Tuesday, January 8, 2013

PROPOSAL TESIS IMPLEMENTASI MODEL ASSURE

PROPOSAL TESIS
IMPLEMENTASI MODEL ASSURE (ANALYZE LEARNER,
STATE OBJECTIVES, SELECT METHODS AND MEDIA, UTILIZE MATERIALS, REQUIRES LEARNER PARTICIPATION,
ALSO EVALUATE AND REVISE)
 PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI KELAS V
SDIT UKHUWAH ISLAMIYAH YOGYAKARTA

BAYU PURBHA SAKTI

NIM. 11712251012


 







 


Proposal tesis ini ditulis untuk memenuhi tugas

mata kuliah Seminar Proposal Tesis Program Studi Pendidikan Dasar


Dosen pengampu: 1. Dr. Muhammad Nur Wangid
2. Dr. Muhammad Farozin

 

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

DESEMBER

2012


DAFTAR ISI
                        Halaman
DAFTAR ISI……………………………………………………..…..          i
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………         ii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah…………………………………..           1
B.     Identifikasi Masalah…………………………………….....          7
C.     Pembatasan Masalah…………………………………...….          8
D.    Rumusan Masalah………………………………………....          8
E.     Tujuan Penelitian………………………………………….           9
F.      Manfaat Penelitian………………………………………...          9
BAB II LANDASAN TEORI
A.    Kajian Teori
1.      Pembelajaran Bahasa Indonesia
a.       Pembelajaran Mendengarkan……………………….           12
b.      Pembelajaran Berbicara…………………………….            13
c.       Pembelajaran Membaca…………………………….           14
d.      Pembelajaran Menulis………………………………           15
2.      Desain Pembelajaran Model ASSURE
a.       Analyze Learner…………………………………………            18
b.      State Objectives………………………………………….            19
c.       Select Methods…………………………….…………….            20
d.      Select Media……………………………………………..            25
e.       Utilize Materials…………………………………………            27
f.       Requires Learner Participation……………………….            30
g.      Evaluate and Revise…………………………………….            31
B.     Kajian Penelitian yang Relevan………………………..…            33
C.     Kerangka Pikir…………………………………………….           35
D.    Pertanyaan Penelitian…………………………………….            37

BAB III METODE PENELITIAN
A.    Jenis Penelitian……………………………………………           38
B.     Tempat dan Waktu Penelitian…………………………….           38
C.     Subjek dan Objek Penelitian………………………….…..           39
D.    Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data…………….….           39
E.     Keabsahan Data……………………………………….…..          42
F.      Teknik Analisis Data………………………………….…..           44
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………….….          46
























DAFTAR LAMPIRAN
                                    Halaman
Lampiran  1. Kisi-kisi wawancara……………………………………               49
Lampiran  2. Indikator wawancara……………………..…………….              52
Lampiran  3. Pedoman observasi……………………………….……               62
























