic approach to integrate subject matter. Broad themes such as change, cultures, discovery, enviroments, interaction, invention, power, systems, time, and work provide a greater opportunity for teachers of various disciplines to find common topic, concepts, and skills.”
Dalam model web biasanya menggunakan pendekatan tematik untuk memadukan pokok pembahasan atau materi pelajaran. Tema besar seperti perubahan, budaya, penemuan, lingkungan, interaksi, kekuatan, sistem, waktu dan pekerjaan menyediakan peluang besar bagi guru dari berbagai disiplin ilmu untuk menemukan topik, konsep dan ketrampilan yang diharapkan. Tema yang memiliki pengertian yang luas semisal tema lingkungan akan memudahkan guru menyampaikan pokok pembahasan. Dari tema lingkungan tersebut maka guru dapat membahasnya menjadi lingkungan sekolah, lingkungan keluarga, dan sebagainya. Dengan pembelajaran tematik, pendidik dapat menyampaikan tema dari berbagai materi mata pelajaran tanpa harus memalingkan konsentrasi peserta didik dalam situasi yang berbeda.
Pembelajaran terpadu yang menggunakan pendekatan tematik adalah pembelajaran terpadu model webbed. Pembelajaran tematik merupakan bagian dari pembelajaran terpadu yang menggunakan tema sebagai judul pembelajaran pada hari itu juga. Dalam pembahasannya, tema itu ditinjau dari berbagai mata pelajaran. Tema bisa ditetapkan dengan negosiasi antar guru dan siswa, tetapi dapat pula dengan cara diskusi sesama guru. Setelah tema tersebut disepakati, dikembangkan sub-sub temanya dengan memperhatikan kaitannya dengan bidang-bidang studi. Kysilka (1998: 199) menjelaskan penggunaan tema dari berbagai mata pelajaran sebagai berikut.
“Disciplines use the themes to teach specific concept, topics, and ideas within the disciplines. For example, the teacher may select ethics as theme. Each teacher, then within his/her own discipline will address ethics as it is appropriate to the subject matter. This mean discussing plagiarism in English class as student prepare research paper, analyzing decisions made by politicians in a political science class, establishing rules of proper sportmanslike behavior in physical education class...”
Dalam penjelasan tersebut, tema dipilih sesuai konsep, topik, dan ide yang dimengerti dan dipahami oleh guru. Tema yang dipilih dibahasakan sesuai materi pelajaran atau pokok pembahasan. Guru dapat menggunakan tema yang sama dalam pokok pembahasan yang terdapat di berbagai mata pelajaran. Tema etika dapat digunakan dalam pelajaran olahraga, seni rupa, bahasa inggris, matematika, agama, dan lain-lain. Pembelajaran tematik dilaksanakan dengan menyesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan peserta didik, sehingga peserta didik akan merasa bahwa pelajaran di sekolah merupakan bagian dari kehidupannya sehari-hari.
Menurut Gaughan (2003: 18), “Thematic teaching is one means of helping students achievement such focus and, at the same time, find their way toward writing topics that typically do engage them.” Pembelajaran tematik adalah salah satu pembelajaran yang diartikan dapat membantu para pencapaian siswa seperti dalam memfokuskan sesuatu dan di saat yang sama mereka menemukan cara untuk menulis topik-topik yang biasanya melibatkan mereka untuk berperan serta. Pembelajaran tematik menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Dikatakan bermakna karena dalam pembelajaran tematik ini, siswa akan memahami topik-topik yang dipelajari melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan topik-topik lain yang sudah mereka pahami. Pembelajaran tematik memiliki ciri-ciri (Depdiknas, 2006: 6), yaitu:
a. Berpusat pada siswa.
b. Memberikan pengalaman langsung kepada siswa.
c. Pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas.
d. Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran.
e. Bersifat fleksibel.
f. Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan.
Maksud dari berpusat pada siswa adalah bahwa proses pembelajaran yang dilakukan harus menempatkan siswa sebagai pusat aktivitas atau subyek belajar; sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator. Maksud dari memberikan pengalaman langsung kepada siswa adalah bahwa dengan pemberian pengalaman langsung maka siswa dihadapkan pada suatu yang nyata (konkret) sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang abstrak.
Maksud dari pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas adalah bahwa mengingat tema yang dikaji dari berbagai mata pelajaran dan saling keterkaitan maka batas mata pelajaran menjadi tidak begitu jelas. Fokus pembelajaran diarahkan kepada pembahasan tema-tema yang paling dekat berkaitan dengan lingkungan siswa. Maksud dari menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran adalah bahwa siswa mampu memahami konsep-konsep tersebut secara utuh. Hal ini diperlukan untuk membantu siswa memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Maksud dari bersifat fleksibel adalah bahwa pembelajaran tematik bersifat fleksibel dimana guru dapat mengaitkan bahan ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya, bahkan mengaitkannya dengan kehidupan siswa dan lingkungan dimana sekolah dan siswa berada. Maksud dari menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan adalah mengadopsi prinsip belajar PAIKEM.
