PROPOSAL TESIS
IMPLEMENTASI MODEL ASSURE (ANALYZE LEARNER,
STATE OBJECTIVES, SELECT
METHODS AND MEDIA, UTILIZE MATERIALS, REQUIRES LEARNER PARTICIPATION,
ALSO EVALUATE AND REVISE)
PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI KELAS V
SDIT UKHUWAH ISLAMIYAH YOGYAKARTA
BAYU
PURBHA SAKTI
NIM. 11712251012
Proposal tesis ini ditulis
untuk memenuhi tugas
mata kuliah Seminar
Proposal Tesis Program Studi Pendidikan Dasar
Dosen pengampu: 1. Dr. Muhammad Nur Wangid
2. Dr. Muhammad Farozin
PROGRAM
PASCASARJANA
UNIVERSITAS
NEGERI YOGYAKARTA
DESEMBER
2012
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR
ISI……………………………………………………..….. i
DAFTAR
LAMPIRAN……………………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah………………………………….. 1
B. Identifikasi
Masalah……………………………………..... 7
C. Pembatasan
Masalah…………………………………...…. 8
D. Rumusan
Masalah……………………………………….... 8
E. Tujuan
Penelitian…………………………………………. 9
F. Manfaat
Penelitian………………………………………... 9
BAB II LANDASAN
TEORI
A. Kajian
Teori
1. Pembelajaran
Bahasa Indonesia
a. Pembelajaran
Mendengarkan………………………. 12
b. Pembelajaran
Berbicara……………………………. 13
c. Pembelajaran
Membaca……………………………. 14
d. Pembelajaran
Menulis……………………………… 15
2. Desain
Pembelajaran Model ASSURE
a. Analyze Learner………………………………………… 18
b. State Objectives…………………………………………. 19
c. Select Methods…………………………….……………. 20
d. Select Media…………………………………………….. 25
e. Utilize Materials………………………………………… 27
f. Requires Learner
Participation………………………. 30
g. Evaluate and Revise……………………………………. 31
B. Kajian
Penelitian yang Relevan………………………..… 33
C. Kerangka
Pikir……………………………………………. 35
D. Pertanyaan
Penelitian……………………………………. 37
BAB III METODE
PENELITIAN
A. Jenis
Penelitian…………………………………………… 38
B. Tempat
dan Waktu Penelitian……………………………. 38
C. Subjek
dan Objek Penelitian………………………….….. 39
D. Teknik
dan Instrumen Pengumpulan Data…………….…. 39
E. Keabsahan
Data……………………………………….….. 42
F. Teknik
Analisis Data………………………………….….. 44
DAFTAR
PUSTAKA…………………………………………….…. 46
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Kisi-kisi wawancara……………………………………
49
Lampiran 2. Indikator wawancara……………………..…………….
52
Lampiran 3. Pedoman observasi……………………………….……
62
BAB I
PENDAHULUAN
G.
Latar
Belakang Masalah
Pendidikan
dasar adalah modal pendidikan terpenting bagi setiap Warga Negara Indonesia.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara. Pendidikan di sekolah dasar merupakan
proses pembelajaran bersifat dasar yang mencakup berbagai ketrampilan sebelum
berlanjut ke pendidikan di sekolah menengah.
Sekolah
yang baik adalah sekolah yang selalu berusaha meninjau program sekolahnya dalam
rangka memajukan pendidikan dan pengajaran di sekolah tersebut (Soekarto
Indrafacrudi, 2006: 139). Sekolah swasta pun juga dituntut untuk memajukan
pendidikan supaya tidak kalah dengan sekolah negeri. Sebenarnya banyak sekolah
swasta yang memiliki kemajuan pendidikan. Salah satu hasil kemajuan pengajaran
dilaksanakan di sekolah islam terpadu sebagai sekolah swasta yang baik adalah
keberhasilan Sekolah
Dasar Islam Terpadu (SDIT) Iqra 1
Kota Bengkulu dalam
meraih 2 medali emas, 1 medali perak, dan 3 medali perunggu dalam kompetisi
International Islamic School Robot Olympiad (IISRO), yang berlangsung di Kuala
Lumpur, Malaysia, pada 24 s/d 29 Mei 2012 (www.sditiqra.org/sdit/news).
Hidayat Nur Wahid menilai keberadaan Jaringan Sekolah Islam
Terpadu (JSIT) telah banyak melakukan pendidikan karakter baik kepada peserta
didik maupun pengajarnya (www.republika.co.id/berita/menuju-jakarta-1/news/12/05/19). JSIT, melalui sekolah islam terpadunya, terbukti tidak
pernah terjebak dalam transaksi-transaksi pendidikan seperti pembocoran soal
Ujian Nasional dan yang lainnya.
Model
pembangunan karakter dirangkum dalam “Model Lima E” yaitu example atau teladan, experience atau
pengalaman, education atau
pendidikan, environment atau
lingkungan, dan evaluation yang
merupakan bentuk memberikan keputusan terhadap suatu keadaan berdasarkan
pertimbangan tertentu (www.uny.ac.id/berita/UNY/implementasi-pendidikan-karakter-dalam-dunia-pendidikan).
Karakter atau watak pada hakekatnya merupakan ciri khas kepribadian yang
berkaitan dengan timbangan moralitas normatif yang berlaku. Kualitas
kepribadian seseorang bersifat relatif tetap dan akan tercermin dalam
penampilan kepribadiannya ditinjau dari sudut timbangan nilai moral normatif.
Salah satu
contoh Sekolah Islam Terpadu adalah sekolah yang berbasis pendidikan Tahfizhul Quran (Aischa Revaldi, 2010:
83).
Sekolah seperti SD Islam Terpadu merupakan salah satu contoh dari
implementasi dari full day school. Kelebihan lainnya adalah pelajaran fasih
membaca Al-Quran (Tahsin) yang lebih
diutamakan. Dalam kurikulum, mata pelajarannya pun bermuatan spiritual. Salah
satu contoh SD Islam Terpadu adalah Sekolah Dasar Islam terpadu Auliya yang mengadakan pengajaran membaca Al-Qur'an dengan metode A Ba Ta Tsa, menghafal Juz
30, surat pendek, hadits, dan doa pilihan (www.auliya.sch.id).
Abdul Rohim, et al (2009: 36) menyatakan bahwa pembelajaran
kebahasaan di sekolah dasar diintegrasikan pada pembelajaran keterampilan
berbahasa, seperti menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Dalam pengajaran
Bahasa Indonesia di sekolah dasar yang bertumpu pada kemampuan baca tulis maka
pembelajarannya tidak hanya pada tahap keberwacanaan yang biasanya dilakukan di
kelas rendah sampai kelas tinggi. Pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah
dasar seharusnya sudah sampai pada tahap mahir wacana yang mulai dilaksanakan
pada pembelajaran di kelas tinggi. Hal ini dikarenakan rendahnya kemampuan
lulusan sekolah dasar dalam penguasaan kemampuan baca tulis.
Menurut Didin Widyartono (www.endonesa.wordpress.com),
belajar bahasa pada hakikatnya adalah belajar komunikasi. Oleh karena itu,
pembelajaran bahasa diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pembelajar dalam berkomunikasi, baik lisan
maupun tulis. Pembelajaran yang menarik
dan menarik perhatian tentunya akan menumbuhkan minat siswa untuk
menyenanginya. Peneliti pun termotivasi untuk mengamati pembelajaran Bahasa
Indonesia di SDIT Ukhuwah Islamiyah.
Dewi
Salma Prawiladilaga (2007: 26) berpendapat bahwa penyusunan desain
pembelajaran, terlepas dari model yang dipilih merupakan tugas suatu tim. Tim
itu terdiri dari desainer, pengajar, ahli materi, dan penilai. Seorang guru
yang kreatif tentunya memiliki beberapa desain pembelajaran yang berbeda dalam
melaksanakan kegiatan belajar mengajar.
Benny Agus
Pribadi (2009: 59) berpendapat bahwa hasil dari proses desain sistem
pembelajaran berupa cetak biru yang berisi rancangan sistematik dan menyeluruh
dari sebuah aktivitas atau proses pembelajaran. Desain pembelajaran model
ASSURE adalah sebuah desain pembelajaran yang sederhana dan praktis untuk
digunakan dalam proses pembelajaran. Langkah-langkah dalam model ini adalah
menganalisis karakteristik siswa, menetapkan tujuan pembelajaran, menyeleksi media,
dan metode, menggunakan bahan ajar,
melibatkan siswa dalam kegiatan belajar, serta melakukan evaluasi dan revisi
pembelajaran.
Penelitian ini dilaksanakan di SDIT
Ukhuwah Islamiyah karena SDIT tersebut merupakan SDIT yang pertama kali
didirikan di kecamatan kalasan. Popon Syuarah (2008: 1) mengemukakan bahwa SD
Islam Terpadu Ukhuwah Islamiyah didirikan pada tahun 2003 setelah setahun
sebelumnya didirikan TKIT Ukhuwah Islamiyah. SDIT Ukhuwah Islamiyah menggunakan
integral curriculum. Kurikulum ini adalah
kurikulum keterpaduan antara Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dengan
kurikulum Sekolah Islam Terpadu (SIT). Selain itu, juga ada buku evaluasi
harian yang digunakan para guru untuk berkomunikasi dengan para orang tua. SDIT
Ukhuwah Islamiyah menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar dari pagi hari
sampai dengan sore hari. Hal ini dikarenakan lingkungan yang ada di SDIT itu
merupakan sarana untuk membentuk akhlak islami bagi para siswanya. Pembelajaran
yang dilakukan oleh para guru SDIT Ukhuwah Islamiyah tentu saja memiliki
berbagai tujuan, metode, media, sasaran, dan evaluasi yang berbeda. Perihal ini
dikarenakan adanya 16 mata pelajaran yang diselenggarakan di SDIT Ukhuwah
Islamiyah. Berdasarkan wawancara dan observasi awal yang dilakukan peneliti,
pada awal berdirinya SDIT Ukhuwah Islamiyah ini masih diampu beberapa guru yang
tidak sesuai latar belakangnya dengan bidang studinya.
Darmiyati
Zuchdi dan Budiasih (2001: 34) berpendapat bahwa metode pembelajaran bahasa
adalah rencana pembelajaran bahasa yang mencakup pemilihan, penentuan, dan
penyusunan secara sistematis bahan yang akan diajarkan. Berdasarkan hasil
observasi awal, aplikasi dari metode pembelajaran Bahasa Indonesia di SDIT
Ukhuwah Islamiyah menggunakan beberapa metode termasuk metode ceramah dan tanya
jawab tetapi belum diketahui secara pasti mengenai variasi metode lainnya yang
telah digunakan.
Informasi yang diperoleh siswa melalui
media di sekolah dasar sangat menunjang dalam
pengetahuan bahasa. Peneliti termotivasi untuk mengamati media-media
yang terdapat di SDIT Ukhuwah Islamiyah. Sumiati dan Asra (2009: 161)
berpendapat bahwa konsep tentang kemanfaatan alat bantu pandang dengar
didasarkan atas konsep tentang peroleh pengalaman seseorang melalui media
pembelajaran (perantara) yang digunakan. Salah satu media yang tersedia di SDIT
Ukhuwah Islamiyah adalah media komputer. Namun media yang digunakan dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa
Inggris, Bahasa Arab, dan Bahasa Jawa
terbatas pada papan tulis. Para guru juga belum optimal dalam menggunakan media pembelajaran berupa media
komputer pada empat mata pelajaran bahasa yaitu Bahasa Indonesia, Bahasa
Inggris, Bahasa Arab, dan Bahasa Jawa. Mayoritas dari mereka masih melaksanakan
pembelajaran di ruang kelas.