BAB I
PENDAHULUAN

G.    Latar Belakang Masalah
Pendidikan dasar adalah modal pendidikan terpenting bagi setiap Warga Negara Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara. Pendidikan di sekolah dasar merupakan proses pembelajaran bersifat dasar yang mencakup berbagai ketrampilan sebelum berlanjut ke pendidikan di sekolah menengah.
Sekolah yang baik adalah sekolah yang selalu berusaha meninjau program sekolahnya dalam rangka memajukan pendidikan dan pengajaran di sekolah tersebut (Soekarto Indrafacrudi, 2006: 139). Sekolah swasta pun juga dituntut untuk memajukan pendidikan supaya tidak kalah dengan sekolah negeri. Sebenarnya banyak sekolah swasta yang memiliki kemajuan pendidikan. Salah satu hasil kemajuan pengajaran dilaksanakan di sekolah islam terpadu sebagai sekolah swasta yang baik adalah keberhasilan Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Iqra 1  Kota Bengkulu dalam meraih 2 medali emas, 1 medali perak, dan 3 medali perunggu dalam kompetisi International Islamic School Robot Olympiad (IISRO), yang berlangsung di Kuala Lumpur, Malaysia, pada 24 s/d 29 Mei 2012 (www.sditiqra.org/sdit/news).
Hidayat Nur Wahid menilai keberadaan Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT) telah banyak melakukan pendidikan karakter baik kepada peserta didik maupun pengajarnya (www.republika.co.id/berita/menuju-jakarta-1/news/12/05/19). JSIT, melalui sekolah islam terpadunya, terbukti tidak pernah terjebak dalam transaksi-transaksi pendidikan seperti pembocoran soal Ujian Nasional dan yang lainnya.
Model pembangunan karakter dirangkum dalam “Model Lima E” yaitu example atau teladan, experience atau pengalaman, education atau pendidikan, environment atau lingkungan, dan evaluation yang merupakan bentuk memberikan keputusan terhadap suatu keadaan berdasarkan pertimbangan tertentu (www.uny.ac.id/berita/UNY/implementasi-pendidikan-karakter-dalam-dunia-pendidikan). Karakter atau watak pada hakekatnya merupakan ciri khas kepribadian yang berkaitan dengan timbangan moralitas normatif yang berlaku. Kualitas kepribadian seseorang bersifat relatif tetap dan akan tercermin dalam penampilan kepribadiannya ditinjau dari sudut timbangan nilai moral normatif.
Salah satu contoh Sekolah Islam Terpadu adalah sekolah yang berbasis pendidikan Tahfizhul Quran (Aischa Revaldi, 2010: 83).  Sekolah seperti SD Islam Terpadu merupakan salah satu contoh dari implementasi dari full day school.  Kelebihan lainnya adalah pelajaran fasih membaca Al-Quran (Tahsin) yang lebih diutamakan. Dalam kurikulum, mata pelajarannya pun bermuatan spiritual. Salah satu contoh SD Islam Terpadu adalah Sekolah Dasar Islam terpadu Auliya yang mengadakan pengajaran membaca Al-Qur'an dengan metode A Ba Ta Tsa, menghafal Juz 30, surat pendek, hadits, dan doa pilihan (www.auliya.sch.id). 
Abdul Rohim, et al (2009: 36) menyatakan bahwa pembelajaran kebahasaan di sekolah dasar diintegrasikan pada pembelajaran keterampilan berbahasa, seperti menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Dalam pengajaran Bahasa Indonesia di sekolah dasar yang bertumpu pada kemampuan baca tulis maka pembelajarannya tidak hanya pada tahap keberwacanaan yang biasanya dilakukan di kelas rendah sampai kelas tinggi. Pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah dasar seharusnya sudah sampai pada tahap mahir wacana yang mulai dilaksanakan pada pembelajaran di kelas tinggi. Hal ini dikarenakan rendahnya kemampuan lulusan sekolah dasar dalam penguasaan kemampuan baca tulis.
Menurut Didin Widyartono (www.endonesa.wordpress.com), belajar bahasa pada hakikatnya adalah belajar komunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa diarahkan untuk meningkatkan kemampuan  pembelajar dalam berkomunikasi, baik lisan maupun tulis. Pembelajaran  yang menarik dan menarik perhatian tentunya akan menumbuhkan minat siswa untuk menyenanginya. Peneliti pun termotivasi untuk mengamati pembelajaran Bahasa Indonesia di SDIT Ukhuwah Islamiyah.
Dewi Salma Prawiladilaga (2007: 26) berpendapat bahwa penyusunan desain pembelajaran, terlepas dari model yang dipilih merupakan tugas suatu tim. Tim itu terdiri dari desainer, pengajar, ahli materi, dan penilai. Seorang guru yang kreatif tentunya memiliki beberapa desain pembelajaran yang berbeda dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar.
Benny Agus Pribadi (2009: 59) berpendapat bahwa hasil dari proses desain sistem pembelajaran berupa cetak biru yang berisi rancangan sistematik dan menyeluruh dari sebuah aktivitas atau proses pembelajaran. Desain pembelajaran model ASSURE adalah sebuah desain pembelajaran yang sederhana dan praktis untuk digunakan dalam proses pembelajaran. Langkah-langkah dalam model ini adalah menganalisis karakteristik siswa, menetapkan tujuan pembelajaran, menyeleksi media, dan metode,   menggunakan bahan ajar, melibatkan siswa dalam kegiatan belajar, serta melakukan evaluasi dan revisi pembelajaran.
Penelitian ini dilaksanakan di SDIT Ukhuwah Islamiyah karena SDIT tersebut merupakan SDIT yang pertama kali didirikan di kecamatan kalasan. Popon Syuarah (2008: 1) mengemukakan bahwa SD Islam Terpadu Ukhuwah Islamiyah didirikan pada tahun 2003 setelah setahun sebelumnya didirikan TKIT Ukhuwah Islamiyah. SDIT Ukhuwah Islamiyah menggunakan integral curriculum. Kurikulum ini adalah kurikulum keterpaduan antara Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dengan kurikulum Sekolah Islam Terpadu (SIT). Selain itu, juga ada buku evaluasi harian yang digunakan para guru untuk berkomunikasi dengan para orang tua. SDIT Ukhuwah Islamiyah menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar dari pagi hari sampai dengan sore hari. Hal ini dikarenakan lingkungan yang ada di SDIT itu merupakan sarana untuk membentuk akhlak islami bagi para siswanya. Pembelajaran yang dilakukan oleh para guru SDIT Ukhuwah Islamiyah tentu saja memiliki berbagai tujuan, metode, media, sasaran, dan evaluasi yang berbeda. Perihal ini dikarenakan adanya 16 mata pelajaran yang diselenggarakan di SDIT Ukhuwah Islamiyah. Berdasarkan wawancara dan observasi awal yang dilakukan peneliti, pada awal berdirinya SDIT Ukhuwah Islamiyah ini masih diampu beberapa guru yang tidak sesuai latar belakangnya dengan bidang studinya.
Darmiyati Zuchdi dan Budiasih (2001: 34) berpendapat bahwa metode pembelajaran bahasa adalah rencana pembelajaran bahasa yang mencakup pemilihan, penentuan, dan penyusunan secara sistematis bahan yang akan diajarkan. Berdasarkan hasil observasi awal, aplikasi dari metode pembelajaran Bahasa Indonesia di SDIT Ukhuwah Islamiyah menggunakan beberapa metode termasuk metode ceramah dan tanya jawab tetapi belum diketahui secara pasti mengenai variasi metode lainnya yang telah digunakan.
Informasi yang diperoleh siswa melalui media di sekolah dasar sangat menunjang dalam  pengetahuan bahasa. Peneliti termotivasi untuk mengamati media-media yang terdapat di SDIT Ukhuwah Islamiyah. Sumiati dan Asra (2009: 161) berpendapat bahwa konsep tentang kemanfaatan alat bantu pandang dengar didasarkan atas konsep tentang peroleh pengalaman seseorang melalui media pembelajaran (perantara) yang digunakan. Salah satu media yang tersedia di SDIT Ukhuwah Islamiyah adalah media komputer. Namun media yang digunakan dalam  proses pembelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Bahasa Arab, dan Bahasa Jawa  terbatas pada papan tulis. Para guru juga belum optimal dalam  menggunakan media pembelajaran berupa media komputer pada empat mata pelajaran bahasa yaitu Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Bahasa Arab, dan Bahasa Jawa. Mayoritas dari mereka masih melaksanakan pembelajaran di ruang kelas.
Ahmad Rofiuddin dan Darmiyati Zuhdi (2001: 150) berpendapat bahwa kegiatan evaluasi pengajaran bahasa dapat dipilah menjadi dua macam yaitu penilaian proses belajar dan penilaian hasil belajar. Berdasarkan hasil observasi awal maka peneliti belum mengetahui cara guru mengevaluasi pembelajaran mata pelajaran Bahasa Indonesia di SDIT Ukhuwah Islamiyah. Hal itu disebabkan guru tersebut sibuk dalam menjalani kegiatan pembelajaran di sekolah tersebut.
Fenomena terbaru yang dihasilkan dari proses pembelajaran di SDIT Ukhuwah Islamiyah adalah ada beberapa siswa yang memiliki nilai di atas sembilan dari beberapa mata pelajaran yang diujikan untuk UASBN tahun 2012 di Kecamatan Kalasan. Ada siswa yang memperoleh nilai Bahasa Indonesia 9,80 dengan nilai tertinggi 10,00. Ada siswa yang memperoleh nilai Matematika 10,00 dengan nilai tertinggi 10,00. Ada siswa yang memperoleh nilai IPA 9,25 dengan nilai tertinggi 10,00. Nilai rata-rata yang diperoleh SDIT Ukhuwah Islamiyah adalah nilai rata-rata Bahasa Indonesia 8,31; nilai rata-rata Matematika 7,76; dan nilai rata-rata IPA 8,01. Nilai rata-rata dari ketiga mata pelajaran tersebut adalah  8,03 dan berada di atas nilai rata-rata ketiga mata pelajaran dari semua sekolah dasar yang ada di Kecamatan Kalasan yaitu 7,85. Hal ini berdasarkan data yang diambil dengan pengamatan peneliti dari UPT Pendidikan Kecamatan Kalasan. Namun, diketahui bahwa nilai rata-rata Bahasa Indonesia di  SDIT Ukhuwah UASBN tahun 2012 masih di bawah nilai rata-rata dari semua sekolah dasar di Kecamatan Kalasan. Sering kali guru mata pelajaran Bahasa Indonesia di SDIT Ukhuwah islamiyah menggunakan pembelajaran kontekstual. Hal ini mendorong peneliti untuk mengetahui gambaran mendesain pembelajaran Bahasa Indonesia di SDIT Ukhuwah Islamiyah karena belum diketahuinya gambaran penjelasan dan uraian tentang desain pembelajaran mata pelajaran tersebut.
Selama ini peneliti belum mengetahui gambaran desain pembelajaran pada pembelajaran Bahasa Indonesia di Kelas V SDIT Ukhuwah Islamiyah  karena para siswa kelas tersebut tentunya belum dipersiapkan untuk menghadapi UASBN. Berdasarkan pada latar belakang masalah tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana implementasi desain pembelajaran model ASSURE pada pembelajaran Bahasa Indonesia di Kelas V SDIT Ukhuwah Islamiyah Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta.

H.    Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti telah mengidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:
1.      Guru SDIT Ukhuwah Islamiyah belum optimal dalam menggunakan media pembelajaran berupa media komputer pada mata pelajaran Bahasa Indonesia.
2.      Belum diketahui gambaran desain pembelajaran yang dirancang oleh guru mata pelajaran Bahasa Indonesia di SDIT Ukhuwah islamiyah.