Prinsip belajar PAIKEM yaitu pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Prinsip belajar tersebut bisa juga dikatakan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa dimana siswa secara aktif berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran. A student-centered learning approach promises to provide local students with new skills required by the labor market like independence, creativeness, activeness and cooperativeness (Thanh-Pham, 2010: 22). Pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa ini akan menghasilkan siswa yang memiliki ketrampilan- ketrampilan baru dimana siswa menjadi lebih mandiri, kreatif, aktif, dan kooperatif. Pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa menurut Jones (2007: 2) dapat dijelaskan sebagai berikut:
“A student-centered classroom isn’t a place where the students decide what they want to learn and what they want to do. It’s a place where teacher consider the needs of the students, as a group and as individuals, and encourage them to participate in the learning process all the time.”
Dalam pengertian tersebut dijelaskan bahwa ruang kelas dimana pendekatan berpusat pada siswa bukan tempat siswa untuk memutuskan kemauannya dalam belajar sekehendaknya. Guru sangat berperan dalam mempertimbangkan kebutuhan yang diperlukan para siswa untuk berpartisipasi sebagai individu atau berkelompok dalam pembelajaran.
Pembelajaran tematik bila diterapkan dengan baik akan menimbulkan kerjasama yang menguntungkan antara pendidik/ guru dengan peserta didik/ siswa. Keuntungan dari pembelajaran tematik untuk guru adalah sebagai berikut (Meinbach, Rothlein, & Fredericks, 1995: 5):
a. Tersedianya waktu yang memadai untuk mewujudkan tujuan pembelajaran.
b. Koneksi antara subyek, topik, dan tema dapat dikembangkan secara logis.
c. Pembelajaran dapat didemonstrasikan sebagai kegiatan yang berkelanjutan.
d. Guru dapat menugaskan para siswa dalam kemandirian mereka untuk belajar secara individu.
e. Guru secara bebas dapat menolong para siswa dalam situasi yang dihadapi sesuai petunjuk dari kurikulum.
Menurut Loughran, (2005: 113), “Thematic teaching is about students actively constructing their own knowledge.” Pembelajaran tematik adalah tentang para siswa yang membangun pengetahuan mereka sendiri secara aktif. Dengan adanya keaktifan tersebut maka siswa dapat mengambil keuntungan dari proses pembelajaran yang telah dialami. Keuntungan dari pembelajaran tematik untuk siswa adalah sebagai berikut (Meinbach, Rothlein, & Fredericks, 1995: 6):
a. Siswa dapat memfokuskan pada proses pembelajaran.
b. Siswa dapat mengembangkan hubungan antara ide dan konsep.
c. Siswa terdorong untuk mengambil resiko dalam berusaha.
d. Siswa dapat membangun pengetahuan yang baru dalam lingkungan yang dihadapi.
e. Siswa berpeluang menginvestigasi topik melalui pendekatan refleksi.
Secara umum, prinsip-prinsip pembelajaran tematik dapat diklasifikasikan menjadi beberapa prinsip yakni prinsip penggalian tema, prinsip pengelolaan pembelajaran, prinsip evaluasi dan prinsip reaksi (Trianto, 2011: 154-156). Prinsip-prinsip pembelajaran tematik itu secara rinci akan diuraikan seperti berikut:
a. Tema hendaknya tidak terlalu luas, namun dengan mudah dapat digunakan untuk memadukan banyak mata pelajaran.
b. Tema harus bermakna dan disesuaikan dengan tingkat perkembangan psikologis dan mewadahi sebagian besar minat anak.
c. Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan peristiwa-peristiwa autentik yang terjadi dalam rentang waktu belajar, ketersediaan sumber belajar dan kurikulum yang berlaku serta harapan masyarakat (asas relevansi).
d. Guru hendaknya jangan menjadi single actor yang mendominasi pembicaraan dalam pembelajaran.
e. Pemberian tanggung jawab individu dan kelompok harus jelas dalam setiap tugas yang menuntut adanya kerja sama kelompok.
f. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan evaluasi diri (self evaluation) di samping bentuk evaluasi lainnya.
g. Guru harus mampu bereaksi terhadap aksi siswa dalam setiap peristiwa dan tidak mengarahkan aspek yang sempit, tetapi ke sebuah kesatuan yang utuh dan bermakna.