Ahmad Rofiuddin dan Darmiyati Zuhdi
(2001: 150) berpendapat bahwa kegiatan evaluasi pengajaran bahasa dapat dipilah
menjadi dua macam yaitu penilaian proses belajar dan penilaian hasil belajar.
Berdasarkan hasil observasi awal maka peneliti belum mengetahui cara guru
mengevaluasi pembelajaran mata pelajaran Bahasa Indonesia di SDIT Ukhuwah
Islamiyah. Hal itu disebabkan guru tersebut sibuk dalam menjalani kegiatan
pembelajaran di sekolah tersebut.
Fenomena terbaru yang dihasilkan dari
proses pembelajaran di SDIT Ukhuwah Islamiyah adalah ada beberapa siswa yang
memiliki nilai di atas sembilan dari beberapa mata pelajaran yang diujikan
untuk UASBN tahun 2012 di Kecamatan Kalasan. Ada siswa yang memperoleh nilai
Bahasa Indonesia 9,80 dengan nilai tertinggi 10,00. Ada siswa yang memperoleh
nilai Matematika 10,00 dengan nilai tertinggi 10,00. Ada siswa yang memperoleh
nilai IPA 9,25 dengan nilai tertinggi 10,00. Nilai rata-rata yang diperoleh
SDIT Ukhuwah Islamiyah adalah nilai rata-rata Bahasa Indonesia 8,31; nilai rata-rata
Matematika 7,76; dan nilai rata-rata IPA 8,01. Nilai rata-rata dari ketiga mata
pelajaran tersebut adalah 8,03 dan
berada di atas nilai rata-rata ketiga mata pelajaran dari semua sekolah dasar
yang ada di Kecamatan Kalasan yaitu 7,85. Hal ini berdasarkan data yang diambil
dengan pengamatan peneliti dari UPT Pendidikan Kecamatan Kalasan. Namun, diketahui
bahwa nilai rata-rata Bahasa Indonesia di
SDIT Ukhuwah UASBN tahun 2012 masih di bawah nilai rata-rata dari semua
sekolah dasar di Kecamatan Kalasan. Sering kali guru mata pelajaran Bahasa
Indonesia di SDIT Ukhuwah islamiyah menggunakan pembelajaran kontekstual. Hal
ini mendorong peneliti untuk mengetahui gambaran mendesain pembelajaran Bahasa
Indonesia di SDIT Ukhuwah Islamiyah karena belum diketahuinya gambaran
penjelasan dan uraian tentang desain pembelajaran mata pelajaran tersebut.
Selama ini
peneliti belum mengetahui gambaran desain pembelajaran pada pembelajaran Bahasa
Indonesia di Kelas V SDIT Ukhuwah Islamiyah karena para siswa kelas tersebut tentunya
belum dipersiapkan untuk menghadapi UASBN. Berdasarkan pada latar belakang
masalah tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana implementasi
desain pembelajaran model ASSURE pada pembelajaran Bahasa Indonesia di Kelas V SDIT
Ukhuwah Islamiyah Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa
Yogyakarta.
H.
Identifikasi
Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di
atas, peneliti telah mengidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:
1. Guru
SDIT Ukhuwah Islamiyah belum optimal dalam menggunakan media pembelajaran
berupa media komputer pada mata pelajaran Bahasa Indonesia.
2. Belum
diketahui gambaran desain pembelajaran yang dirancang oleh guru mata pelajaran
Bahasa Indonesia di SDIT Ukhuwah islamiyah.
I.
Pembatasan
Masalah
Pembelajaran
Bahasa Indonesia di sekolah dasar memiliki beberapa kendala dalam metode,
media, dan evaluasi. Kendala ini menyebabkan guru sekolah dasar untuk mendesain
sebuah mata pelajaran Bahasa Indonesia. Berdasarkan hasil identifikasi
permasalahan, maka penelitian ini dibatasi pada implementasi desain pembelajaran
model ASSURE yang diterapkan guru Bahasa Indonesia pada pembelajaran Bahasa
Indonesia yang berada di Kelas V SDIT Ukhuwah Islamiyah
Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta.
J.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana
deskripsi implementasi desain pembelajaran model ASSURE pada pembelajaran mata
pelajaran Bahasa Indonesia di Kelas V SDIT Ukhuwah Islamiyah
Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta?
K.
Tujuan
Penelitian
Berdasarkan
pada rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi
desain pembelajaran model ASSURE pada pembelajaran Bahasa Indonesia di Kelas V SDIT
Ukhuwah Islamiyah Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa
Yogyakarta.
L.
Manfaat
Penelitian
1. Secara
teoritis
Memberikan sumbangan pemikiran
ilmiah untuk perkembangan pendidikan di SDIT Ukhuwah Islamiyah dalam mendesain pembelajaran Bahasa Indonesia.
2. Secara
praktis
a.
Bagi Penulis
Dapat
memberikan pengalaman ilmiah dalam melakukan penelitian ilmiah.
b.
Bagi Guru
Sebagai dorongan untuk untuk mendesain
pembelajaran Bahasa
Indonesia. yang kreatif dan inovatif sehingga mampu
meningkatkan hasil belajar peserta didik walaupun dalam kondisi yang tidak
memadai untuk melakukan proses belajar mengajar.
c. Bagi
Sekolah
Sebagai
penambah wawasan dan informasi untuk pengembangan pendidikan di sekolah untuk
perbaikan mutu pendidikan.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori
1.
Pembelajaran
Bahasa Indonesia
Bahasa adalah suatu sistem lambang
berupa bunyi, bersifat arbitrer, digunakan oleh suatu masyarakat tutur untuk
bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri (Abdul Rohim, et al,
2009: 4). Sebagai sebuah sistem, maka bahasa terbentuk oleh suatu aturan,
kaidah, atau pola-pola tertentu, baik dalam tata bunyi, tata bentuk kata,
maupun kalimat. Aturan tersebut diajarkan sejak anak-anak mulai belajar di
sekolah dasar.
Darmiyati
Zuchdi dan Budiasih (2001: 27) mengemukakan bahwa pembelajaran bahasa di sekolah
dasar juga mempunyai pengaruh yang paling besar dalam pemerolehan bahasa.
Anak-anak yang belajar di kelas rendah sekolah dasar adalah mereka yang paling
kuat dalam menerima pemerolehan bahasa.
Ahmad
Rofiuddin dan Darmiyati Zuhdi (2001: 2) mengemukakan bahwa dalam pembelajaran
bahasa secara holistik setiap anak memperoleh kesempatan untuk belajar dan
mengajar. Hal ini dapat dilakukan dengan menjelaskan, mengemukakan pendapat,
bertanya, menjawab pertanyaan, dan sebagainya.
a.
Pembelajaran
Mendengarkan
Farida
Ariani, Slamet Mulyana, dan Asep (2009: 10) berpendapat
bahwa pembelajaran mendengarkan yang dilakukan oleh siswa harus merupakan
proses pemahiran mendengarkan yang dilatihkan dan dialami. Ini berarti bahwa
konsep pembelajaran mendengarkan yang dilakukan oleh siswa merupakan kegiatan
mendengarkan sebagaimana yang dialami oleh siswa dalam kehidupan nyata di
masyarakat.
Abdul Rohim, et al (2009: 36) mengemukakan bahwa pembelajaran
mendengarkan melalui penyampaian pesan secara berantai juga baik dilaksanakan.
Setelah menerima pesan, para siswa langsung diminta untuk mengucapkan kata yang
baru disimaknya/didengarnya itu.
Anak yang lahir dengan normal dilengkapi dengan kemampuan
mendengarkan yang akan berkembang dan meningkat melalui proses belajar (Farida Ariani, Slamet Mulyana, dan Asep,
2009: 38). Proses belajar yang dilaluinya itu akan menjadikan yang bersangkutan
memiliki kemampuan mendengarkan yang efektif. Pelajar atau mahasiswa yang tidak
pandai mendengarkan pelajaran/kuliah yang diberikan guru/dosennya akan mendapat
kesukaran dalam mengikuti pelajarannya itu, bahkan besar sekali kemungkinannya
gagal bagi mereka.
b.
Pembelajaran
Berbicara
Mudini dan Salamat Purba (2009: 21) berpendapat bahwa pembelajaran
berbicara harus berorientasi pada aspek penggunaan bahasa, bukan pada aturan
pemakaiannya. Berdasarkan hal tersebut, pembelajaran berbicara di kelas
semestinya diarahkan untuk membuat dan mendorong siswa mampu mengemukakan
pendapat, bercerita, melakukan wawancara, berdiskusi, bertanya jawab, dan
berpidato dan sebagainya.
Abdul Rohim, et al (2009: 38) mengemukakan bahwa pembelajaran
berbicara tidak bisa ditinggalkan begitu saja. Setiap pembicaraan pasti
mengandung nada, irama, dan intonasi. Pendengar akan bisa membedakan apakah
perkataan itu berupa pertanyaan, seruan, ataukah hanya sekedar berita atau
informasi.
Kemampuan berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi artikulasi
atau mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan
pikiran, gagasan, dan perasaan (Mudini dan Salamat Purba, 2009: 43). Pendengar
menerima informasi melalui rangkaian nada, tekanan, dan penempatan persendian.
Jika komunikasi berlangsung secara tatap muka, berbicara dapat dibantu dengan
mimik dan pantomimik pembicara. Siswa membutuhkan keterampilan berbicara dalam
interaksi sosialnya. Siswa akan dapat mengungkapkan pikiran dan perasaanya
secara efektif jika ia terampil berbicara.
c.
Pembelajaran
Membaca
Nurhayati
Pandawa, Hairudin, dan Mislinatul Sakdiyah (2009: 16) berpendapat bahwa pembelajaran
membaca merupakan kemampuan pemahaman yang diajarkan secara seimbang dan
terpadu. Seimbang dalam arti pembelajaran membaca disampaikan secara seimbang
dengan keterampilan berbahasa lain. Dalam kegiatan pembelajaran membaca, KD
membaca akan menjadi fokus pembelajaran, sedangkan aspek keterampilan berbahasa
lain menyertai dalam kegiatan pembelajaran. Hal itulah yang dimaksud dengan
adanya keseimbangan keempat aspek tadi.
Abdul Rohim, et al (2009: 39) mengemukakan bahwa Pembelajaran
membaca bagi para siswa, hendaknya dimulai dengan pelatihan membaca nyaring,
yaitu dengan cara simakan antara siswa. Dengan cara itu, siswa bisa mengoreksi
secara langsung kesalahan baca yang dilakukan temannya baik kesalahan intonasi,
lagu,penghentian, mapun kesalahan pengucapan kata.
Membaca merupakan proses berpikir atau bernalar (proses aktif dan
bertujuan) yang dilakukan melalui proses mempersepsi dan memahami informasi
serta memberikan makna terhadap bacaan yang dilakukan oleh pembaca (Nurhayati Pandawa, Hairudin, dan Mislinatul
Sakdiyah, 2009: 31). Dalam membaca, pembaca mengolah informasi secara
kritis dan kreatif yang dilakukan dengan tujuan memperoleh pemahaman yang
bersifat menyeluruh. Pada akhirnya pembaca dapat memberikan penilaian terhadap
keadaan, nilai, fungsi, dan dampak bacaan tersebut.
d.