I.       Pembatasan Masalah
Pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah dasar memiliki beberapa kendala dalam metode, media, dan evaluasi. Kendala ini menyebabkan guru sekolah dasar untuk mendesain sebuah mata pelajaran Bahasa Indonesia. Berdasarkan hasil identifikasi permasalahan, maka penelitian ini dibatasi pada implementasi desain pembelajaran model ASSURE yang diterapkan guru Bahasa Indonesia pada pembelajaran Bahasa Indonesia yang berada di Kelas V SDIT Ukhuwah Islamiyah Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta.

J.      Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana deskripsi implementasi desain pembelajaran model ASSURE pada pembelajaran mata pelajaran Bahasa Indonesia di Kelas V SDIT Ukhuwah Islamiyah Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta?

K.    Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi desain pembelajaran model ASSURE pada pembelajaran Bahasa Indonesia di Kelas V SDIT Ukhuwah Islamiyah Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta.


L.     Manfaat Penelitian
1.      Secara teoritis
Memberikan sumbangan pemikiran ilmiah untuk perkembangan pendidikan di SDIT Ukhuwah Islamiyah dalam mendesain pembelajaran Bahasa Indonesia
2.      Secara praktis
a.         Bagi Penulis
Dapat memberikan pengalaman ilmiah dalam melakukan penelitian ilmiah.
b.        Bagi Guru
Sebagai dorongan untuk untuk mendesain pembelajaran Bahasa Indonesia. yang kreatif dan inovatif sehingga mampu meningkatkan hasil belajar peserta didik walaupun dalam kondisi yang tidak memadai untuk melakukan proses belajar mengajar.
c.       Bagi Sekolah
Sebagai penambah wawasan dan informasi untuk pengembangan pendidikan di sekolah untuk perbaikan mutu pendidikan.









BAB II
LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori
1.      Pembelajaran Bahasa Indonesia
Bahasa adalah suatu sistem lambang berupa bunyi, bersifat arbitrer, digunakan oleh suatu masyarakat tutur untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri (Abdul Rohim, et al, 2009: 4). Sebagai sebuah sistem, maka bahasa terbentuk oleh suatu aturan, kaidah, atau pola-pola tertentu, baik dalam tata bunyi, tata bentuk kata, maupun kalimat. Aturan tersebut diajarkan sejak anak-anak mulai belajar di sekolah dasar.
Darmiyati Zuchdi dan Budiasih (2001: 27) mengemukakan bahwa pembelajaran bahasa di sekolah dasar juga mempunyai pengaruh yang paling besar dalam pemerolehan bahasa. Anak-anak yang belajar di kelas rendah sekolah dasar adalah mereka yang paling kuat dalam menerima pemerolehan bahasa.
Ahmad Rofiuddin dan Darmiyati Zuhdi (2001: 2) mengemukakan bahwa dalam pembelajaran bahasa secara holistik setiap anak memperoleh kesempatan untuk belajar dan mengajar. Hal ini dapat dilakukan dengan menjelaskan, mengemukakan pendapat, bertanya, menjawab pertanyaan, dan sebagainya.