3. Implementasi pembelajaran tematik
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, implementasi adalah pelaksanaan atau penerapan. Dalam Oxford Advance Learner Dictionary dikemukakan bahwa implementasi adalah “put something into effect”, (penerapan sesuatu yang memberikan efek atau dampak). Istilah implementasi meminjam dari perbendaharaan kata bahasa inggris yaitu implementation yang berarti pelaksanaan atau implementasi (Echols & Shadily, 2005: 313). Implementation is the carrying out, execution, or practice of a plan, a method, or any design for doing something (Rouse, 2007)). Implementasi adalah mengangkut, mengeksekusi, atau mempraktikkan sebuah rencana, metode, atau desain untuk melakukan sesuatu hal.
Implementasi adalah sebagai proses untuk melaksanakan ide, program atau seperangkat aktivitas baru dengan harapan orang lain dapat menerima dan melakukan perubahan (Fullan, 1993: 54). Oleh karena itu, implementasi dapat diartikan sebagai suatu penerapan ide, konsep, kebijakan, atau inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga memberikan dampak seperti perubahan pengetahuan, ketrampilan maupun nilai, dan sikap.
Ahmad (2012: 118) menyatakan bahwa seorang pendidik dipandu perangkat perencanaan pembelajaran dalam proses implementasi pembelajaran. Pada fase implementasi ini diharapkan seorang pendidik atau guru sudah memiliki gambaran jelas mengenai komponen-komponen sistem pembelajaran. Pendidik atau guru mengimplementasikan pembelajaran dengan melibatkan peran dari perangkat pembelajaran dan fungsi dari komponen-komponen pembelajaran. Syarat proses pembelajaran menjadi berhasil yaitu perlu adanya analisis dari berbagai komponen yang membentuk sistem proses pembelajaran. Komponen-komponen pembelajaran meliputi tujuan, materi pelajaran, metode atau strategi pembelajaran, media, dan evaluasi pembelajaran. Implementasi pembelajaran memiliki komponen-komponen pembelajaran yang terdapat fungsi tertentu yang saling berinteraksi dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Penggunaan dari berbagai variasi komponen-komponen pembelajaran yang dilakukan guru terhadap siswanya dengan baik akan mempermudah terjadinya refleksi dari implementasi pembelajaran.
Perangkat pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran. Penyusunan perencanaan pembelajaran harus dipersiapkan lebih matang supaya mendapatkan kejelasan pada proses pembelajaran. Perangkat perencanaan pembelajaran disusun dengan terperinci untuk didesain sebagai rencana yang akan digunakan guru dalam proses pembelajaran. Salah satu kunci kesuksesan dari implementasi proses pembelajaran adalah penerapan perangkat perencanaan pembelajaran yang dilakukan guru terhadap siswanya dengan jelas, mendalam, dan lengkap. Penerapan perangkat tersebut diharapkan dapat dipahami para siswa untuk direfleksikan dengan bermakna dan secara nyata dalam kehidupan keseharian mereka.
Implementasi pembelajaran tematik dilakukan terlebih dahulu dengan pemetaan tema untuk menentukan beberapa mata pelajaran yang akan disatukan menjadi satu tema. Pemetaan tema dilakukan untuk memperoleh gambaran secara menyeluruh dan utuh tentang standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator dari berbagai mata pelajaran yang dipadukan dalam tema yang dipilih (Trianto, 2011: 326). Tema yang dipilih hendaknya yang paling dekat dengan kehidupan (pengetahuan dan pengalaman) siswa. Contoh tema pembelajaran yaitu keluargaku, binatang kesayangan, liburan sekolah, desaku/kotaku, makanan kesukaan, dan diri sendiri.
Berkaitan dengan pembelajaran tematik maka menurut Liu & Wang (2010: 26), “The various stages of thematic learning are clearly and concretely reflected in the learners' real learning activities.” Langkah-langkah yang bervariasi dari pembelajaran tematik adalah refleksi dalam kegiatan-kegiatan pembelajaran yang dialami para siswa secara nyata dan jelas.
Gambar 1 merupakan langkah-langkah model pembelajaran tematik menurut Liu & Wang. Dalam gambar tersebut, dijelaskan urutan langkah dalam menerapkan model pembelajaran berdasarkan tema. Langkah pertama yaitu menemukan tema. Langkah kedua yaitu menemukan kefokusan hal yang menarik berdasarkan tema. Langkah ketiga yaitu menemukan materi bahan pembelajaran berdasarkan kefokusan pada hal yang menarik. Langkah keempat yaitu mengintegrasikan bahan-bahan pembelajaran untuk menghasilkan pengetahuan yang akan dibagikan. Langkah kelima yaitu mempublikasikan dan membagikan pengintegrasian pengetahuan.