Pembelajaran
Menulis
Elina Syarif,
Zulkarnaini, dan Sumarmo (2009: 15) berpendapat bahwa
pembelajaran menulis lebih condong ke arah praktik ketimbang teori. Ini tidak
berarti pembahasan teori menulis ditabukan dalam pengajaran menulis.
Pertimbangan antar praktek dan teori sebaiknya lebih banyak praktek dari teori.
Keterampilan menulis bersifat mekanistik. Ini berarti bahwa penguasaan keterampilan
menulis tersebut harus melalui latihan atau praktik. Dengan perkataan lain,
semakin banyak seseorang melakukan kegiatan menulis semakin terampil menulis
yang bersangkutan.
Abdul Rohim, et al (2009: 40) mengemukakan bahwa pembelajaran
menulis hendaknya ditekankan pada ketelitian penulisan huruf terutama penulisan
kata-kata serapan. Kata-kata seperti efektifitas, kwartal, atlit,
tehnik, konsekwen, jadual, sistim, jaman, analisa,
kuitansi masing-masing sering muncul pada tulisan-tulisan ilmiah.
Bentuk-bentuk yang baku dari kata-kata tersebut adalah efektivitas, kuartal,
atlet, teknik, konsekuen, jadwal, sistem, zaman,
analisis, dan kwitansi.
Menulis bukan sesuatu yang diperoleh secara spontan, tetapi
memerlukan usaha sadar “menuliskan” kalimat dan mempertimbangkan cara
mengkomunikasikan dan mengatur (Elina
Syarif, Zulkarnaini, dan Sumarmo, 2009: 32). Tulisan diibaratkan sebagai
bank memori yang berguna untuk mengatasi kelemahan daya ingat seseorang,
terutama untuk mengingat gagasan-gagasan yang pernah dilontarkan orang tentang
berbagai hal. Tulisan seorang guru kelas sangatlah mempengaruhi pemahaman
tentang tulisan dari para siswanya.
2. Desain Pembelajaran Model ASSURE
Model Assure ini adalah salah satu
model desain sangat logis dan sederhana dan diciptakan satu pemandu prosedur
untuk perencanaan dan menjalankan pembelajaran yang menggabungkan media
(Heinich et al.: 31, 1999). Suatu desain
baik pelajaran memulai dengan menangkap perhatiannya pelajar, menyatakan maksud
tujuan yang akan dijumpai, mempresentasikan materi baru, melibatkan murid di
praktek, menilai pemahaman penyediaan umpan balik dan akhirnya menyediakan
aktivitas tindak lanjut. Model Assure ini adalah pembelajaran yang sangat
memusatkan ke siswa. Model Assure ini memfokuskan pada karakteristik umumnya
pelajar, mengidentifikasi kemampuan awal
spesifik yang dikehendaki, dan mengevaluasi gaya pembelajaran.
Sasaran pembelajaran model Assure ini
yang baik harus mempunyai empat bagian yaitu pendengar, perilaku, kondisi, dan
derajat keakuratan (Heinich et al. 2001). Sasaran tersebut bisa sebagai siswa
sekolah dasar (SD). Siswa SD tentunya memiliki pemahaman pendengaran yang
berbeda jika dibandingkan antar kelas 3 dengan kelas 6. Setelah mendengar
perintah dari kegiatan pembelajaran maka mereka juga memiliki perilaku yang
berbeda pula. Kondisi dari hasil belajar yang dilakukan mereka juga akan
berbeda. Sebagai contoh tentang penggunaan kalkulator jika diberikan pada siswa
kelas 3 dan kelas 6. Jika untuk mengukur derajat keakuratan maka dapat dihitung
dengan 80 % jawaban yang benar. Sebagai contoh, jika siswa menjawab 4 jawaban
yang benar dari 5 jawaban yang diberikan.
Neal S. dan
Susan G.M. (2006: 41) mengemukakan bahwa the
ASSURE model selects and implements instructional technology and media within
learning activities. Maksud mereka adalah bahwa model ASSURE memilih
dan menerapkan pembelajaran teknologi dan media dalam aktivitas belajar. Pemilihan media pembelajaran yang dilakukan
guru akan mempengaruhi aktivitas belajar yang dialami para siswanya. .
Endah Ariani Madusari, Teuku
Alamsyah, dan Evi Dihanti. (2009: 3) menyatakan bahwa
strategi pembelajaran harus mengandung penjelasan tentang metode/prosedur dan
teknik yang digunakan selama proses pembelajaran berlangsung. Dengan kata lain,
strategi pembelajaran mempunyai arti yang lebih luas daripada metode dan
teknik. Artinya, metode/prosedur dan teknik pembelajaran merupakan bagian dari
strategi pembelajaran. Istilah strategi pembelajaran dapat diketahui dari
penggunaan metode dan teknik pembelajaran yang diturunkan secara aplikatif,
nyata, dan praktis di kelas saat pembelajaran berlangsung.
Benny
Agus Pribadi (2009: 111) berpendapat bahwa model ASSURE lebih difokuskan pada perencanaan pembelajaran
untuk digunakan dalam situasi pembelajaran di kelas secara aktual. Model ini
sangat membantu para desainer dan pengajar untuk mengetahui tentang bagaimana
pembelajaran akan dilakukan.
Menurut
Dewi Salma Prawiladilaga (2007: 47) walaupun model ASSURE berorientasi pada KBM
tetapi model ini tidak menyebutkan strategi pembelajaran secara eksplisit.
Strategi pembelajaran pada model ini dikembangkan melalui select methods, media, utilize materials, dan learner participation.
Ada enam langkah untuk melaksanakan proses
pembelajaran dengan menggunakan desain pembelajaran model ASSURE.
Langkah-langkah tersebut yaitu a) analyze
learner, b) state objectives, c) select methods and media, d). utilize
materials, e) requires learner participation, also f) evaluate and revise. Namun
peneliti ingin membagi langkah pada butir ketiga yaitu select methods and media menjadi dua bagian. Peneliti pun mengkaji
butir ketiga tadi menjadi select methods
and select media yang masing-masing pemilihan metode, media, dan penggunaan
materi/bahan ajar memiliki kajian sendiri.
a. Analyze
Learner (Menganalisis
Pembelajar)
Pembelajar
adalah pihak yang menjadi fokus suatu pembelajaran (Dewi Salma Prawiladilaga,
2007: 37). Informasi yang paling diperlukan untuk diketahui dalam pembelajaran
yaitu sifat/watak siswa. Guru harus mengetahui sifat/watak yang baik dan kurang
baik yang dimiliki oleh para siswa.
Sumiati
dan Asra (2009: 4) berpendapat bahwa pada awal pembelajaran itu guru lebih
aktif karena banyak yang harus dilakukan. Namun pada proses pembelajaran
selanjutnya, guru menjadi semakin pasif. Pada bagian tengah dan akhir
pembelajaran, siswa lebih aktif karena merekalah yang lebih banyak melakukan
kegiatan belajar.
Benny
Agus Pribadi (2009: 113) mengemukakan bahwa langkah awal yang perlu dilakukan
dalam menerapkan model ASSURE adalah mengidentifikasi student’s characteristic
yang akan melakukan aktivitas pembelajaran. Setiap siswa pasti memiliki
sifat/watak yang berbeda-beda dalam menghadapi suatu proses pembelajaran. Hal
ini menjadi tugas seorang guru untuk menganalisis siswa dalam sebuah
pembelajaran.
Nasution
(2005: 33) menyatakan bahwa setiap guru yang menghadapi kelas baru, lebih dulu
menerima jika para siswa yang berada dalam kelas itu tidak sama pandainya.
Dalam setiap pembelajaran, siswa merupakan faktor terpenting. Siswa yang lebih
pintar dapat digunakan sebagai pembantu guru dalam proses pembelajaran.
b. State
Objectives (Menyatakan
Maksud Tujuan)
Toto
Ruhimat, et al. (2011: 148) menyatakan bahwa tujuan pembelajaran merupakan
suatu target yang ingin dicapai oleh kegiatan pembelajaran. Keberhasilan yang
diperoleh siswa tentu saja tergantung dari tujuan awal pembelajaran yang
disusun oleh guru. Rumusan tujuan pembelajaran merupakan penjabaran kompetensi
yang akan dikuasai oleh pembelajar jika mereka telah selesai dan berhasil
menguasai materi ajar tertentu (Dewi Salma Prawiladilaga, 2007: 37). Dalam
merumuskan tujuannya, seorang guru terlebih dulu harus mengenali kemampuan yang
dimiliki para siswa.
Sumiati
dan Asra (2009: 10) berpendapat bahwa tujuan pembelajaran pada dasarnya
merupakan harapan, yaitu tentang apa yang diharapkan dari siswa sebagai hasil
belajar. Dalam sistem pembelajaran, tujuan adalah sasaran yang dituju. Suatu
sasaran harus jelas menggambarkan sesuatu keadaan. Jadi, tujuan pembelajaran
harus dapat member gambaran secara jelas tentang bentuk perilaku yang diharapkan.
Nasution
(2005: 177) menyatakan bahwa hendaknya tujuan pembelajaran harus dirumuskan
dalam bentuk kemampuan yakni hal-hal yang dilakukannya dan yang tidak dapa
dilakukannya sebelum siswa belajar. Seorang guru harus memahami kemampuan para
siswanya dulu sebelum menyusun tujuan pembelajaran.
c. Select
Methods (Memilih
Metode-metode)
Endah Ariani Madusari, Teuku
Alamsyah, dan Evi Dihanti. (2009: 2) menyatakan bahwa
Metode merupakan jabaran dari pendekatan dan satu pendekatan dapat dijabarkan
ke dalam berbagai metode. Dalam suatu pembelajaran, guru harus mampu
menggunakan pendekatan yang sesuai dengan apa yang dipelajari oleh para siswa.
Pendekatan yang dilakukan bapak dan ibu guru tersebut dapat diwujudkan dengan
memilih metode pembelajaran yang akan dipakai.
Sumiati
dan Asra (2009: 92) berpendapat bahwa metode pembelajaran menekankan pada
proses belajar siswa secara aktif dalam upaya memperoleh kemampuan hasil
belajar. Metode pembelajaran yang digunakan pada dasarnya berfungsi sebagai
bimbingan agar siswa belajar. Metode pembelajaran memungkinkan setiap siswa
supaya dapat belajar sesuai dengan bakat dan kemampuan masing-masing.
Toto
Ruhimat, et al. (2011: 153) menyatakan bahwa metode dan teknik di dalam proses
belajar mengajar bergantung pada tingkah laku yang terkandung di dalam rumusan
tersebut. Metode dan teknik yang digunakan untuk tujuan menyangkut pengetahuan
akan berbeda dengan metode dan teknik yang digunakan untuk tujuan yang
menyangkut ketrampilan atau sikap.
Endah Ariani Madusari, Teuku Alamsyah, dan Evi
Dihanti.
(2009: 10) mengemukakan bahwa terdapat 10 metode pembelajaran yang digunakan
dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Sepuluh metode pembelajaran tersebut
adalah
1) Metode Audiolingual
Dalam
audiolingual yang berdasarkan pendekatan struktural ini, bahasa yang diajarkan
dicurahkan pada lafal kata, dan pelatihan pola-pola kalimat berkali-kali secara
intensif. Guru meminta siswa untuk mengulang-ulang sampai tidak ada kesalahan.