a.      Pembelajaran Mendengarkan
Farida Ariani, Slamet Mulyana, dan Asep (2009: 10) berpendapat bahwa pembelajaran mendengarkan yang dilakukan oleh siswa harus merupakan proses pemahiran mendengarkan yang dilatihkan dan dialami. Ini berarti bahwa konsep pembelajaran mendengarkan yang dilakukan oleh siswa merupakan kegiatan mendengarkan sebagaimana yang dialami oleh siswa dalam kehidupan nyata di masyarakat.
Abdul Rohim, et al (2009: 36) mengemukakan bahwa pembelajaran mendengarkan melalui penyampaian pesan secara berantai juga baik dilaksanakan. Setelah menerima pesan, para siswa langsung diminta untuk mengucapkan kata yang baru disimaknya/didengarnya itu.
Anak yang lahir dengan normal dilengkapi dengan kemampuan mendengarkan yang akan berkembang dan meningkat melalui proses belajar (Farida Ariani, Slamet Mulyana, dan Asep, 2009: 38). Proses belajar yang dilaluinya itu akan menjadikan yang bersangkutan memiliki kemampuan mendengarkan yang efektif. Pelajar atau mahasiswa yang tidak pandai mendengarkan pelajaran/kuliah yang diberikan guru/dosennya akan mendapat kesukaran dalam mengikuti pelajarannya itu, bahkan besar sekali kemungkinannya gagal bagi mereka.
b.      Pembelajaran Berbicara
Mudini dan Salamat Purba (2009: 21) berpendapat bahwa pembelajaran berbicara harus berorientasi pada aspek penggunaan bahasa, bukan pada aturan pemakaiannya. Berdasarkan hal tersebut, pembelajaran berbicara di kelas semestinya diarahkan untuk membuat dan mendorong siswa mampu mengemukakan pendapat, bercerita, melakukan wawancara, berdiskusi, bertanya jawab, dan berpidato dan sebagainya.
Abdul Rohim, et al (2009: 38) mengemukakan bahwa pembelajaran berbicara tidak bisa ditinggalkan begitu saja. Setiap pembicaraan pasti mengandung nada, irama, dan intonasi. Pendengar akan bisa membedakan apakah perkataan itu berupa pertanyaan, seruan, ataukah hanya sekedar berita atau informasi.
Kemampuan berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi artikulasi atau mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan (Mudini dan Salamat Purba, 2009: 43). Pendengar menerima informasi melalui rangkaian nada, tekanan, dan penempatan persendian. Jika komunikasi berlangsung secara tatap muka, berbicara dapat dibantu dengan mimik dan pantomimik pembicara. Siswa membutuhkan keterampilan berbicara dalam interaksi sosialnya. Siswa akan dapat mengungkapkan pikiran dan perasaanya secara efektif jika ia terampil berbicara.
c.       Pembelajaran Membaca
Nurhayati Pandawa, Hairudin, dan Mislinatul Sakdiyah  (2009: 16) berpendapat bahwa pembelajaran membaca merupakan kemampuan pemahaman yang diajarkan secara seimbang dan terpadu. Seimbang dalam arti pembelajaran membaca disampaikan secara seimbang dengan keterampilan berbahasa lain. Dalam kegiatan pembelajaran membaca, KD membaca akan menjadi fokus pembelajaran, sedangkan aspek keterampilan berbahasa lain menyertai dalam kegiatan pembelajaran. Hal itulah yang dimaksud dengan adanya keseimbangan keempat aspek tadi.
Abdul Rohim, et al (2009: 39) mengemukakan bahwa Pembelajaran membaca bagi para siswa, hendaknya dimulai dengan pelatihan membaca nyaring, yaitu dengan cara simakan antara siswa. Dengan cara itu, siswa bisa mengoreksi secara langsung kesalahan baca yang dilakukan temannya baik kesalahan intonasi, lagu,penghentian, mapun kesalahan pengucapan kata.
Membaca merupakan proses berpikir atau bernalar (proses aktif dan bertujuan) yang dilakukan melalui proses mempersepsi dan memahami informasi serta memberikan makna terhadap bacaan yang dilakukan oleh pembaca (Nurhayati Pandawa, Hairudin, dan Mislinatul Sakdiyah, 2009: 31). Dalam membaca, pembaca mengolah informasi secara kritis dan kreatif yang dilakukan dengan tujuan memperoleh pemahaman yang bersifat menyeluruh. Pada akhirnya pembaca dapat memberikan penilaian terhadap keadaan, nilai, fungsi, dan dampak bacaan tersebut.
d.      Pembelajaran Menulis
Elina Syarif, Zulkarnaini, dan Sumarmo (2009: 15) berpendapat bahwa pembelajaran menulis lebih condong ke arah praktik ketimbang teori. Ini tidak berarti pembahasan teori menulis ditabukan dalam pengajaran menulis. Pertimbangan antar praktek dan teori sebaiknya lebih banyak praktek dari teori. Keterampilan menulis bersifat mekanistik. Ini berarti bahwa penguasaan keterampilan menulis tersebut harus melalui latihan atau praktik. Dengan perkataan lain, semakin banyak seseorang melakukan kegiatan menulis semakin terampil menulis yang bersangkutan.
Abdul Rohim, et al (2009: 40) mengemukakan bahwa pembelajaran menulis hendaknya ditekankan pada ketelitian penulisan huruf terutama penulisan kata-kata serapan. Kata-kata seperti efektifitas, kwartal, atlit, tehnik, konsekwen, jadual, sistim, jaman, analisa, kuitansi masing-masing sering muncul pada tulisan-tulisan ilmiah. Bentuk-bentuk yang baku dari kata-kata tersebut adalah efektivitas, kuartal, atlet, teknik, konsekuen, jadwal, sistem, zaman, analisis, dan kwitansi.
Menulis bukan sesuatu yang diperoleh secara spontan, tetapi memerlukan usaha sadar “menuliskan” kalimat dan mempertimbangkan cara mengkomunikasikan dan mengatur (Elina Syarif, Zulkarnaini, dan Sumarmo, 2009: 32). Tulisan diibaratkan sebagai bank memori yang berguna untuk mengatasi kelemahan daya ingat seseorang, terutama untuk mengingat gagasan-gagasan yang pernah dilontarkan orang tentang berbagai hal. Tulisan seorang guru kelas sangatlah mempengaruhi pemahaman tentang tulisan dari para siswanya.
2.      Desain Pembelajaran Model ASSURE
Model Assure ini adalah salah satu model desain sangat logis dan sederhana dan diciptakan satu pemandu prosedur untuk perencanaan dan menjalankan pembelajaran yang menggabungkan media (Heinich et al.: 31, 1999). Suatu desain baik pelajaran memulai dengan menangkap perhatiannya pelajar, menyatakan maksud tujuan yang akan dijumpai, mempresentasikan materi baru, melibatkan murid di praktek, menilai pemahaman penyediaan umpan balik dan akhirnya menyediakan aktivitas tindak lanjut. Model Assure ini adalah pembelajaran yang sangat memusatkan ke siswa. Model Assure ini memfokuskan pada karakteristik umumnya pelajar,  mengidentifikasi kemampuan awal spesifik yang dikehendaki, dan mengevaluasi gaya pembelajaran.
Sasaran pembelajaran model Assure ini yang baik harus mempunyai empat bagian yaitu pendengar, perilaku, kondisi, dan derajat keakuratan (Heinich et al. 2001). Sasaran tersebut bisa sebagai siswa sekolah dasar (SD). Siswa SD tentunya memiliki pemahaman pendengaran yang berbeda jika dibandingkan antar kelas 3 dengan kelas 6. Setelah mendengar perintah dari kegiatan pembelajaran maka mereka juga memiliki perilaku yang berbeda pula. Kondisi dari hasil belajar yang dilakukan mereka juga akan berbeda. Sebagai contoh tentang penggunaan kalkulator jika diberikan pada siswa kelas 3 dan kelas 6. Jika untuk mengukur derajat keakuratan maka dapat dihitung dengan 80 % jawaban yang benar. Sebagai contoh, jika siswa menjawab 4 jawaban yang benar dari 5 jawaban yang diberikan.
Neal S. dan Susan G.M. (2006: 41) mengemukakan bahwa the ASSURE model selects and implements instructional technology and media within learning activities. Maksud mereka adalah bahwa model ASSURE memilih dan menerapkan pembelajaran teknologi dan media dalam aktivitas belajar.  Pemilihan media pembelajaran yang dilakukan guru akan mempengaruhi aktivitas belajar yang dialami para siswanya. .
Endah Ariani Madusari, Teuku Alamsyah, dan Evi Dihanti. (2009: 3) menyatakan bahwa strategi pembelajaran harus mengandung penjelasan tentang metode/prosedur dan teknik yang digunakan selama proses pembelajaran berlangsung. Dengan kata lain, strategi pembelajaran mempunyai arti yang lebih luas daripada metode dan teknik. Artinya, metode/prosedur dan teknik pembelajaran merupakan bagian dari strategi pembelajaran. Istilah strategi pembelajaran dapat diketahui dari penggunaan metode dan teknik pembelajaran yang diturunkan secara aplikatif, nyata, dan praktis di kelas saat pembelajaran berlangsung.
Benny Agus Pribadi (2009: 111) berpendapat bahwa model ASSURE lebih difokuskan pada perencanaan pembelajaran untuk digunakan dalam situasi pembelajaran di kelas secara aktual. Model ini sangat membantu para desainer dan pengajar untuk mengetahui tentang bagaimana pembelajaran akan dilakukan.
Menurut Dewi Salma Prawiladilaga (2007: 47) walaupun model ASSURE berorientasi pada KBM tetapi model ini tidak menyebutkan strategi pembelajaran secara eksplisit. Strategi pembelajaran pada model ini dikembangkan melalui select methods, media, utilize materials, dan learner participation.
Ada enam langkah untuk melaksanakan proses pembelajaran dengan menggunakan desain pembelajaran model ASSURE. Langkah-langkah tersebut yaitu a) analyze learner, b) state objectives, c) select methods and media, d). utilize materials, e) requires learner participation, also f) evaluate and revise. Namun peneliti ingin membagi langkah pada butir ketiga yaitu select methods and media menjadi dua bagian. Peneliti pun mengkaji butir ketiga tadi menjadi select methods and select media yang masing-masing pemilihan metode, media, dan penggunaan materi/bahan ajar memiliki kajian sendiri.