Refleksi pembelajaran tematik disebabkan dari perencanan yang dirancang. Refleksi indikator hasil pembelajaran tematik merupakan refleksi rincian tujuan khusus (kompetensi dasar) pembelajaran dan tujuan khusus pembelajaran merupakan rincian tujuan umum (standar kompetensi) pembelajaran. Antara tujuan umum, tujuan khusus, dan indikator hasil pembelajaran haruslah merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan. Perumusan kompetensi dasar harus didukung penguasaan materi yang akan diajarkan dan diterapkan. Penerapan pembelajaran tematik di sekolah dasar belum sepenuhnya direncanakan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Kompetensi dasar yang harus dicapai oleh siswa dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan masih terpisah masuk dalam masing-masing mata pelajaran yang ada. Hal ini menyulitkan guru dalam mengembangkan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran. Disamping itu, tidak semua kompetensi dasar dapat dipadukan. Dalam pelaksanaan pembelajaran tematik dibutuhkan sarana dan prasarana yang memadai untuk mencapai kompetensi dasar secara optimal. Jika hal itu tidak tersedia maka proses pelaksanaan pembelajaran tematik tidak akan berjalan dengan baik dan lancar. Hal ini tentu saja akan berpengaruh terhadap hasil belajar yang dicapai siswa. Solusi untuk memecahkan persoalan di atas maka guru harus melakukan beberapa hal untuk mendesain pembelajaran tematik. Langkah-langkah untuk mendesain pembelajaran tematik yaitu:
a. Menetapkan mata pelajaran yang akan dipadukan.
b. Mempelajari kompetensi dasar dan indikator dari mata pelajaran yang akan dipadukan.
c. Memilih tema pemersatu dan jaringan tema.
d. Membuat hubungan antara beberapa kompetensi dasar dan beberapa tema pemersatu.
e. Menyusun silabus pembelajaran tematik.
f. Menyusun rencana pembelajaran tematik.
Pertimbangan yang perlu diperhatikan guru dalam mendesain pembelajaran tematik untuk diimplementasikan adalah merancang pemetaan tema pembelajaran tematik. Guru harus teliti dan jeli dalam mengidentifikasi dan menetapkan kompetensi dasar dan indikator pada setiap mata pelajaran yang akan dipadukan. Guru harus memahami kandungan masing-masing kompetensi dasar dan indikator dari beberapa mata pelajaran sebelum dilakukan pemaduan.
Hal pertama yang perlu diperhatikan guru dalam mendesain pembelajaran tematik adalah menetapkan mata pelajaran yang akan dipadukan. Pada tahap ini, guru membuat pemetaan kompetensi dasar secara menyeluruh pada semua mata pelajaran. Saat guru menetapkan beberapa mata pelajaran yang akan dipadukan lebih baik jika disertai tujuan dan maksud yang memuat pencapaian kompetensi dasar siswa. Namun seringkali tidak semua mata pelajaran dapat dipadukan untuk ditemukan dalam satu tema.
Hal kedua yang perlu diperhatikan guru dalam mendesain pembelajaran tematik adalah mempelajari kompetensi dasar dan indikator dari mata pelajaran yang akan dipadukan. Pada tahap ini, guru melakukan pengkajian mengenai kompetensi dasar pada jenjang dan kelas yang sama dari beberapa mata pelajaran untuk diajarkan dengan tema pemersatu. Guru harus mengidentifikasi semua standar kompetensi yang terdapat dalam semua mata pelajaran yang diajarkan di kelas I – III. Guru harus mengidentifikasi semua kompetensi dasar yang terdapat dalam semua mata pelajaran yang diajarkan di kelas I – III. Guru harus menjabarkan kompetensi dasar ke dalam indikator.
Hal ketiga yang perlu diperhatikan guru dalam mendesain pembelajaran tematik adalah memilih tema pemersatu dan jaringan tema. Pada tahap ini, guru memilih dan menetapkan tema yang dapat mempersatukan kompetensi-kompetensi dasar dan indikator pada setiap mata pelajaran yang akan dipadukan pada kelas dan semester yang sama. Penetapan tema dimulai dari lingkungan yang terdekat dan mudah dikenali oleh siswa. Contoh tema yang dipilih seperti keluargaku, diri sendiri, kebersihan, kesehatan, dan makanan kesukaan. Dari tema yang telah dipilih tersebut kemudian dibuatlah jaringan tema.