2) Metode Komunikatif
Contoh
dari metode komunikatif ini yaitu
menyampaikan pesan kepada orang lain yang sesuai dengan tujuan
pembelajaran. Tujuan itu dapat dipecah menjadi (a) memahami pesan, (b)
mengajukan pertanyaan untuk menghilangkan keraguan, (c) mengajukan pertanyaan
untuk memperoleh lebih banyak informasi, (d) membuat catatan, (e) menyusun
catatan secara logis, dan (f) menyampaikan pesan secara lisan. Dengan begitu,
untuk materi bahasan penyampaian pesan saja, aktivitas komunikasi dapat
terbangun secara menarik, mendalam, dan membuat siswa lebih intensif.
3) Metode Produktif
Dengan
menggunakan metode produktif ini diharapkan siswa dapat menuangkan gagasan yang
terdapat dalam pikirannya ke dalam keterampilan berbicara dan menulis secara
runtun. Siswa diharapkan akan terbiasa dengan temannya dan para guru.
4) Metode Langsung
Tujuan
metode langsung adalah penggunaan bahasa secara lisan agar siswa dapat
berkomunikasi secara alamiah seperti penggunaan bahasa Indonesia di masyarakat.
Siswa diberi latihan-latihan untuk mengasosiasikan kalimat dengan artinya
melalui demonstrasi, peragaan, gerakan, serta mimik secara langsung.
5) Metode Partisipatori
Dalam
metode partisipatori siswa aktif, dinamis, dan berlaku sebagai subjek. Namun,
bukan berarti guru harus pasif, tetapi guru juga aktif dalam memfasilitasi
belajar siswa dengan suara, gambar, tulisan dinding, dan sebagainya. Guru
berperan sebagai pemandu yang penuh dengan motivasi, pandai berperan sebagai
moderator dan kreatif.
6) Metode Membaca
Metode
membaca bertujuan agar siswa mempunyai kemampuan memahami teks bacaan yang
diperlukan dalam belajar siswa. Contoh dari metode ini yaitu pemberian tugas
seperti mengarang (isinya relevan dengan bacaan) atau membuat denah, skema,
diagram, ikhtisar, rangkuman, dan sebagainya yang berkaitan dengan isi bacaan.
7) Metode Tematik
Dalam
metode tematik, semua komponen materi pembelajaran diintegrasikan ke dalam tema
yang sama dalam satu unit pertemuan. Tema tidak disajikan secara abstrak tetapi
diberikan secara konkret. Semua siswa dapat mengikuti proses pembelajaran
dengan logika yang dipunyainya. Konsep-konsep dasar tidak terlepas. Siswa
berangkat dari konsep ke analisis atau dari analisis ke konsep kebahasaan,
penggunaan, dan pemahaman.
8) Metode Kuantum
Quantum
Learning (QL) atau pembelajaran quantum lebih
mengutamakan kecepatan belajar dengan cara partisipatori peserta didik dalam
melihat potensi diri dalam kondisi penguasaan diri. Gaya belajar mengacu pada
otak kanan dan otak kiri menjadi ciri khas QL. Segala sesuatu dapat berarti
setiap kata, pikiran, tindakan, dan asosiasi, serta sejauh mana guru mengubah
lingkungan, presentasi, dan rancangan pengajaran maka sejauh itulah proses
belajar berlangsung. Hubungan dinamis dalam lingkungan kelas merupakan landasan
dan kerangka untuk belajar. Dengan begitu, pembelajar dapat mememori, membaca,
menulis, dan membuat peta pikiran dengan cepat.
9) Metode Diskusi
Diskusi
adalah proses pembelajaran melalui interaksi dalam kelompok. Terjadi secara
langsung dan bersifat student centered (berpusat pada siswa). Dikatakan
pembelajaran langsung karena guru menentukan tujuan yang harus dicapai melalui
diskusi, mengontrol aktivitas siswa serta menentukan fokus dan keberhasilan
pembelajaran. Dikatakan berpusat kepada siswa karena sebagian besar input pembelajaran
berasal dari siswa, mereka secara aktif dan meningkatkan belajar, serta mereka
dapat menemukan hasil diskusi mereka.
10) Metode Kerja Kelompok Kecil (Small-Group Work)
Metode
ini dapat dilakukan untuk mengajarkan materi-materi khusus. Kerja kelompok
kecil merupakan metode pembelajaran yang berpusat kepada siswa. Siswa dituntut
untuk memperoleh pengetahunan sendiri melalui bekerja secara bersama-sama.
Tugas guru hanyalah memonitor apa yang dikerjakan siswa.
d. Select
Media (Memilih
Media)
Elita Burhanuddin, Hari Wibowo,
dan Irmawati (2009: 3) mengemukakan bahwa media adalah sumber
belajar dapat diartikan dengan manusia, benda, ataupun peristiwa yang
memungkinkan anak didik memperoleh pengetahuan dan keterampilan. Guru harus
mampu memilih media untuk meningkatkan pengetahuan siswa dalam pembelajaran.
Penggunaan suatu benda sebagai media merupakan suatu cara yang ditempuh seorang
guru untuk memberikan pengetahuan pembelajaran kepada siswanya.
Sumiati dan Asra (2009: 160) berpendapat bahwa
media pembelajaran diartikan sebagai segala sesuatu yang digunakan untuk
menyalurkan pesan, merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa
sehingga dapat mendorong proses belajar. Pembelajaran dengan menggunakan media
pembelajaran tidak hanya sekedar menggunakan kata-kata.
Toto
Ruhimat, et al. (2011: 162) menyatakan bahwa media visual adalah media yang
paling sering digunakan oleh para guru untuk membantu menyampaikan isi atau
materi pembelajaran. Media ini hanya dapat dilihat dengan menggunakan indera
penglihatan. Dengan melihat, para siswa diharapkan tertarik oleh proses pembelajaran
yang dilakukan guru.
Elita Burhanuddin, Hari Wibowo,
dan Irmawati (2009: 17) berpendapat bahwa dalam usaha
menggunakan media dalam proses pembelajaran, perlu bagi pendidik untuk
memperhatikan pedoman umum dalam penggunaan media sebagai berikut:
1) Tidak
ada suatu media yang terbaik untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran.
Masing-masing jenis media mempunyai kelebihan dan kekurangan. Oleh karena itu,
pemanfaatan kombinasi dua atau lebih media akan lebih mampu membantu
tercapainya tujuan pembelajaran.
2)
Penggunaan media harus didasarkan pada
tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Dengan demikian, pemanfaatan media
harus menjadi bagian integral dari penyajian pelajaran.
3)
Penggunaan media harus mempertimbangkan
kecocokan ciri media dengan karakteristik materi pelajaran yang disajikan.
4)
Penggunaan media harus disesuaikan
dengan bentuk kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan.
5)
Penggunaan media harus disertai
persiapan yang cukup seperti melihat lagi media yang akan dipakai,
mempersiapkan berbagai peralatan yang dibutuhkan di ruang kelas sebelum
pelajaran dimulai dan sebelum peserta masuk. Dengan cara ini pemanfaatan media
diharapkan tidak akan mengganggu kelancaran proses pembelajaran dan mengurangi
waktu.
6)
Pembelajaran perlu disiapkan sebelum
media digunakan agar mereka dapat mengarahkan perhatian pada hal-hal yang
penting selama penyajian dengan media berlangsung.
7)
Penggunaan media harus diusahakan agar
senantiasa melibatkan partisipasi aktif peserta.
e. Utilize
Materials (Menggunakan
Materi-materi)
Gayle Mindes (2006: 105) berpendapat
bahwa The classroom may contain materials
passed from one group of children to another, for example, our book on the trip
to the fire station. This book then becomes a part of the cultural history of
children and a resource for the class. Menurut Gayle Mindes, buku bisa menjadi salah satu materi/bahan ajar yang dapat digunakan pada
proses pembelajaran.
Sumiati
dan Asra (2009: 92) berpendapat bahwa untuk melaksanakan proses pembelajaran
suatu materi pembelajaran maka perlu dipikirkan kesesuaian metode pembelajaran
dengan beberapa faktor. Beberapa faktor tersebut adalah tujuan pembelajaran,
materi pembelajaran, kemampuan guru, kondisi siswa, sumber atau fasilitas,
situasi kondisi, dan waktu.
Toto
Ruhimat, et al. (2011: 152) menyatakan bahwa bahan atau materi pembelajaran
pada dasarnya adalah isi dari kurikulum, yakni berupa mata pelajaran atau
bidang studi dengan topik/sub topik dan rinciannya. Bahan atau materi
pembelajaran yang digunakan guru dalam mengajar sangat berpengaruh terhadap
pemahaman siswa. Bahan atau materi pembelajaran yang berlebihan dalam
penggunaannya akan membebani pikiran siswa. Bahan atau materi pembelajaran yang
kaji dalam penelitian ini adalah pelajaran Bahasa Indonesia.
Elita Burhanuddin, Hari Wibowo,
dan Irmawati (2009: 25) berpendapat bahwa Pembelajaran
keempat aspek berbahasa yaitu mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis
bisa dilakukan dengan menggunakan media audio visual, komputer, dan mengakses
internet. Berikut ini akan dijabarkan pengembangan media itu berdasarkan empat
aspek tersebut:
1).
Media pembelajaran dikaitkan dengan aspek menyimak.
Dalam
pelajaran menyimak media yang
digunakan yaitu: guru, siswa, radio, dan tape
recorder. Contoh:
a) Guru
membacakan satu cerita dari sebuah wacana,
b) Siswa
mendengarkan dan dapat menceritakan kembali cerita tersebut dengan bahasanya
sendiri.
c) Siswa
menceritakan pengalamannya saat liburan yang lain
mendengarkan.
d) Siswa
diberi tugas mendengarkan berita dan drama dari radio.
e) Dengan
tape recorder guru dapat
memperdengarkan rekaman puisi, drama, pidato, dan lain-lain yang berkaitan
dengan materi yang diajarkan.
2). Dalam pembelajaran berbicara,
media yang dapat digunakan yaitu: kartu kata, gambar.
a) Kartu
kata, guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi kata-kata ungkapan kemudian
siswa disuruh membuat kalimat menggunakan kata ungkapan yang diperoleh dari
kartu yang diambil.
b) Siswa
dapat menceritakan isi gambar yang dipasang di depan kelas secara sistematis
sehingga menjadi satu cerita yang utuh.
3). Dalam pembelajaran membaca, media yang dapat digunakan
yaitu
wacana.
Sebuah wacana dipotong menjadi penggalan-penggalan yang kemudian
paragrafnya diacak. Setelah itu siswa disuruh menyusun kembali menjadi wacana
utuh yang kemudian siswa membaca wacana tersebut sesuai dengan butir
pembelajaran yang diajarkan.
4). Dalam
pembelajaran menulis media yang
dapat digunakan yaitu:
gambar, benda, kartu.
a) Gambar,
guru memperlihatkan gambar seri, siswa ditugasi
menceritakan
rangkaian gambar tersebut secara tertulis.
b) Benda,
sebuah benda nyata yang ada di dalam kelas dapat
dijadikan
bahan oleh siswa untuk menulis sebuah cerita.
c) Kartu,
yang bisa berisi gambar atau simbol-simbol dapat diberikan pada siswa dan siswa
dapat menjelaskannya secara tertulis.
f)
Requires Learner Participation (Menghendaki Partisipasi
Pembelajar)
Farida
Rahim (2008: 28) mengatakan bahwa guru yang kurang memperhatikan keterlibatan
siswa atau partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar akan mengurangi
motivasi membaca siswa. Untuk meningkatkan keterlibatan siswa tersebut
hendaknya guru mengawasi dan memonitor para siswa dalam proses pembelajaran di
ruang kelas.