a.      Analyze Learner (Menganalisis Pembelajar)
Pembelajar adalah pihak yang menjadi fokus suatu pembelajaran (Dewi Salma Prawiladilaga, 2007: 37). Informasi yang paling diperlukan untuk diketahui dalam pembelajaran yaitu sifat/watak siswa. Guru harus mengetahui sifat/watak yang baik dan kurang baik yang dimiliki oleh para siswa.
Sumiati dan Asra (2009: 4) berpendapat bahwa pada awal pembelajaran itu guru lebih aktif karena banyak yang harus dilakukan. Namun pada proses pembelajaran selanjutnya, guru menjadi semakin pasif. Pada bagian tengah dan akhir pembelajaran, siswa lebih aktif karena merekalah yang lebih banyak melakukan kegiatan belajar.
Benny Agus Pribadi (2009: 113) mengemukakan bahwa langkah awal yang perlu dilakukan dalam menerapkan model ASSURE adalah mengidentifikasi student’s characteristic yang akan melakukan aktivitas pembelajaran. Setiap siswa pasti memiliki sifat/watak yang berbeda-beda dalam menghadapi suatu proses pembelajaran. Hal ini menjadi tugas seorang guru untuk menganalisis siswa dalam sebuah pembelajaran.
Nasution (2005: 33) menyatakan bahwa setiap guru yang menghadapi kelas baru, lebih dulu menerima jika para siswa yang berada dalam kelas itu tidak sama pandainya. Dalam setiap pembelajaran, siswa merupakan faktor terpenting. Siswa yang lebih pintar dapat digunakan sebagai pembantu guru dalam proses pembelajaran.
b.      State Objectives (Menyatakan Maksud Tujuan)
Toto Ruhimat, et al. (2011: 148) menyatakan bahwa tujuan pembelajaran merupakan suatu target yang ingin dicapai oleh kegiatan pembelajaran. Keberhasilan yang diperoleh siswa tentu saja tergantung dari tujuan awal pembelajaran yang disusun oleh guru. Rumusan tujuan pembelajaran merupakan penjabaran kompetensi yang akan dikuasai oleh pembelajar jika mereka telah selesai dan berhasil menguasai materi ajar tertentu (Dewi Salma Prawiladilaga, 2007: 37). Dalam merumuskan tujuannya, seorang guru terlebih dulu harus mengenali kemampuan yang dimiliki para siswa.
Sumiati dan Asra (2009: 10) berpendapat bahwa tujuan pembelajaran pada dasarnya merupakan harapan, yaitu tentang apa yang diharapkan dari siswa sebagai hasil belajar. Dalam sistem pembelajaran, tujuan adalah sasaran yang dituju. Suatu sasaran harus jelas menggambarkan sesuatu keadaan. Jadi, tujuan pembelajaran harus dapat member gambaran secara jelas tentang bentuk perilaku yang diharapkan.
Nasution (2005: 177) menyatakan bahwa hendaknya tujuan pembelajaran harus dirumuskan dalam bentuk kemampuan yakni hal-hal yang dilakukannya dan yang tidak dapa dilakukannya sebelum siswa belajar. Seorang guru harus memahami kemampuan para siswanya dulu sebelum menyusun tujuan pembelajaran.
c.       Select Methods (Memilih Metode-metode)
Endah Ariani Madusari, Teuku Alamsyah, dan Evi Dihanti. (2009: 2) menyatakan bahwa Metode merupakan jabaran dari pendekatan dan satu pendekatan dapat dijabarkan ke dalam berbagai metode. Dalam suatu pembelajaran, guru harus mampu menggunakan pendekatan yang sesuai dengan apa yang dipelajari oleh para siswa. Pendekatan yang dilakukan bapak dan ibu guru tersebut dapat diwujudkan dengan memilih metode pembelajaran yang akan dipakai.
Sumiati dan Asra (2009: 92) berpendapat bahwa metode pembelajaran menekankan pada proses belajar siswa secara aktif dalam upaya memperoleh kemampuan hasil belajar. Metode pembelajaran yang digunakan pada dasarnya berfungsi sebagai bimbingan agar siswa belajar. Metode pembelajaran memungkinkan setiap siswa supaya dapat belajar sesuai dengan bakat dan kemampuan masing-masing.
Toto Ruhimat, et al. (2011: 153) menyatakan bahwa metode dan teknik di dalam proses belajar mengajar bergantung pada tingkah laku yang terkandung di dalam rumusan tersebut. Metode dan teknik yang digunakan untuk tujuan menyangkut pengetahuan akan berbeda dengan metode dan teknik yang digunakan untuk tujuan yang menyangkut ketrampilan atau sikap.
Endah Ariani Madusari, Teuku Alamsyah, dan Evi Dihanti. (2009: 10) mengemukakan bahwa terdapat 10 metode pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Sepuluh metode pembelajaran tersebut adalah
1)      Metode Audiolingual
Dalam audiolingual yang berdasarkan pendekatan struktural ini, bahasa yang diajarkan dicurahkan pada lafal kata, dan pelatihan pola-pola kalimat berkali-kali secara intensif. Guru meminta siswa untuk mengulang-ulang sampai tidak ada kesalahan.
2)      Metode Komunikatif
Contoh dari metode komunikatif ini yaitu  menyampaikan pesan kepada orang lain yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Tujuan itu dapat dipecah menjadi (a) memahami pesan, (b) mengajukan pertanyaan untuk menghilangkan keraguan, (c) mengajukan pertanyaan untuk memperoleh lebih banyak informasi, (d) membuat catatan, (e) menyusun catatan secara logis, dan (f) menyampaikan pesan secara lisan. Dengan begitu, untuk materi bahasan penyampaian pesan saja, aktivitas komunikasi dapat terbangun secara menarik, mendalam, dan membuat siswa lebih intensif.
3)      Metode Produktif
Dengan menggunakan metode produktif ini diharapkan siswa dapat menuangkan gagasan yang terdapat dalam pikirannya ke dalam keterampilan berbicara dan menulis secara runtun. Siswa diharapkan akan terbiasa dengan temannya dan para guru.
4)      Metode Langsung
Tujuan metode langsung adalah penggunaan bahasa secara lisan agar siswa dapat berkomunikasi secara alamiah seperti penggunaan bahasa Indonesia di masyarakat. Siswa diberi latihan-latihan untuk mengasosiasikan kalimat dengan artinya melalui demonstrasi, peragaan, gerakan, serta mimik secara langsung.

5)      Metode Partisipatori
Dalam metode partisipatori siswa aktif, dinamis, dan berlaku sebagai subjek. Namun, bukan berarti guru harus pasif, tetapi guru juga aktif dalam memfasilitasi belajar siswa dengan suara, gambar, tulisan dinding, dan sebagainya. Guru berperan sebagai pemandu yang penuh dengan motivasi, pandai berperan sebagai moderator dan kreatif.
6)      Metode Membaca
Metode membaca bertujuan agar siswa mempunyai kemampuan memahami teks bacaan yang diperlukan dalam belajar siswa. Contoh dari metode ini yaitu pemberian tugas seperti mengarang (isinya relevan dengan bacaan) atau membuat denah, skema, diagram, ikhtisar, rangkuman, dan sebagainya yang berkaitan dengan isi bacaan.
7)      Metode Tematik
Dalam metode tematik, semua komponen materi pembelajaran diintegrasikan ke dalam tema yang sama dalam satu unit pertemuan. Tema tidak disajikan secara abstrak tetapi diberikan secara konkret. Semua siswa dapat mengikuti proses pembelajaran dengan logika yang dipunyainya. Konsep-konsep dasar tidak terlepas. Siswa berangkat dari konsep ke analisis atau dari analisis ke konsep kebahasaan, penggunaan, dan pemahaman.

8)      Metode Kuantum
Quantum Learning (QL) atau pembelajaran quantum lebih mengutamakan kecepatan belajar dengan cara partisipatori peserta didik dalam melihat potensi diri dalam kondisi penguasaan diri. Gaya belajar mengacu pada otak kanan dan otak kiri menjadi ciri khas QL. Segala sesuatu dapat berarti setiap kata, pikiran, tindakan, dan asosiasi, serta sejauh mana guru mengubah lingkungan, presentasi, dan rancangan pengajaran maka sejauh itulah proses belajar berlangsung. Hubungan dinamis dalam lingkungan kelas merupakan landasan dan kerangka untuk belajar. Dengan begitu, pembelajar dapat mememori, membaca, menulis, dan membuat peta pikiran dengan cepat.
9)      Metode Diskusi
Diskusi adalah proses pembelajaran melalui interaksi dalam kelompok. Terjadi secara langsung dan bersifat student centered (berpusat pada siswa). Dikatakan pembelajaran langsung karena guru menentukan tujuan yang harus dicapai melalui diskusi, mengontrol aktivitas siswa serta menentukan fokus dan keberhasilan pembelajaran. Dikatakan berpusat kepada siswa karena sebagian besar input pembelajaran berasal dari siswa, mereka secara aktif dan meningkatkan belajar, serta mereka dapat menemukan hasil diskusi mereka.