Setelah tema terpilih maka untuk memperjelas tema tersebut dibuatlah jaringan tema. Trianto (2011: 328) berpendapat bahwa jaringan tema adalah pola hubungan antara tema tertentu dan sub-sub pokok bahasan tertentu yang diambil dari berbagai bidang studi. Jaringan tema ini menghubungkan kompetensi dasar dan indikator dengan tema pemersatu sehingga akan terlihat kaitan antara tema, kompetensi dasar dan indikator dari setiap mata pelajaran. Gambar contoh jaringan tema dapat dilihat pada lampiran 2 halaman 88.
Hal keempat yang perlu diperhatikan guru dalam mendesain pembelajaran tematik adalah membuat hubungan antara beberapa kompetensi dasar dan beberapa tema pemersatu. Pada tahap ini, guru melakukan pemetaan keterhubungan kompetensi dasar masing-masing mata pelajaran yang akan dipadukan dengan tema pemersatu. Pemetaan keterhubungan kompetensi dasar itu dapat dibuat dalam bentuk bagan dan tabel jaringan tema yang memperlihatkan hubungan antara kompetensi dasar dengan tema pemersatu dari setiap mata pelajaran. Guru juga harus memperlihatkan hubungan antara indikator dengan tema pemersatu dari setiap mata pelajaran. Format tabel keterhubungan pemetaan tema dapat dilihat pada tabel 2 halaman 89.
Hal kelima yang perlu diperhatikan guru dalam mendesain pembelajaran tematik adalah menyusun silabus pembelajaran tematik. Dari hubungan antara kompetensi dasar, indikator, dengan tema pemersatu itu maka akan mudah untuk membuat silabus berdasarkan tema yang terpilih. Sanjaya (2011: 167) berpendapat bahwa silabus dapat diartikan sebagai rancangan program pembelajaran satu atau kelompok mata pelajaran yang berisi tentang standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dicapai siswa, pokok materi yang harus dipelajari siswa serta bagaimana cara mempelajarinya mengetahui pencapaian kompetensi dasar yang telah ditentukan. Menyusun silabus yaitu menjabarkan semua KD (kompetensi dasar) menjadi komponen-komponen silabus (Tim Pengembangan Kurikulum Program Pendidikan Dasar, 2009: viii). Komponen-komponen silabus yaitu identitas/tema mapel, SK/KD, materi, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar.
Silabus memuat berbagai hal yakni. 1) Tujuan apa yang harus dicapai siswa. 2) Materi apa yang harus dipelajari siswa. 3) Bagaimana cara yang dapat dilakukan yang dapat dilakukan agar Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar itu dapat dicapai. 4) Bagaimana menentukan keberhasilan siswa. Dalam menyusun silabus, guru perlu mempertimbangkan pada bagan dan tabel keterhubungan antara SK (standar kompetensi), KD (kompetensi dasar), indikator, dan tema pemersatu. Kompetensi dasar setiap mata pelajaran yang tidak bisa dikatikan dan dihubungkan dalam pembelajaran tematik seharusnya disusun dalam silabus sendiri. Format silabus disusun dalam bentuk matriks dan memuat mata pelajaran yang akan dipadukan. Format tabel silabus dapat dilihat pada tabel 3 halaman 90.
Hal keenam yang perlu diperhatikan guru dalam mendesain pembelajaran tematik adalah menyusun rencana pembelajaran tematik. Syarat untuk melaksanakan pembelajaran tematik adalah penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Penyusunan rencana pembelajaran ini sebagai realisasi dari pengalaman belajar siswa yang telah disusun dalam silabus pembelajaran. Dari penyusunan RPP tematik maka perencanaan kompetensi dasar akan lebih mudah untuk dilakukan pada kegiatan harian.
Menyusun RPP yaitu menjabarkan lebih lanjut silabus menjadi lebih operasional terutama pada kegiatan pembelajaran dan wujud alat penilaiannya (Tim Pengembangan Kurikulum Program Pendidikan Dasar, 2009: xi). RPP dalam pendekatan tematik dijelaskan untuk merencanakan pelaksanaan suatu jaring tema harian. Sanjaya (2011: 173) berpendapat bahwa rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) adalah program perencanaan yang disusun sebagai pedoman pelaksanaan pembelajaarn untuk setiap kegiatan proses pembelajaran. RPP dikembangkan berdasarkan silabus. Komponen RPP terdiri dari : 1) Tujuan pembelajaran, 2) materi/isi, 3) Strategi dan metode pembelajaran, 4) Media dan sumber belajar, serta 5) Penilaian. Format tabel RPP dapat dilihat pada lampiran 3 halaman 91.