Sumiati
dan Asra (2009: 40) berpendapat bahwa siswa harus aktif dalam melakukan sesuatu
pada proses pembelajaran. Siswa harus terlibat secara emosional dalam
pendidikan dan pembelajaran. Hal tersebut dilakukan agar siswa dapat
menyesuaikan diri secara lebih baik dengan berbagai kemajuan dan lingkungan
yang lebih luas.
Benny
Agus Pribadi (2009: 115) mengemukakan bahwa proses pembelajaran memerlukan
keterlibatan mental siswa secara aktif dengan materi atau substansi yang sedang
dipelajari. Pemberian latihan merupakan contoh cara melibatkan aktivitas mental
siswa dengan materi/bahan ajar apa yang akan dipelajari.
Toto
Ruhimat, et al. (2011: 152) menyatakan bahwa diskusi merupakan proses tukar
pendapat di antara para partisipan. Dengan metode diskusi, para siswa
diharapakan belajar lebih aktif untuk menemukan rumusan hasil diskusi secara
masing-masing. Banyak keuntungan yang dapat diraih oleh siswa dari aktivitas
belajar melalui diskusi.
Sumiati
dan Asra (2009: 125) berpendapat bahwa penguatan (reinforcement) adalah bentuk respon guru dengan menggunakan
berbagai bentuk perilaku terhadap perilaku yang ditunjukkan siswa. Jika guru
mengajukan pertanyaan kemudian siswa menjawabnya maka guru hendaknya memberikan
reaksi. Ada dua jenis penguatan yaitu penguatan verbal dan penguatan non
verbal. Penguatan verbal dapat berbentuk kalimat, kata-kata pujian, penghargaan
dan sebagainya. Penguatan non verbal dapat berbentuk dengan gerakan isyarat
tubuh, sentuhan tubuh, pemberian hadiah, dan sebagainya.
g)
Evaluate and Revise (Mengevaluasi dan Merevisi)
Wayne E.Ross (2006: 200) berpendapat bahwa assessment in schools is most often conceived as a means to identify
what students knows and can do, that is, it is assessment of learning. Maksud Wayne E.Ross yaitu penilaian
di sekolah adalah paling sering terbayangkan seperti sebuah makna untuk
mengidentifikasi apa diketahui murid dan dapat dilakukan, yaitu, ini adalah
penilaian dari pembelajaran. Menurut Wayne E.Ross, penilaian proses
pembelajaran itu digunakan untuk mengetahui tentang suatu hal yang dikerjakan
siswa dalam menghadapi pembelajaran. Hasil dari penilaian menjadi target dari
evaluasi yang akan dicapai.
Sumiati dan Asra (2009: 200) berpendapat bahwa fungsi evaluasi
adalah untuk mengetahui apakah tujuan yang dirumuskan sudah tercapai. Evaluasi
merupakan salah satu faktor penting dalam proses pembelajaran. Evaluasi akan
memberikan informasi tingkat pencapaian belajar siswa. Informasi tentang
kesulitan belajar akan diperoleh dari hasil analisis evaluasi.
Endang Kurniawan dan Endah
Mutaqimah (2009: 64) menyatakan bahwa Penilaian dan
pengukuran adalah bagian dari evaluasi. Dalam melakukan evaluasi di dalamnya
ada kegiatan untuk menentukan nilai suatu program, sehingga ada unsur keputusan
tentang nilai suatu program (value judgement). Dalam melakukan
keputusan, diperlukan data hasil pengukuran dan informasi hasil penilaian
selama dan setelah kegiatan belajar mengajar.
Benny Agus
Pribadi (2009: 116) mengemukakan bahwa proses evaluasi terhadap semua komponen
pembelajaran perlu dilakukan agar dapat memperoleh gambaran yang lengkap
tentang kualitas sebuah program pembelajaran. Revisi merupakan langkah yang
harus dikembangkan untuk memperbaiki kekurangan dan kesalahan yang ada dalam
proses pembelajaran.
E. Kajian Penelitian yang Relevan
1. Ilknur
Pekkanli Egel (2009) melakukan penelitian yang berjudul “English Language Learning and Teaching Styles in Two Turkish Primary
Schools”. Maksud
dari penelitian tersebut adalah Gaya belajar bahasa asing diarahkan pada
memfasilitasi pembelajaran para murid dan oleh karenanya kegunaan gaya
pengajaran adalah penting dalam kaitan dengan kesesuaian gaya pelajar untuk
kebutuhan bidang pendidikan mereka. Pembahasan sekarang ini diarahkan pada
penyelidikan beberapa dimensi dari gaya pembelajaran bahasa murid sekolah dasar
dan cara dimana gaya-gaya tertentu adalah terbentuk dan disukai oleh gaya
pengajaran guru. Arah dasar adalah untuk menemukan apakah ada atau tidak ukuran
yang diambil oleh Kementerian Turki dari Pendidikan berhubungan dengan
mengoreksi kekurangan dari guru dari Bahasa Inggris sebagai bahasa asing telah
mempunyai satu akibat pada gaya pembelajaran pada murid sekolah dasar. Arah
sekunder adalah untuk menguji gaya pembelajaran yang bervariasi pada murid EFL
di dua sekolah dasar dan untuk mendirikan apakah ada atau tidak di situ satu
perubahan dalam gaya pembelajaran ini. Akhirnya, peneliti yang menguji apakah
ada atau tidak kondisi ekonomi dari sekolah-sekolah yang mempunyai satu
pengaruh pada gaya pembelajaran murid.
2. Lee,
Y dan Takahashi, Akihiko (2011) melakukan penelitian yang berjudul “Lesson Plans and the Contingency of
Classroom Interactions”. Maksud dari penelitian tersebut adalah Salah satu sumber daya paling penting untuk
pembelajaran adalah perencanaan pelajaran, yang mana menentukan urutan dari
pengajaran. Bagaimanapun, di sana sering ada celah di antara yang direncanakan
dan apa sebenarnya terjadi pada kelas. Hal ini menaikkan pertanyaan dari
bagaimana guru datang untuk mengkaitkan dengan varian kontingen dan hasil tak
diduga bahwa peristiwa interaksi yang nyata dan bagaimana perencanaan pelajaran
diatur ke dalam proses ini. Pembahasan ini menguji satu program pendidikan guru
yang menggunakan perencanaan pelajaran sebagai sebuah pusat sumber daya untuk
mengajarkan matematika. Hasil ini menyarankan bahwa guru-guru ruang kelas pelajaran menggunakan perencanaan
pelajaran sebagai sumber daya komunikatif untuk mengidentifikasi masalah,
menetapkan dugaan mengenai pengajaran mereka dan bertindak atas dasar
meningkatkan biaya tak terduga dari interaksi kelas. Biaya tak terduga secara
interaksi adalah lokasi dari praktek pengajaran, bukan sebuah kendala untuk
aplikasi dari prosedur-prosedur dalam perencanaan pelajaran.
3. Penelitian
yang dilakukan oleh Ismail (2012) mengenai kreativitas guru dalam proses
pembelajaran Bahasa Indonesia pada MIN 1 Yogyakarta. Hasil dari penelitian ini
adalah sebagai berikut. Pertama, kreativitas guru dalam menyajikan materi
pembelajaran menulis dengan cara menyajikan pembelajaran dengan konsep
imajinatif, penyajian pembelajaran yang merangsang gagasan dan karya orisinil,
penyajian pembelajaran yang bervariasi (pola interaksi, gaya mengajar, dan
variasi pesan), dan penilaian secara langsung. Kedua, kreativitas guru dalam
mengimplementasikan metode pembelajaran adalah menggunakan metode brainstorming (curah pendapat) dan
mengkombinasikan beberapa metode. Ketiga, kreativitas guru Bahasa Indonesia
dalam mengembangkan media pembelajaran dan sumber belajar dengan cara membuat
media sendiri, mengkombinasikan media, dan memodifikasi media. Media yang
dibuat guru seperti media ringkasan cerita, surat, pengumuman, menulis laporan,
dan puisi.
F. Kerangka Pikir
SDIT Ukhuwah Islamiyah adalah SDIT yang pertama kali
didirikan di kecamatan kalasan. Perihal ini dibuktikan dengan adanya SK Ka.
Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman no. 184/KPTS/P/2006. SDIT Ukhuwah Islamiyah
menggunakan integral curriculum.
Kurikulum ini adalah kurikulum keterpaduan antara Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) dengan kurikulum Sekolah Islam Terpadu (SIT). Selain itu juga
ada buku evaluasi harian yang digunakan para guru untuk berkomunikasi dengan
para orang tua.
SDIT Ukhuwah Islamiyah menyelenggarakan kegiatan
belajar mengajar dari pagi hari sampai dengan sore hari. Perihal ini dilakukan
untuk meminimalkan pengaruh negatif dari lingkungan tempat tinggal yang tidak
kondusif. Karena lingkungan yang ada di SDIT itu merupakan sarana untuk
membentuk akhlak islami bagi para siswanya. Pembelajaran yang dilakukan oleh
para guru SDIT Ukhuwah Islamiyah tentu saja memiliki berbagai tujuan, metode,
media, sasaran, dan evaluasi yang berbeda. Perihal ini dikarenakan adanya 16
mata pelajaran yang diselenggarakan di SDIT Ukhuwah Islamiyah.
Peneliti
merasakan fenomena kemunculan sekolah islam terpadu telah membawa pengaruh
positif bagi anak usia sekolah dasar. Pembiasaan akhlak islami merupakan salah
satu hasil fenomena pengaruh positif tadi. Namun peneliti ingin membahas desain
pembelajaran yang dilaksanakan pada lingkungan SDIT Ukhuwah Islamiyah. SDIT
Ukhuwah Islamiyah memiliki 4 pembelajaran bahasa yaitu Bahasa Indonesia, Bahasa
Inggris, Bahasa Arab, dan Bahasa Jawa. Fokus pengkajian desain pembelajaran itu
terletak pada mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas V di SDIT Ukhuwah
Islamiyah.
Peneliti
ingin mengetahui deskripsi implementasi model ASSURE dalam kegiatan pembelajaran.
Deskripsi implementasi model ASSURE diteliti di sekolah dasar berkaitan dengan
adanya penggunaan teknologi dan informasi. Penggunaan teknologi informasi itu
sudah dilakukan di SDIT Ukhuwah Islamiyah kelas V. Pada mata pelajaran Bahasa
Indonesia kelas V, guru Bahasa Indonesia sudah menggunakan laptop dalam
mengajar. Guru tersebut juga sudah mengetahui model ASSURE. Oleh karena itu,
peneliti ingin meneliti tentang deskripsi implementasi model ASSURE dalam
kegiatan pembelajaran Bahasa Indonesia kelas V di SDIT Ukhuwah Islamiyah.
G. Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan
yang diajukan pada penelitian ini merupakan pertanyaan yang dibuat sebagai
acuan dalam penelitian yang akan dijawab berdasarkan perolehan data-data yang
ada di lapangan. Pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana
cara guru menganalisis watak siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di
sekolah dasar?
2. Bagaimana
cara guru menetapkan tujuan pembelajaran dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di
sekolah dasar?
3. Bagaimana
cara guru memilih metode dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah dasar
4. Bagaimana
cara guru memilih media dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah dasar?