10)  Metode Kerja Kelompok Kecil (Small-Group Work)
Metode ini dapat dilakukan untuk mengajarkan materi-materi khusus. Kerja kelompok kecil merupakan metode pembelajaran yang berpusat kepada siswa. Siswa dituntut untuk memperoleh pengetahunan sendiri melalui bekerja secara bersama-sama. Tugas guru hanyalah memonitor apa yang dikerjakan siswa.
d.      Select Media (Memilih Media)
Elita Burhanuddin, Hari Wibowo, dan Irmawati (2009: 3) mengemukakan bahwa media adalah sumber belajar dapat diartikan dengan manusia, benda, ataupun peristiwa yang memungkinkan anak didik memperoleh pengetahuan dan keterampilan. Guru harus mampu memilih media untuk meningkatkan pengetahuan siswa dalam pembelajaran. Penggunaan suatu benda sebagai media merupakan suatu cara yang ditempuh seorang guru untuk memberikan pengetahuan pembelajaran kepada siswanya.
 Sumiati dan Asra (2009: 160) berpendapat bahwa media pembelajaran diartikan sebagai segala sesuatu yang digunakan untuk menyalurkan pesan, merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong proses belajar. Pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran tidak hanya sekedar menggunakan kata-kata.
Toto Ruhimat, et al. (2011: 162) menyatakan bahwa media visual adalah media yang paling sering digunakan oleh para guru untuk membantu menyampaikan isi atau materi pembelajaran. Media ini hanya dapat dilihat dengan menggunakan indera penglihatan. Dengan melihat, para siswa diharapkan tertarik oleh proses pembelajaran yang dilakukan guru.
Elita Burhanuddin, Hari Wibowo, dan Irmawati (2009: 17) berpendapat bahwa dalam usaha menggunakan media dalam proses pembelajaran, perlu bagi pendidik untuk memperhatikan pedoman umum dalam penggunaan media sebagai berikut:
1)      Tidak ada suatu media yang terbaik untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran. Masing-masing jenis media mempunyai kelebihan dan kekurangan. Oleh karena itu, pemanfaatan kombinasi dua atau lebih media akan lebih mampu membantu tercapainya tujuan pembelajaran.
2)        Penggunaan media harus didasarkan pada tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Dengan demikian, pemanfaatan media harus menjadi bagian integral dari penyajian pelajaran.
3)        Penggunaan media harus mempertimbangkan kecocokan ciri media dengan karakteristik materi pelajaran yang disajikan.
4)        Penggunaan media harus disesuaikan dengan bentuk kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan.
5)        Penggunaan media harus disertai persiapan yang cukup seperti melihat lagi media yang akan dipakai, mempersiapkan berbagai peralatan yang dibutuhkan di ruang kelas sebelum pelajaran dimulai dan sebelum peserta masuk. Dengan cara ini pemanfaatan media diharapkan tidak akan mengganggu kelancaran proses pembelajaran dan mengurangi waktu.
6)        Pembelajaran perlu disiapkan sebelum media digunakan agar mereka dapat mengarahkan perhatian pada hal-hal yang penting selama penyajian dengan media berlangsung.
7)        Penggunaan media harus diusahakan agar senantiasa melibatkan partisipasi aktif peserta.

e.       Utilize Materials (Menggunakan Materi-materi)
Gayle Mindes (2006: 105) berpendapat bahwa The classroom may contain materials passed from one group of children to another, for example, our book on the trip to the fire station. This book then becomes a part of the cultural history of children and a resource for the class. Menurut Gayle Mindes, buku bisa menjadi salah satu materi/bahan ajar yang dapat digunakan pada proses pembelajaran.
Sumiati dan Asra (2009: 92) berpendapat bahwa untuk melaksanakan proses pembelajaran suatu materi pembelajaran maka perlu dipikirkan kesesuaian metode pembelajaran dengan beberapa faktor. Beberapa faktor tersebut adalah tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, kemampuan guru, kondisi siswa, sumber atau fasilitas, situasi kondisi, dan waktu.
Toto Ruhimat, et al. (2011: 152) menyatakan bahwa bahan atau materi pembelajaran pada dasarnya adalah isi dari kurikulum, yakni berupa mata pelajaran atau bidang studi dengan topik/sub topik dan rinciannya. Bahan atau materi pembelajaran yang digunakan guru dalam mengajar sangat berpengaruh terhadap pemahaman siswa. Bahan atau materi pembelajaran yang berlebihan dalam penggunaannya akan membebani pikiran siswa. Bahan atau materi pembelajaran yang kaji dalam penelitian ini adalah pelajaran Bahasa Indonesia.
Elita Burhanuddin, Hari Wibowo, dan Irmawati (2009: 25) berpendapat bahwa Pembelajaran keempat aspek berbahasa yaitu mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis bisa dilakukan dengan menggunakan media audio visual, komputer, dan mengakses internet. Berikut ini akan dijabarkan pengembangan media itu berdasarkan empat aspek tersebut:
1).  Media pembelajaran dikaitkan dengan aspek menyimak.
Dalam pelajaran menyimak media yang digunakan yaitu: guru, siswa, radio, dan tape recorder. Contoh:
a)    Guru membacakan satu cerita dari sebuah wacana,
b)   Siswa mendengarkan dan dapat menceritakan kembali cerita tersebut dengan bahasanya sendiri.
c)    Siswa menceritakan pengalamannya saat liburan yang lain
mendengarkan.
d)   Siswa diberi tugas mendengarkan berita dan drama dari radio.
e)    Dengan tape recorder guru dapat memperdengarkan rekaman puisi, drama, pidato, dan lain-lain yang berkaitan dengan materi yang diajarkan.
2). Dalam pembelajaran berbicara, media yang dapat digunakan yaitu: kartu kata, gambar.
a)      Kartu kata, guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi kata-kata ungkapan kemudian siswa disuruh membuat kalimat menggunakan kata ungkapan yang diperoleh dari kartu yang diambil.
b)      Siswa dapat menceritakan isi gambar yang dipasang di depan kelas secara sistematis sehingga menjadi satu cerita yang utuh.
3).  Dalam pembelajaran membaca, media yang dapat digunakan yaitu
  wacana.
Sebuah wacana dipotong menjadi penggalan-penggalan yang kemudian paragrafnya diacak. Setelah itu siswa disuruh menyusun kembali menjadi wacana utuh yang kemudian siswa membaca wacana tersebut sesuai dengan butir pembelajaran yang diajarkan.
4). Dalam pembelajaran menulis media yang dapat digunakan yaitu:
 gambar, benda, kartu.
a)      Gambar, guru memperlihatkan gambar seri, siswa ditugasi
menceritakan rangkaian gambar tersebut secara tertulis.
b)      Benda, sebuah benda nyata yang ada di dalam kelas dapat
dijadikan bahan oleh siswa untuk menulis sebuah cerita.
c)      Kartu, yang bisa berisi gambar atau simbol-simbol dapat diberikan pada siswa dan siswa dapat menjelaskannya secara tertulis.
f)       Requires Learner Participation (Menghendaki Partisipasi Pembelajar)
Farida Rahim (2008: 28) mengatakan bahwa guru yang kurang memperhatikan keterlibatan siswa atau partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar akan mengurangi motivasi membaca siswa. Untuk meningkatkan keterlibatan siswa tersebut hendaknya guru mengawasi dan memonitor para siswa dalam proses pembelajaran di ruang kelas.
Sumiati dan Asra (2009: 40) berpendapat bahwa siswa harus aktif dalam melakukan sesuatu pada proses pembelajaran. Siswa harus terlibat secara emosional dalam pendidikan dan pembelajaran. Hal tersebut dilakukan agar siswa dapat menyesuaikan diri secara lebih baik dengan berbagai kemajuan dan lingkungan yang lebih luas.
Benny Agus Pribadi (2009: 115) mengemukakan bahwa proses pembelajaran memerlukan keterlibatan mental siswa secara aktif dengan materi atau substansi yang sedang dipelajari. Pemberian latihan merupakan contoh cara melibatkan aktivitas mental siswa dengan materi/bahan ajar apa yang akan dipelajari.
Toto Ruhimat, et al. (2011: 152) menyatakan bahwa diskusi merupakan proses tukar pendapat di antara para partisipan. Dengan metode diskusi, para siswa diharapakan belajar lebih aktif untuk menemukan rumusan hasil diskusi secara masing-masing. Banyak keuntungan yang dapat diraih oleh siswa dari aktivitas belajar melalui diskusi.
Sumiati dan Asra (2009: 125) berpendapat bahwa penguatan (reinforcement) adalah bentuk respon guru dengan menggunakan berbagai bentuk perilaku terhadap perilaku yang ditunjukkan siswa. Jika guru mengajukan pertanyaan kemudian siswa menjawabnya maka guru hendaknya memberikan reaksi. Ada dua jenis penguatan yaitu penguatan verbal dan penguatan non verbal. Penguatan verbal dapat berbentuk kalimat, kata-kata pujian, penghargaan dan sebagainya. Penguatan non verbal dapat berbentuk dengan gerakan isyarat tubuh, sentuhan tubuh, pemberian hadiah, dan sebagainya.
g)      Evaluate and Revise (Mengevaluasi dan Merevisi)
Wayne E.Ross (2006: 200) berpendapat bahwa assessment in schools is most often conceived as a means to identify what students knows and can do, that is, it is assessment of learning. Maksud Wayne E.Ross yaitu penilaian di sekolah adalah paling sering terbayangkan seperti sebuah makna untuk mengidentifikasi apa diketahui murid dan dapat dilakukan, yaitu, ini adalah penilaian dari pembelajaran. Menurut Wayne E.Ross, penilaian proses pembelajaran itu digunakan untuk mengetahui tentang suatu hal yang dikerjakan siswa dalam menghadapi pembelajaran. Hasil dari penilaian menjadi target dari evaluasi yang akan dicapai.
Sumiati dan Asra (2009: 200) berpendapat bahwa fungsi evaluasi adalah untuk mengetahui apakah tujuan yang dirumuskan sudah tercapai. Evaluasi merupakan salah satu faktor penting dalam proses pembelajaran. Evaluasi akan memberikan informasi tingkat pencapaian belajar siswa. Informasi tentang kesulitan belajar akan diperoleh dari hasil analisis evaluasi.
Endang Kurniawan dan Endah Mutaqimah (2009: 64) menyatakan bahwa Penilaian dan pengukuran adalah bagian dari evaluasi. Dalam melakukan evaluasi di dalamnya ada kegiatan untuk menentukan nilai suatu program, sehingga ada unsur keputusan tentang nilai suatu program (value judgement). Dalam melakukan keputusan, diperlukan data hasil pengukuran dan informasi hasil penilaian selama dan setelah kegiatan belajar mengajar.
Benny Agus Pribadi (2009: 116) mengemukakan bahwa proses evaluasi terhadap semua komponen pembelajaran perlu dilakukan agar dapat memperoleh gambaran yang lengkap tentang kualitas sebuah program pembelajaran. Revisi merupakan langkah yang harus dikembangkan untuk memperbaiki kekurangan dan kesalahan yang ada dalam proses pembelajaran.