PENDAHULUAN PEMBELAJARAN TEMATIK
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah proses pewarisan budaya dan karakter bangsa bagi generasi muda dan juga proses pengembangan budaya dan karakter bangsa untuk peningkatan kualitas kehidupan masyarakat dan bangsa di masa mendatang. Dalam proses pendidikan budaya dan karakter bangsa, secara aktif peserta didik mengembangkan potensi dirinya, melakukan proses internalisasi, dan penghayatan nilai-nilai menjadi kepribadian mereka dalam bergaul di masyarakat, mengembangkan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera, serta mengembangkan kehidupan bangsa yang bermartabat.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 19 tahun 2005 Pasal 60 tentang Standar Nasional Pendidikan disebutkan bahwa pemerintah telah menyusun rencana kerja tahunan bidang pendidikan dengan memprioritaskan program wajib belajar, peningkatan angka partisipasi pendidikan untuk jenjang pendidikan menengah dan tinggi, penuntasan pemberantasan buta aksara, penjaminan mutu pada satuan pendidikan baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat dan penjaminan mutu pendidikan nasional.
Program Wajib Belajar mewajibkan setiap Warga Negara Indonesia untuk bersekolah selama 9 tahun pada jenjang pendidikan dasar yaitu dari tingkat kelas 1 sekolah dasar hingga kelas 9 sekolah menengah pertama (Depdiknas, 2011). Program Wajib Belajar yang bermula dari program Wajib Belajar 6 tahun diperpanjang menjadi program Wajib Belajar 9 tahun. Program itu mengharuskan setiap murid tetap bersekolah hingga lulus dari sekolah menengah pertama (atau kelas 9).
Mendikbud mengatakan akan memperluas akses semua anak bangsa dalam dunia pendidikan melalui program Wajib Belajar 9 tahun, BOS, dan bantuan untuk siswa kurang mampu serta program Wajib Belajar 12 tahun yang dimulai tahun 2013 (Nuh, 4 Desember 2012).). Program Wajib Belajar 12 tahun dicanangkan sebagai wujud komitmen kesinambungan dengan wajib belajar sembilan tahun yang telah dicanangkan pada era Presiden Soeharto (Nuh, 25 Juni 2013). Program Wajib Belajar 12 tahun itu juga disebut sebagai program Pendidikan Menengah Universal (PMU). Program itu mengharuskan setiap murid tetap bersekolah hingga lulus dari sekolah menengah umum (atau kelas 12).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1990 tentang pendidikan dasar disebutkan bahwa pendidikan dasar merupakan pendidikan sembilan tahun, terdiri atas program pendidikan enam tahun di sekolah dasar dan program pendidikan tiga tahun di sekolah lanjutan tingkat pertama. Target program itu adalah bahwa setiap anak usia 6 hingga 15 tahun semuanya sudah akan duduk di sekolah sampai sekolah menengah pertama.
Indonesia telah mengalami kemajuan yang sangat besar dalam memastikan anak-anak yang duduk di bangku sekolah dasar mendapatkan pendidikan. Pendidikan untuk anak-anak di sekolah dasar itu terbukti telah mampu memberantas buta aksara. Pemerintah meratifikasi Program UNESCO Education for All 2015 yang ditandatangani di Dakar tahun 2000 (Unesco, 2013). Hal tersebut membuat Indonesia berkewajiban mengurangi tingkat buta aksara 5% dan memberikan pendidikan dasar bagi semua anak-anak sebelum tahun 2015.
Anak usia sekolah dasar berada pada tahapan operasi konkret yaitu tahapan berpikir secara benar dan logis. Pada rentang usia tersebut anak mulai menunjukkan perilaku belajar sebagai berikut: (1) mulai memandang dunia secara objektif, bergeser dari satu aspek situasi ke aspek lain secara reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak; (2) mulai berpikir secara operasional; (3) mempergunakan cara berpikir operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda; (4) membentuk dan mempergunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana, dan mempergunakan hubungan sebab akibat; dan (5) memahami konsep substansi, volume zat cair, panjang, lebar, luas, dan berat.
Kecenderungan belajar anak usia sekolah dasar memiliki tiga ciri, yaitu (1) konkret, mengandung makna proses belajar beranjak dari hal-hal yang konkret yakni yang dapat dilihat, didengar, dibaui, diraba, dan diotak atik, dengan titik penekanan pada pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar. Pemanfaatan lingkungan akan menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih bermakna dan bernilai, sebab siswa dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya, keadaan yang alami, sehingga lebih nyata, lebih faktual, lebih bermakna, dan kebenarannya lebih dapat dipertanggungjawabkan; (2) integrasi, pada tahap usia sekolah dasar anak memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu keutuhan, mereka belum mampu memilah-milah konsep dari berbagai disiplin ilmu, hal ini menunjukkan cara berpikir anak yang deduktif yakni dari hal umum ke bagian demi bagian; dan (3) hierarkis, pada tahapan usia sekolah dasar, cara anak belajar berkembang secara bertahap mulai dari hal-hal yang sederhana ke hal-hal yang lebih kompleks. Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu diperhatikan mengenai urutan logis, keterkaitan antar materi, dan cakupan keluasan serta kedalaman materi .