5. Bagaimana
cara guru menggunakan bahan ajar dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah
dasar?
6. Bagaimana
cara guru melibatkan para siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah
dasar?
7. Bagaimana
cara guru melakukan evaluasi dan revisi dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di
sekolah dasar?
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Jenis
Penelitian
Jenis
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Deskripsi penelitian ini diambil
berdasarkan data yang ada di lapangan, yaitu menggambarkan situasi yang terjadi
berdasarkan fakta, pengalaman, dan cerita yang terjadi di tempat penelitian.
John W. Creswell (2007: 55) berpendapat bahwa penelitian narasi itu memiliki
fokus konteks yang spesifik yaitu pada para guru dan para siswa di ruang
kelasnya. Penelitian ini nantinya melibatkan guru dalam mendesain sebuah mata
pelajaran di sekolah dasar.
Tujuan
penelitian kualitatif pada umumnya mencakup informasi tentang fenomena utama
yang dieksplorasi dalam penelitian, partisipan penelitian, dan lokasi
penelitian (Cresswell, J.W, 2009: 167). Peneliti bertindak mengamati kegiatan
pembelajaran Bahasa Indonesia kelas V di SDIT Ukhuwah Islamiyah. Peneliti
bertindak melakukan wawancara terhadap guru Bahasa Indonesia kelas V di SDIT
Ukhuwah Islamiyah. Peneliti bertindak mengumpulkan dokumen yang berkaitan
dengan kegiatan pembelajaran Bahasa Indonesia kelas V di SDIT Ukhuwah
Islamiyah.
B.
Tempat
dan Waktu Penelitian
Penelitian
ini dilakukan di SDIT Ukhuwah Islamiyah Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman
Daerah Istimewa Yogyakarta. Waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Januari tahun 2012 sampai dengan bulan Maret Tahun 2013.
C.
Subjek
dan Objek Penelitian
Subjek
penelitian ini adalah guru Bahasa Indonesia kelas V, dan beberapa siswa kelas
V. Penelitian dengan subjek guru mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas V adalah
untuk mengetahui cara guru mendesain pembelajaran. Penelitian dengan subjek
beberapa siswa kelas V adalah untuk mengetahui situasi keadaan proses
pembelajaran di kelas V. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik
purposive sampling, yaitu pengambilan
sampel berdasarkan sumber data yang dapat dipercaya. Sampel yang dipilih
berfungsi untuk mendapatkan informasi yang maksimum (Sugiyono, 2009: 219). Sesuai
pendapat Sugiyono maka peneliti berusaha mendapatkan informasi terhadap
beberapa siswa yang tentunya dianggap kompeten dan guru
Bahasa Indonesia kelas V.
Objek yang diteliti adalah desain pembelajaran yang
dilakukan guru mata pelajaran Bahasa Indonesia di Kelas V. Objek
lain yang diteliti adalah pembelajaran mata pelajaran Bahasa Indonesia di Kelas V SDIT
Ukhuwah Islamiyah Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa
Yogyakarta.
D.
Teknik
dan Instrumen Pengumpulan Data
1. Teknik Pengumpulan Data
McMillan dan Schumacher (2010:
343) berpendapat bahwa in qualitative research there are five major methods for gathering
data: observation, interviews, questionnaires, document review, and use of
audiovisual materials. Menurut McMillan dan Schumacher, ada lima
metode utama dalam penelitian kualitatif untuk mengumpulkan data: obeservasi,
wawancara, angket, meninjau kembali dokumen, dan penggunaan dari bahan ajar
audio visual. Berkaitan pendapat dari McMillan dan
Schumacher
maka peneliti tidak mengambil kelima metode tersebut. Peneliti akan
mengambil data dari observasi, wawancara, dan dokumentasi. Data observasi
adalah data pengamatan terhadap kegiatan pembelajaran Bahasa Indonesia kelas V
di SDIT Ukhuwah Islamiyah. Data wawancara adalah data hasil wawancara antara
peneliti dengan guru Bahasa Indonesia kelas V di SDIT Ukhuwah Islamiyah. Data
dokumentasi adalah data tertulis hasil latihan soal yang dilakukan siswa pada
kegiatan pembelajaran Bahasa Indonesia kelas V di SDIT Ukhuwah Islamiyah.
Peneliti
lebih memfokuskan penggunaan teknik pengumpulan data kualitatif seperti yang
dikemukakan John W. Creswell. Pendapat itu adalah there are three ways to collect data for stories: recording spontaneous
incidents of storytelling, eliciting stories through interviews, and asking for
stories through such medium as the internet (John W. Creswell, 2007: 131). Menurut Creswell, ada tiga cara untuk
mengumpulkan data pada narasi-narasi ini: merekam insiden yang spontan dari
pemberitahuan cerita, memunculkan cerita-cerita melalui wawancara, dan meminta
cerita melalui sarana seperti internet. Untuk merekam insiden maka peneliti
bisa menggunakan teknik observasi atau pengamatan. Untuk meminta cerita maka
peneliti bisa juga memakai sarana penggunaan dokumentasi.
2.
Instrumen
Pengumpulan Data
John W. Creswell (2009: 261)
berpendapat bahwa researcher as key
instrument. Maksud dari Creswell adalah peneliti sebagai instrumen kunci.
Menurut Creswell, para peneliti kualitatif mengumpulkan sendiri datanya melalui
dokumentasi, observasi perilaku, atau wawancara dengan partisipan. Instrument penelitian dalam penelitian kualitatif adalah peneliti itu
sendiri (Sugiyono, 2009: 305). Oleh karena itu, peneliti itu sendiri yang akan
menjadi instrumen utama dalam penelitian ini. Akan tetapi dalam pengumpulan
data, peneliti tetap akan berpegang pada kisi-kisi yang akan dituangkan dalam
pedoman observasi dan pedoman wawancara. Kisi-kisi wawancara tersebut dapat
dilihat pada lampiran 1. Untuk melihat indikator wawancara maka dapat dilihat
pada lampiran 2.
Dalam
penelitian ini, instrumen pengumpul data adalah lembar observasi, lembar wawancara, dan lembar dokumentasi.
Peneliti bertindak sebagai perencana dan pengumpul data di lapangan, sebagai
analis, dan sebagai pelapor hasil penelitian. Untuk membantu penelitian maka
dibuat instrumen untuk memudahkan peneliti, instrumen untuk teknik wawancara
menggunakan indikator wawancara, dan kisi-kisi wawancara. Peneliti juga
menggunakan instrumen untuk teknik pengamatan yaitu menggunakan pedoman
observasi. Untuk melihat pedoman observasi maka dapat dilihat pada lampiran 3.
E.
Keabsahan
Data
Menurut Sugiyono
(2009: 366), untuk menguji keabsahan data masih ada 4 hal yang harus diuji.
Yaitu kredibilitas, transferabilitas, dependabilitas, dan confirmabilitas.
1.
Uji Kredibilitas
Uji
kredibiltas ini dapat dilakukan dengan menggunakan triangulation. Menurut Sugiyono (2009: 372) triangulation dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai
pengecekkan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu.
Hal ini akan peneliti laksanakan selama pengambilan data dilakukan.
2.
Uji Transferabilitas
Menurut
Sugiyono (2009: 376-377) bahwa transferabilitas ini sama halnya dengan
validitas eksternal dalam penelitian kuantitatif dan uji transferabilitas ini
dapat dilakukan dengan penyusunan laporan penelitian secara sistematis, rinci,
jelas, dan dapat dipercaya. Oleh karena itu penyusunan laporan penelitian ini
sebisa mungkin akan dilakukan secara sistematis agar bisa diterima oleh orang
lain. Selain itu, penelitian ini akan disertai dengan dokumentasi-dokumentasi
selama penelitian berlangsung, sehingga derajat kepercayaan pada hasil
penelitian ini tinggi.
3.
Uji Dependabilitas
Dependabilitas
dalam penelitian kuantitatif sama dengan reliabilitas, di mana penelitian yang
reliabel adalah apabila orang lain dapat mengulangi/mereplikasi proses
penelitian tersebut (Sugiyono, 2009: 377). Peneliti akan meminta bantuan orang
lain, dalam hal ini adalah pembimbing tesis yang telah ditentukan, yang sejak
awal memahami dan mengerti tentang penelitian ini. Karena uji dependabilitas
ini dilakukan dengan melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian
mulai dari peneliti menentukan fokus hingga membuat kesimpulan.
4.
Uji Konfirmabilitas
Uji
konfirmabilitas dalam penelitian kuantitatif sama halnya dengan uji
obyektivitas, di mana penelitian dikatakan obyektif jika hasil penelitian disepakati banyak orang
(Sugiyono, 2009: 377). Uji konfirmabilitas ini dapat dilakukan setelah
melakukan uji transferabilitas dan dependabilitas dilakukan. Hal ini dapat
dikatakan, jika uji transferabilitas dan dependabilitas telah dilakukan, sama
halnya peneliti juga telah melakukan uji konfirmabilitas.
McMillan dan
Schumacher (2010: 379) berpendapat bahwa researchers
use triangulation, which is the cross-validation among data sources,
data collection strategies, time periods, and theoretical schemes. Menurut
McMillan dan Schumacher, para peneliti menggunakan triangulation yang mana adalah pengesahan berseberangan di antara sumber-sumber
data, strategi pengumpulan data, periode-periode waktu, dan perancangan
teoritis. Namun menurut peneliti, triangulation yang
dimaksud adalah mengaitkan pola antara pengumpulan data, observasi lapangan dan
informan ke dalam bentuk segitiga. Peneliti menggunakan technical triangulation yang merupakan cara mengecek data kepada
sumber yang sama dengan teknik berbeda.
Ketiga teknik yang digunakan adalah teknik observasi, wawancara, dan
dokumentasi.
F.
Teknik
Analisis Data
Qualitative
data analysis is primarily an inductive process of organizing data into
categories and identifying patterns and relationship among the categories
(McMillan dan Schumacher, 2010: 367). Mereka mengungkapkan bahwa, analisis data kualitatif merupakan suatu proses pengorganisasian data secara
induktif ke dalam kategori dan mengidentifikasi pola-pola dan hubungan di
antara kategori-kategori tersebut. Data-data
yang didapat dari penelitian kualitatif adalah data yang sangat beragam yang
kemudian akan dikategorikan kemudian dilakukan pemaknaan terhadap data-data
tersebut. Berdasarkan proses tersebut, analisis data dalam penelitian
kualitatif disebut dengan analisis induktif.
Cresswell,
J.W. (2009: 274) mengemukakan bahwa analisis data kualitatif bisa saja
melibatkan proses pengumpulan data, interpretasi, dan pelaporan hasil secara
serentak dan bersama-sama. Peneliti bisa melakukan analisis data ketika
wawancara berlangsung. Penelitian naratif melibatkan penceritaan kembali
cerita-cerita partisipan. Penceritaan kembali itu disusun dengan menggunakan
unsur-unsur struktural
seperti plot, setting, aktivitas,
klimaks, dan ending cerita.
Seperti yang diungkapkan oleh McMillan
dan Schumacher (2010: 367) bahwa, one
characteristic that distinguishes qualitative research from quantitative
research is that the analysis is done during data collection as well as after
all the data have been gathered. Bahwa
salah satu
karakteristik yang
membedakan
penelitian kualitatif dari penelitian kuantitatif adalah
bahwa
analisis dilakukan selama pengumpulan data serta setelah
semua data
telah terkumpul. Sehingga analisis data dalam penelitian
kualitatif ini dapat dimulai sejak awal penelitian dilakukan.