E.     Kajian Penelitian yang Relevan
1.      Ilknur Pekkanli Egel (2009) melakukan penelitian yang berjudul “English Language Learning and Teaching Styles in Two Turkish Primary Schools”. Maksud dari penelitian tersebut adalah Gaya belajar bahasa asing diarahkan pada memfasilitasi pembelajaran para murid dan oleh karenanya kegunaan gaya pengajaran adalah penting dalam kaitan dengan kesesuaian gaya pelajar untuk kebutuhan bidang pendidikan mereka. Pembahasan sekarang ini diarahkan pada penyelidikan beberapa dimensi dari gaya pembelajaran bahasa murid sekolah dasar dan cara dimana gaya-gaya tertentu adalah terbentuk dan disukai oleh gaya pengajaran guru. Arah dasar adalah untuk menemukan apakah ada atau tidak ukuran yang diambil oleh Kementerian Turki dari Pendidikan berhubungan dengan mengoreksi kekurangan dari guru dari Bahasa Inggris sebagai bahasa asing telah mempunyai satu akibat pada gaya pembelajaran pada murid sekolah dasar. Arah sekunder adalah untuk menguji gaya pembelajaran yang bervariasi pada murid EFL di dua sekolah dasar dan untuk mendirikan apakah ada atau tidak di situ satu perubahan dalam gaya pembelajaran ini. Akhirnya, peneliti yang menguji apakah ada atau tidak kondisi ekonomi dari sekolah-sekolah yang mempunyai satu pengaruh pada gaya pembelajaran murid.
2.      Lee, Y dan Takahashi, Akihiko (2011) melakukan penelitian yang berjudul “Lesson Plans and the Contingency of Classroom Interactions”. Maksud dari penelitian tersebut adalah Salah satu sumber daya paling penting untuk pembelajaran adalah perencanaan pelajaran, yang mana menentukan urutan dari pengajaran. Bagaimanapun, di sana sering ada celah di antara yang direncanakan dan apa sebenarnya terjadi pada kelas. Hal ini menaikkan pertanyaan dari bagaimana guru datang untuk mengkaitkan dengan varian kontingen dan hasil tak diduga bahwa peristiwa interaksi yang nyata dan bagaimana perencanaan pelajaran diatur ke dalam proses ini. Pembahasan ini menguji satu program pendidikan guru yang menggunakan perencanaan pelajaran sebagai sebuah pusat sumber daya untuk mengajarkan matematika. Hasil ini menyarankan bahwa guru-guru  ruang kelas pelajaran menggunakan perencanaan pelajaran sebagai sumber daya komunikatif untuk mengidentifikasi masalah, menetapkan dugaan mengenai pengajaran mereka dan bertindak atas dasar meningkatkan biaya tak terduga dari interaksi kelas. Biaya tak terduga secara interaksi adalah lokasi dari praktek pengajaran, bukan sebuah kendala untuk aplikasi dari prosedur-prosedur dalam perencanaan pelajaran.
3.      Penelitian yang dilakukan oleh Ismail (2012) mengenai kreativitas guru dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia pada MIN 1 Yogyakarta. Hasil dari penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, kreativitas guru dalam menyajikan materi pembelajaran menulis dengan cara menyajikan pembelajaran dengan konsep imajinatif, penyajian pembelajaran yang merangsang gagasan dan karya orisinil, penyajian pembelajaran yang bervariasi (pola interaksi, gaya mengajar, dan variasi pesan), dan penilaian secara langsung. Kedua, kreativitas guru dalam mengimplementasikan metode pembelajaran adalah menggunakan metode brainstorming (curah pendapat) dan mengkombinasikan beberapa metode. Ketiga, kreativitas guru Bahasa Indonesia dalam mengembangkan media pembelajaran dan sumber belajar dengan cara membuat media sendiri, mengkombinasikan media, dan memodifikasi media. Media yang dibuat guru seperti media ringkasan cerita, surat, pengumuman, menulis laporan, dan puisi.