Belajar secara integrasi yang dilakukan anak usia sekolah dasar adalah belajar mengenai satu tema atau pokok pikiran. Pembelajaran tersebut selama ini dikenal dengan pembelajaran tematik. Pembelajaran tematik telah dicanangkan dan dilaksanakan oleh pemerintah sejak diberlakukannya Kurikulum Berbasis Kompetensi pada tahun 2004.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 37 ayat 1 disebutkan bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat: pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, seni dan budaya, pendidikan jasmani dan olahraga, keterampilan/kejuruan, serta muatan lokal. Sejak diberlakukannya KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) maka pembelajaran yang berlangsung di kelas I dan II harus dilaksanakan secara tematik. Bahkan setelah diresmikannya KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) maka pembelajaran tematik harus sudah dilaksanakan mulai dari kelas I, II, dan III.
Pada tahun 2013 ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan merencanakan kurikulum baru dengan nama kurikulum 2013. Kurikulum SD/MI menggunakan pendekatan pembelajaran tematik integratif dari kelas I sampai kelas VI (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013: 137).
Pembelajaran tematik lebih menekankan pada penerapan konsep belajar sambil melakukan sesuatu (learning by doing). Oleh karena itu, pendidik perlu mengemas atau merancang pengalaman belajar yang akan mempengaruhi kebermaknaan belajar peserta didik. Kaitan konseptual antar mata pelajaran yang dipelajari akan membentuk skema, sehingga peserta didik akan memperoleh keutuhan dan kebulatan pengetahuan.
Pembelajaran tematik lebih menekankan pada keterlibatan peserta didik secara aktif dalam proses pembelajaran, sehingga peserta didik dapat memperoleh pengalaman langsung dan terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang dipelajarinya. Melalui pengalaman langsung, siswa akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari dan menghubungkannya dengan konsep lain yang telah dipahaminya.
Selain itu, penerapan pembelajaran tematik akan sangat membantu peserta didik karena sesuai dengan tahap perkembangannya yang masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan. Teori pembelajaran tematik yang dimotori tokoh psikologi yaitu Piaget menekankan bahwa pembelajaran haruslah bermakna dan berorientasi pada kebutuhan dan perkembangan anak.
Berdasarkan hasil prasurvei di beberapa sekolah dasar negeri di Kecamatan Kalasan yaitu SDN Karangnongko I, SDN Pakem, SDN Purwobinangun, dan SDN Sidorejo maka diperoleh informasi tentang pembelajaran tematik. Dari keempat sekolah dasar tersebut terdapat sekolah dasar yang sudah dan belum mengimplementasikan pembelajaran tematik. Keempat sekolah dasar tersebut dipilih secara acak dalam kegiatan prasurvei implementasi pembelajaran tematik.
Berdasarkan hasil prasurvei di UPTD (Unit Pelayanan Terpadu Daerah) Kecamatan Kalasan maka didapatkan sekolah dasar yang telah mengimplementasikan pembelajaran tematik di gugus III. Sekolah dasar tersebut telah mengimplementasikan pembelajaran tematik dan memiliki guru dengan prestasi bertaraf nasional. Pembelajaran tematik sudah dilaksanakan di SDN 1 Kalasan yang terdapat di gugus III Kecamatan Kalasan. Sekolah ini merupakan rujukan dari kepala UPTD Kecamatan Kalasan.
Selain itu, didapatkan hasil prasurvei yang dilakukan di gugus lainnya. Pembelajaran tematik masih setengah-setengah dilaksanakan di SDN Pakem yang terdapat di gugus II Kecamatan Kalasan karena sedikitnya pemahaman para guru. Silabus dan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) tematik sudah lengkap namun belum dikerjakan secara lengkap. Para guru belum menguasai proses penyatuan tema dalam penerapan pembelajaran tematik. Guru terbebani dengan adanya tugas tambahan seperti tugas menyusun administrasi, menyusun perencanaan manajemen keuangan, dsb sehingga guru menjadi kurang fokus dalam mengajar. Para guru merasa perlu adanya pelatihan pembelajaran tematik. Oleh karena itu mereka belajar tentang pembelajaran tematik secara mandiri. Belum adanya pelatihan, seminar, dan workshop bagi guru dari dinas pendidikan tentang implementasi pembelajaran tematik sangat disayangkan para guru.