Inductive
analysis is the process through which qualitative researchers synthesize and
make meaning from the data, starting with specific data and ending with
categories and pattern (McMillan dan
Schumacher, 2010: 367). Mereka menyebutkan bahwa analisis induktif adalah
proses dimana peneliti kualitatif mensintesis dan
membuat
makna dari
data-data
yang ada dimulai dengan data yang spesifik dan
berakhir dengan kategori dan pola. Analisis induktif ini akan dimulai sejak pertama kali
peneliti
mengambil data di lapangan, hingga penelitian ini selesai.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rohim, et
al. 2009. Kebahasaan. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.
Ahmad Rofiuddin
dan Darmiyati Zuhdi. 2001. Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Tinggi. Malang: Penerbit Universitas
Negeri Malang.
Benny Agus
Pribadi. 2009. Model Desain Sistem
Pembelajaran. Jakarta: Dian Rakyat.
Cresswell, J.W.
2009. Research design: Pendekatan
Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
____________.
2009. Research design: Qualitative,
Quantitative, and Mixed Methods Approaches. California: Sage Publications.
____________.
2007. Qualitative Inquiry and Research
design: Choosing among Five Approaches. California: Sage Publications.
Darmiyati Zuchdi
dan Budiasih. 2001. Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia di Kelas Rendah. Yogyakarta: PAS.
Depdiknas. (2003). Undang-undang RI Nomor 20, Tahun
2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Dewi Salma
Prawiladilaga. 2007. Prinsip Desain
Pembelajaran. Jakarta: Prenada Media.
Egel, Ilknur
Pekkanli. 2009. English Language Learning
and Teaching Styles in Two Turkish Primary Schools. Society for Personality Research.
Elina
Syarif, Zulkarnaini, dan Sumarmo. 2009. Pembelajaran Menulis. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.
Elita
Burhanuddin, Hari Wibowo, dan Irmawati. 2009. Media. Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional.
Endah
Ariani Madusari, Teuku Alamsyah, dan Evi Dihanti. 2009.
Metodologi Pembelajaran. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.
Endang
Kurniawan dan Endah Mutaqimah. 2009. Penilaian. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional.
Farida
Ariani, Slamet Mulyana, dan Asep. 2009. Pembelajaran Mendengarkan. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.
Farida Rahim. 2008. Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.
Heinich, R., Molenda, M., Russell, J.,
& Smaldino, S. 1999. Instructional
media and technologies for learning. (6th ed.) Upper Saddle River, NJ:
Prince Hall.
_____________________________________________.
2001. Instructional Media and Technologies for Learning, 7th Edition. Englewood
Cliffs: Prentice Hall, Inc.
Lee, Y dan Takahashi, Akihiko. 2011. Lesson Plans and the Contingency of
Classroom Interactions. Springer Science Business Media.
McMillan, J.H.
& Schumacher, S. 2010. Research in
Education: Evidence-based Inquiry. New
Jersey: Pearson Education.
Mindes, Gayle. 2006. Teaching Young Children Social
Studies. London: Preger
Publishers.
Mudini dan
Salamat Purba. 2009. Pembelajaran
Berbicara. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Nasution. 2005. Berbagai
pendekatan dalam proses belajar dan mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Neal S. dan
Susan G.M. 2006. Instructional Design: A
Systematic Approach for Reflextive Practice. Boston: Pearson Education.
Nurhayati
Pandawa, Hairudin, dan Mislinatul Sakdiyah. 2009. Pembelajaran Membaca. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.
Popon Syuarah.
2008. Buku Panduan Wali Siswa. Yogyakarta:
Ash-Shaff.
Ross, E.W. 2006.
The Social Studies Curriculum: Purposes, Problems, and Possibilities. New York: State University of New
York Press.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif,
dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sumiati dan
Asra. 2009. Metode Pembelajaran. Bandung:
Wacana Prima.
Toto Ruhimat, et
al. 2011. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta:
Rajawali Pers.
www.auliya.sch.id/index.php?action=profil.main&xid=8. Keunggulan Sekolah Islam terpadu Auliya. Diambil
tanggal 16 Juli 2012.
www.uny.ac.id/berita/UNY/implementasi-pendidikan-karakter-dalam-dunia-pendidikan.
Implementasi Pendidikan Karakter dalam
Dunia Pendidikan. Diambil tanggal 17 Juli 2012.
www.endonesa.wordpress.com.
Pembelajaran Bahasa Indonesia.
Diambil tanggal 3 Agustus 2012.
www.republika.co.id/berita/menuju-jakarta-1/news/12/05/19/m498x4-hidayat-apresiasi-pendidikan-karakter-sekolah-islam-terpadu. Apresiasi Pendidikan Karakter Sekolah Islam Terpadu. Diambil
tanggal 16 Juli 2012.
www.sditiqra.org/sdit/news.php?noid=19&judul=Murid%20SDIT%20Iqra%20I%20Kota%20Bengkulu%20Raih%20Medali%20Emas%20di%20Kuala%20Lumpur. Berita dan
Artikel SDIT Iqra 1 Kota Bengkulu. Diambil
tanggal 16 Juli 2012.
Lampiran 1. Kisi-kisi
Wawancara
IMPLEMENTASI MODEL ASSURE (ANALYZE LEARNER, STATE OBJECTIVES, SELECT
METHODS AND MEDIA, UTILIZE MATERIALS, REQUIRES LEARNER PARTICIPATION, ALSO
EVALUATE AND REVISE) PADA
PEMBELAJARAN MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA DI KELAS V SDIT UKHUWAH ISLAMIYAH
YOGYAKARTA
No.
|
Indikator wawancara
|
Nomer butir
|
Jumlah
|
1
|
Menganalisis watak atau kepribadian
|
1, 2, 3
|
3
|
2
|
Menganalisis kebutuhan ekonomi
|
4, 5, 6
|
3
|
3
|
Menganalisis kemampuan siswa
|
94, 95, 96
|
3
|
4
|
Menetapkan tujuan pembelajaran
|
7, 8, 9
|
3
|
5
|
Memilih metode atau cara pembelajaran
|
10, 11, 12
|
3
|
6
|
Memilih media pembelajaran
|
13, 14, 15
|
3
|
7
|
Menggunakan metode ceramah
|
16, 17, 18
|
3
|
8
|
Menggunakan metode bermain peran
|
19, 20, 21
|
3
|
9
|
Menggunakan metode peragaan
|
22, 23, 24
|
3
|
10
|
Menggunakan metode penyelidikan
|
25, 26, 27
|
3
|
11
|
Menggunakan media audio
|
28, 29, 30
|
3
|
12
|
Menggunakan media visual
|
31, 32, 33
|
3
|
13
|
Menggunakan media audio visual
|
34, 35, 36
|
3
|
14
|
Menggunakan media sederhana dan rumit
|
37, 38, 39
|
3
|
15
|
Menggunakan bahan atau materi ajar
|
40, 41, 42
|
3
|
16
|
Menggunakan materi dari media cetak
|
43, 44, 45
|
3
|
17
|
Menggunakan materi dari media elektronik
|
46, 47, 48
|
3
|
18
|
Melibatkan siswa dalam pembelajaran
|
49, 50, 51
|
3
|
19
|
Memberikan penguatan ke siswa
untuk belajar
|
52, 53, 54
|
3
|
20
|
Memberikan hadiah ke siswa
|
55, 56, 57
|
3
|
21
|
Melakukan evaluasi dan revisi
|
58, 59, 60
|
3
|
22
|
Melakukan evaluasi formatif tiap pertemuan
|
61, 62, 63
|
3
|
23
|
Melakukan evaluasi sumatif tiap semester
|
64, 65, 66
|
3
|
24
|
Melakukan penilaian pembelajaran
|
67, 68, 69
|
3
|
25
|
Melakukan penilaian portofolio
|
70, 71, 72
|
3
|
26
|
Melakukan program remedial
|
73, 74, 75
|
3
|
27
|
Melakukan program pengayaan
|
76, 77, 78
|
3
|
28
|
Tanggapan tentang desain pembelajaran
|
79, 80, 81
|
3
|
29
|
Tanggapan pembelajaran mendengarkan
|
82, 83, 84
|
3
|
30
|
Tanggapan pembelajaran berbicara
|
85, 86, 87
|
3
|
31
|
Tanggapan pembelajaran membaca
|
88, 89, 90
|
3
|
32
|
Tanggapan pembelajaran menulis
|
91, 92, 93
|
3
|
Lampiran 2.
Indikator wawancara
IMPLEMENTASI MODEL ASSURE (ANALYZE LEARNER, STATE OBJECTIVES, SELECT
METHODS AND MEDIA, UTILIZE MATERIALS, REQUIRES LEARNER PARTICIPATION, ALSO
EVALUATE AND REVISE) PADA
PEMBELAJARAN MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA DI KELAS V SDIT UKHUWAH ISLAMIYAH
YOGYAKARTA
No
|
Indikator
wawancara
|
1
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru menganalisis kepribadian
siswa kelas 5 dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5 sekolah dasar?
|
2
|
Apakah menurut
bapak atau ibu guru, siswa kelas 5 menunjukkan kepribadian dan perilaku yang
dapat mempercepat proses pembelajaran? Apa alasannya?
|
3
|
Bagaimana cara
bapak atau ibu guru mengatasi perkelahian antar siswa dalam kegiatan
pembelajaran? Apa alasannya?
|
4
|
Bagamana tanggapan bapak atau ibu kepala sekolah mengenai
latar belakang kehidupan perekonomian yang dimiliki para siswa kelas 5?
|
5
|
Apakah menurut
bapak atau ibu guru sebagian besar siswa kelas 5 memiliki kebutuhan ekonomi
yang baik atau kurang baik? Apa alasannya?
|
6
|
Apakah menurut
bapak atau ibu guru sebagian siswa kelas 5 yang memiliki kebutuhan ekonomi
yang kurang baik akan mempengaruhi pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
Apa alasannya?
|
7
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru menetapkan tujuan
pembelajaran dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5 sekolah dasar?
|
8
|
Faktor atau peristiwa apakah menurut bapak atau ibu guru yang
menjadi penghambat menetapkan tujuan pembelajaran dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia di kelas 5?
|
9
|
Faktor atau peristiwa apakah menurut bapak atau ibu guru
yang menjadi pendukung menetapkan tujuan pembelajaran dalam pembelajaran
Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
10
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru memilih metode dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5 sekolah dasar?
|
11
|
Apakah kendala yang dihadapi bapak atau ibu guru untuk
memilih metode dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5 sekolah dasar?
|
12
|
Bagaimana tanggapan bapak atau ibu kepala sekolah
terhadap bapak atau ibu guru yang memilih metode dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia di kelas 5 sekolah dasar?
|
13
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru memilih media dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5sekolah dasar?
|
14
|
Apakah kendala yang dihadapi bapak atau ibu guru untuk
memilih media dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5 sekolah dasar?
|
15
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan
penggunaan media dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5 sekolah
dasar?
|
16
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru menggunakan metode
ceramah dalam pembelajaran dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
17
|
Apakah kendala yang dihadapi bapak atau ibu guru ketika menggunakan
metode ceramah dalam pembelajaran dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di
kelas 5?
|
18
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan terhadap
penggunaan metode ceramah dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
19
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru menggunakan metode
bermain peran dalam pembelajaran dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas
5?
|
20
|
Apakah kendala yang dihadapi bapak atau ibu guru ketika
menggunakan metode bermain peran dalam pembelajaran dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia di kelas 5?
|
21
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan terhadap
penggunaan metode bermain peran dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas
5?
|
22
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru menggunakan metode
peragaan dalam pembelajaran dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
23
|
Apakah kendala yang dihadapi bapak atau ibu guru ketika
menggunakan metode peragaan dalam pembelajaran dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia di kelas 5?
|
24
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan terhadap
penggunaan metode peragaan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
25
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru menggunakan metode
penyelidikan dalam pembelajaran dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas
5?
|
26
|
Apakah kendala yang dihadapi bapak atau ibu guru ketika
menggunakan metode penyelidikan dalam pembelajaran dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia di kelas 5?
|
27
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan terhadap
penggunaan metode penyelidikan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas
5?
|
28
|
Bagaimana cara
bapak atau ibu guru menggunakan media audio dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia di kelas 5?
|
29
|
Apakah kendala
yang dihadapi bapak atau ibu guru
untuk menggunakan media audio dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di
kelas 5?
|
30
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan terhadap
penggunaan media audio dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
31
|
Bagaimana cara
bapak atau ibu guru menggunakan media visual dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia di kelas 5?
|
32
|
Apakah kendala yang dihadapi bapak atau ibu guru untuk menggunakan media visual dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
33
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan terhadap
penggunaan media visual dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
34
|
Bagaimana cara
bapak atau ibu guru menggunakan media audio visual dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia di kelas 5?
|
35
|
Apakah kendala yang dihadapi bapak atau ibu guru untuk menggunakan media audio visual dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
36
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan terhadap
penggunaan media audio visual dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
37
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru menggunakan media
pembelajaran yang sederhana dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
38
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru menggunakan media
pembelajaran yang rumit dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
39
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mempersingkat
penggunaan kederhanaan media dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
40
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru menggunakan bahan atau
materi ajar dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia di kelas 5 sekolah dasar?
|
41
|
Apakah yang menjadi kendala bagi bapak atau ibu guru
menggunakan bahan atau materi ajar
dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5 sekolah dasar?
|
42
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan terhadap
penggunaan bahan atau materi ajar
dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
43
|
Ada berapakah buku
teks yang digunakan bapak atau ibu guru dalam pembelajaran Bahasa Indonesia
di kelas 5? Apakah digunakan semuanya? Apa alasannya?
|
44
|
Apakah bapak atau ibu guru menggunakan modul dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5? Apa alasannya?
|
45
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan terhadap
penggunaan buku yang dipakai dan mengumbar isu pelecehan seksual dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
46
|
Apakah bapak atau ibu guru menggunakan materi pelajaran
dari media elektronik seperti TV dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas
5? Apa alasannya?
|
47
|
Apakah bapak atau ibu guru menggunakan materi pelajaran
dari media komputer dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5? Apa
alasannya?
|
48
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan terhadap
penggunaan media komputer dan laptop dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di
kelas 5?
|
49
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru melibatkan para siswa
dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5 sekolah dasar?
|
50
|
Apakah yang menjadi kendala bagi bapak atau ibu guru
untuk melibatkan para siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5
sekolah dasar?
|
51
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan terhadap
siswa yang bersikap nakal dan mengganggu teman dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia di kelas 5?
|
52
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru memberikan penguatan
ke siswa seperti pujian dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
53
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru memberikan penguatan
ke siswa dengan gerakan isyarat dari anggota tubuh dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia di kelas 5?
|
54
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru memberikan penguatan
ke siswa dengan sentuhan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
55
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru memberikan hadiah ke
siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
56
|
Apakah yang menjadi kendala bagi bapak atau ibu guru
untuk memberikan hadiah ke siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas
5?
|
57
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan terhadap
pemberian hadiah ke siswa dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
58
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan terhadap
evaluasi dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
59
|
Apakah menurut bapak atau ibu guru evaluasi dapat menjadi
faktor penting dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5? Apa alasannya?
|
60
|
Apakah menurut bapak atau ibu guru revisi dapat menjadi
faktor penting dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5? Apa alasannya?
|
61
|
Apakah bapak atau ibu guru melakukan evaluasi formatif
dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5? Apa alasannya?
|
62
|
Apakah yang menjadi kendala bagi bapak atau ibu guru
untuk melakukan evaluasi formatif dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di
kelas 5?
|
63
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan terhadap
melakukan evaluasi formatif dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
64
|
Apakah bapak atau ibu guru melakukan evaluasi sumatif
dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5? Apa alasannya?
|
65
|
Apakah yang menjadi kendala bagi bapak atau ibu guru
untuk melakukan evaluasi sumatif dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
66
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan terhadap
melakukan evaluasi sumatif dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
67
|
Ada berapakah jenis penilaian yang dilakukan bapak atau
ibu guru dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5? Apakah digunakan
semuanya? Apa alasannya?
|
68
|
Apakah bapak atau ibu guru mengumpulkan karya-karya siswa
selama satu semester dan menilainya dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di
kelas 5? Apa alasannya?
|
69
|
Apakah para siswa menyukai cara menilai bapak atau ibu
guru dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5? Apa alasannya?
|
70
|
Sebutkan beberapa hal yang dilakukan bapak atau ibu guru
untuk penilaian portofolio dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
71
|
Apakah yang menjadi kendala bagi bapak atau ibu guru
untuk penilaian portofolio dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
72
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan terhadap
penilaian portofolio dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
73
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru melakukan program
remedial dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
74
|
Apakah yang menjadi kendala bagi bapak atau ibu guru
melakukan program remedial dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
75
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan terhadap
program remedial dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
76
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru melakukan program
pengayaan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
77
|
Apakah yang menjadi kendala bagi bapak atau ibu guru
untuk melakukan program pengayaan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di
kelas 5?
|
78
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan terhadap
program pengayaan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
79
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan terhadap
melakukan desain pembelajaran dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
80
|
Apakah yang menjadi kendala bagi bapak atau ibu guru
untuk melakukan desain pembelajaran pada mata pelajaran Bahasa Indonesia di
sekolah dasar?
|
81
|
Faktor atau peristiwa apakah menurut bapak atau ibu guru
yang menjadi pendukung untuk mendesain pembelajaran dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia di kelas 5?
|
82
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan terhadap
pembelajaran mendengarkan Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
83
|
Apakah siswa menyukai pembelajaran mendengarkan yang
diajarkan pada pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5 sekolah dasar?
|
84
|
Apakah yang menjadi kendala bagi bapak atau ibu guru
untuk melakukan pembelajaran mendengarkan Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
85
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan terhadap
pembelajaran berbicara Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
86
|
Apakah siswa menyukai pembelajaran berbicara yang
diajarkan pada pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5 sekolah dasar?
|
87
|
Apakah yang menjadi kendala bagi bapak atau ibu guru
untuk melakukan pembelajaran berbicara Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
88
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan terhadap
pembelajaran membaca Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
89
|
Apakah siswa menyukai pembelajaran membaca yang diajarkan
pada pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5 sekolah dasar?
|
90
|
Apakah yang menjadi kendala bagi bapak atau ibu guru
untuk melakukan pembelajaran membaca Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
91
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan terhadap
pembelajaran menulis Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
92
|
Apakah siswa menyukai pembelajaran menulis yang diajarkan
pada pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5 sekolah dasar?
|
93
|
Apakah yang menjadi kendala bagi bapak atau ibu guru
untuk melakukan pembelajaran menulis Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
94
|
Apakah siswa mampu untuk memahami pelajaran Bahasa Indonesia
Kelas 5 yang diajarkan bapak atau ibu guru mata pelajaran Bahasa Indonesia
Kelas 5?
|
95
|
Apakah siswa mampu untuk menyelesaikan tugas dari pelajaran
Bahasa Indonesia Kelas 5 dalam satu pertemuan di hari itu juga?
|
96
|
Apakah siswa mampu untuk mengikuti arahan dan petunjuk guru
dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
Lampiran 6. Pedoman
observasi
IMPLEMENTASI MODEL ASSURE (ANALYZE LEARNER, STATE OBJECTIVES, SELECT
METHODS AND MEDIA, UTILIZE MATERIALS, REQUIRES LEARNER PARTICIPATION, ALSO
EVALUATE AND REVISE) PADA
PEMBELAJARAN MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA DI KELAS V SDIT UKHUWAH ISLAMIYAH
YOGYAKARTA
A. Pelaksanaan
observasi
1. Peneliti
melakukan observasi pada SDIT Ukhuwah Islamiyah Yogyakarta pada bulan Januari
dan Februari 2013.
2. Kegiatan
observasi yang dilakukan peneliti dilakukan berulang kali sampai peneliti
menemukan banyak bukti yang dianggap telah memenuhi syarat untuk dijadikan data
dan dokumen.
3. Selama
observasi dilakukan maka peneliti mencatat, merangkum, dan mendeskripsikan
hasil observasi.
4. Peneliti
juga akan menggunakan lembar observasi ketika peneliti melakukan pengamatan.
5. Peneliti
membuat kesimpulan dari hasil observasi yang telah dilakukan.
B. Sasaran
observasi
1. Sasaran
pengamatan secara umum adalah Kepala Sekolah, guru yang mengajar mata pelajaran
Bahasa Indonesia kelas 5, dan beberapa siswa kelas 5.
2. Lokasi
observasi penelitian bertempat di SDIT Ukhuwah Islamiyah Yogyakarta.
3. Fasilitas
sekolah dalam menunjang kegiatan pembelajaran:
a. Media
pembelajaran.
b. Ruang
perpustakaan.
c. Laboratorium
komputer.
4. Aktivitas
Kepala Sekolah, guru, dan siswa yang ada di SDIT Ukhuwah Islamiyah Yogyakarta
mencakup:
a. Kehadiran
Kepala Sekolah, guru, dan siswa.
b. Interaksi
Kepala Sekolah dengan guru dan siswa dalam kegiatan pembelajaran.
c. Interaksi
Kepala Sekolah dengan guru dalam kegiatan pembelajaran.
d. Interaksi
Kepala Sekolah dengan siswa dalam kegiatan pembelajaran.
e. Interaksi
guru dan siswa dalam kegiatan pembelajaran.
f. Penggunaan
media oleh guru dalam kegiatan pembelajaran.
g. Penggunaan
media oleh siswa dalam kegiatan pembelajaran.
C. Tahapan
observasi
1. Observasi
deskripsi
Dilakukan pada tahap awal penelitian saat peneliti mengidentifikasi
subyek penelitian, yaitu: aktivitas Kepala Sekolah, guru, dan beberapa siswa
kelas 5. Peneliti juga memperhatikan semua aspek yang berhubungan dengan desain
pembelajaran dalam pembelajaran Bahasa Indonesia kelas V di SDIT Ukhuwah
Islamiyah Yogyakarta.
2. Observasi
terpusat
Observasi dilakukan tertuju dan mengarah langsung
terhadap orang yang diamati yaitu guru yang mengajar mata pelajaran Bahasa
Indonesia kelas 5. Guru tersebut diamati untuk mengetahui perilaku dalam
mendesain pembelajaran dan melakukan kegiatan empat aspek dalam pembelajaran
Bahasa Indonesia yaitu: mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.
3. Observasi
selektif
Observasi dilakukan secara teliti
dan cermat dalam memilih data yang lebih spesifik. Observasi juga dilakukan
untuk menentukan data yang paling relevan dengan masalah penelitian.