Pembelajaran tematik belum dilaksanakan di SDN Sidorejo yang terdapat di gugus I Kecamatan Kalasan dan para guru merasa sangat kesulitan dalam menerapkannya. Penjadwalan pembelajaran masih disusun terpisah secara mata pelajaran dan bukan secara tema. Kesalahan perencanaan penjadwalan itu menyulitkan guru untuk merancang dan menyusun silabus dan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) tematik terutama dalam menentukan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Pada pelaksanaannya masih terpisah secara mata pelajaran. Pelaksanaan pembelajaran di kelas I, II, dan III belum dilaksanakan secara tematik. Cara penyampaian materi pembelajaran tematik yang disampaikan dan diimplementasikan ke siswa belum mengacu ke tema karena pergantian antar mata pelajaran ditandai dengan mengisyaratkan kode warna buku. Belum adanya pelatihan, seminar, dan workshop bagi guru dari dinas pendidikan tentang implementasi pembelajaran tematik sangat membingungkan para guru.
Pembelajaran tematik sudah dilaksanakan di SDN Purwobinangun yang terdapat di gugus IV Kecamatan Kalasan. Para guru terbiasa menerapkan pembelajaran tematik dari silabus dan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) tematik. Pembelajaran tematik dibahas di 5 mata pelajaran yaitu Matematika, PKn, Bahasa Indonesia, IPA, dan IPS. Para guru merasa kesulitan dalam menyusun jadwal mata pelajaran di kelas I, II, dan III secara tematik. Namun para guru menginginkan adanya sosialisasi dan publikasi dari dinas pendidikan terkait implementasi pembelajaran tematik yang belum diselenggarakan.
Pembelajaran tematik belum dilaksanakan di SDN Karangnongko I yang terdapat di gugus V Kecamatan Kalasan. Minimnya wawasan, pemahaman, dan pengetahuan para guru sangat mempengaruhi terhadap pelaksanaan pembelajaran tematik. Para guru merasa kesulitan dalam menyinkronkan mata pelajaran untuk ditematikkan. Pembelajaran tematik dibahas di 3 mata pelajaran yaitu Matematika, Bahasa Indonesia, dan IPA. Penggunaan 3 mata pelajaran itu dalam pembelajaran tematik dikarenakan kesulitan guru dalam menyinkronkan kekompleksan tema dan terbatasnya waktu jam mengajar 1 tema maksimal 2 minggu. Para guru merasa kesulitan dalam menyinkronkan mata pelajaran olahraga dengan matematika untuk pembelajaran tematik. Peran guru dalam membahas pembelajaran tematik dirasa kurang maksimal dan masih memerlukan referensi ahli terkait. Belum adanya pelatihan, seminar, dan workshop bagi guru dari dinas pendidikan tentang implementasi pembelajaran tematik tentunya menyulitkan para guru dari SDN Karangnongko I.
Berdasarkan hasil paparan prasurvei tersebut maka penelitian implementasi pembelajaran tematik direncanakan akan dilakukan di sekolah dasar negeri yang terdapat di gugus III Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta. Gugus III dipilih di dalam penelitian ini selain terdekat dengan kantor UPTD juga karena sekolah dasar negeri yang terdapat di dalam gugus III merupakan sekolah dasar negeri yang memiliki koordinasi pertemuan dan kerjasama antar guru kelas dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, terdapat permasalahan yang diidentifikasi sebagai berikut:
1. Pemahaman guru terhadap pembelajaran tematik masih kurang.
2. Penjadwalan tematik masih diterapkan seperti mata pelajaran.
3. Belum adanya pelatihan, seminar, dan workshop bagi guru dari dinas pendidikan untuk membahas tentang implementasi pembelajaran tematik.
C. Fokus Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada implementasi pembelajaran tematik yang dilakukan guru kelas I, II, dan III sekolah dasar negeri di Gugus III Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta.
D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan memaknai implementasi pembelajaran tematik yang dilakukan guru kelas I, II, dan III pada Sekolah Dasar Negeri di Gugus III Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini dapat dijelaskan secara teoritis dan praktis yaitu sebagai berikut:
1. Secara teoritis
Memberikan sumbangan pemikiran ilmiah untuk perkembangan pendidikan pada sekolah dasar negeri di Gugus III Kecamatan Kalasan dalam menerapkan pembelajaran tematik.
2. Secara praktis
a. Bagi guru
Sebagai dorongan untuk mendesain pembelajaran tematik yang kreatif dan inovatif sehingga mampu meningkatkan hasil belajar peserta didik walaupun dalam kondisi yang tidak memadai untuk melakukan proses belajar mengajar.
b. Bagi sekolah
Sebagai penambah wawasan dan informasi dalam pengembangan pembelajaran tematik di sekolah dasar sekaligus untuk perbaikan mutu pendidikan dasar.
Subscribe to:
Posts (Atom)