F.     Kerangka Pikir
SDIT Ukhuwah Islamiyah adalah SDIT yang pertama kali didirikan di kecamatan kalasan. Perihal ini dibuktikan dengan adanya SK Ka. Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman no. 184/KPTS/P/2006. SDIT Ukhuwah Islamiyah menggunakan integral curriculum. Kurikulum ini adalah kurikulum keterpaduan antara Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dengan kurikulum Sekolah Islam Terpadu (SIT). Selain itu juga ada buku evaluasi harian yang digunakan para guru untuk berkomunikasi dengan para orang tua.
SDIT Ukhuwah Islamiyah menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar dari pagi hari sampai dengan sore hari. Perihal ini dilakukan untuk meminimalkan pengaruh negatif dari lingkungan tempat tinggal yang tidak kondusif. Karena lingkungan yang ada di SDIT itu merupakan sarana untuk membentuk akhlak islami bagi para siswanya. Pembelajaran yang dilakukan oleh para guru SDIT Ukhuwah Islamiyah tentu saja memiliki berbagai tujuan, metode, media, sasaran, dan evaluasi yang berbeda. Perihal ini dikarenakan adanya 16 mata pelajaran yang diselenggarakan di SDIT Ukhuwah Islamiyah.
Peneliti merasakan fenomena kemunculan sekolah islam terpadu telah membawa pengaruh positif bagi anak usia sekolah dasar. Pembiasaan akhlak islami merupakan salah satu hasil fenomena pengaruh positif tadi. Namun peneliti ingin membahas desain pembelajaran yang dilaksanakan pada lingkungan SDIT Ukhuwah Islamiyah. SDIT Ukhuwah Islamiyah memiliki 4 pembelajaran bahasa yaitu Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Bahasa Arab, dan Bahasa Jawa. Fokus pengkajian desain pembelajaran itu terletak pada mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas V di SDIT Ukhuwah Islamiyah.
Peneliti ingin mengetahui deskripsi implementasi model ASSURE dalam kegiatan pembelajaran. Deskripsi implementasi model ASSURE diteliti di sekolah dasar berkaitan dengan adanya penggunaan teknologi dan informasi. Penggunaan teknologi informasi itu sudah dilakukan di SDIT Ukhuwah Islamiyah kelas V. Pada mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas V, guru Bahasa Indonesia sudah menggunakan laptop dalam mengajar. Guru tersebut juga sudah mengetahui model ASSURE. Oleh karena itu, peneliti ingin meneliti tentang deskripsi implementasi model ASSURE dalam kegiatan pembelajaran Bahasa Indonesia kelas V di SDIT Ukhuwah Islamiyah.

G.    Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan yang diajukan pada penelitian ini merupakan pertanyaan yang dibuat sebagai acuan dalam penelitian yang akan dijawab berdasarkan perolehan data-data yang ada di lapangan. Pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1.      Bagaimana cara guru menganalisis watak siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah dasar?
2.      Bagaimana cara guru menetapkan tujuan pembelajaran dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah dasar?
3.      Bagaimana cara guru memilih metode dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah dasar
4.      Bagaimana cara guru memilih media dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah dasar?
5.      Bagaimana cara guru menggunakan bahan ajar dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah dasar?
6.      Bagaimana cara guru melibatkan para siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah dasar?
7.      Bagaimana cara guru melakukan evaluasi dan revisi dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah dasar?





















BAB III
METODE PENELITIAN

A.    Jenis Penelitian
Jenis Penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Deskripsi penelitian ini diambil berdasarkan data yang ada di lapangan, yaitu menggambarkan situasi yang terjadi berdasarkan fakta, pengalaman, dan cerita yang terjadi di tempat penelitian. John W. Creswell (2007: 55) berpendapat bahwa penelitian narasi itu memiliki fokus konteks yang spesifik yaitu pada para guru dan para siswa di ruang kelasnya. Penelitian ini nantinya melibatkan guru dalam mendesain sebuah mata pelajaran di sekolah dasar.
Tujuan penelitian kualitatif pada umumnya mencakup informasi tentang fenomena utama yang dieksplorasi dalam penelitian, partisipan penelitian, dan lokasi penelitian (Cresswell, J.W, 2009: 167). Peneliti bertindak mengamati kegiatan pembelajaran Bahasa Indonesia kelas V di SDIT Ukhuwah Islamiyah. Peneliti bertindak melakukan wawancara terhadap guru Bahasa Indonesia kelas V di SDIT Ukhuwah Islamiyah. Peneliti bertindak mengumpulkan dokumen yang berkaitan dengan kegiatan pembelajaran Bahasa Indonesia kelas V di SDIT Ukhuwah Islamiyah.

B.     Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SDIT Ukhuwah Islamiyah Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta. Waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari tahun 2012 sampai dengan bulan Maret Tahun 2013.

C.    Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah guru Bahasa Indonesia kelas V, dan beberapa siswa kelas V. Penelitian dengan subjek guru mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas V adalah untuk mengetahui cara guru mendesain pembelajaran. Penelitian dengan subjek beberapa siswa kelas V adalah untuk mengetahui situasi keadaan proses pembelajaran di kelas V. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik purposive sampling, yaitu pengambilan sampel berdasarkan sumber data yang dapat dipercaya. Sampel yang dipilih berfungsi untuk mendapatkan informasi yang maksimum (Sugiyono, 2009: 219). Sesuai pendapat Sugiyono maka peneliti berusaha mendapatkan informasi terhadap beberapa siswa yang tentunya dianggap kompeten dan guru Bahasa Indonesia kelas V.
Objek yang diteliti adalah desain pembelajaran yang dilakukan guru mata pelajaran Bahasa Indonesia di Kelas V. Objek lain yang diteliti adalah pembelajaran mata pelajaran Bahasa Indonesia di Kelas V SDIT Ukhuwah Islamiyah Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta.




D.    Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
1.      Teknik Pengumpulan Data
McMillan dan Schumacher (2010: 343) berpendapat bahwa in qualitative research there are five major methods for gathering data: observation, interviews, questionnaires, document review, and use of audiovisual materials. Menurut McMillan dan Schumacher, ada lima metode utama dalam penelitian kualitatif untuk mengumpulkan data: obeservasi, wawancara, angket, meninjau kembali dokumen, dan penggunaan dari bahan ajar audio visual. Berkaitan pendapat dari McMillan dan Schumacher  maka peneliti tidak mengambil kelima metode tersebut. Peneliti akan mengambil data dari observasi, wawancara, dan dokumentasi. Data observasi adalah data pengamatan terhadap kegiatan pembelajaran Bahasa Indonesia kelas V di SDIT Ukhuwah Islamiyah. Data wawancara adalah data hasil wawancara antara peneliti dengan guru Bahasa Indonesia kelas V di SDIT Ukhuwah Islamiyah. Data dokumentasi adalah data tertulis hasil latihan soal yang dilakukan siswa pada kegiatan pembelajaran Bahasa Indonesia kelas V di SDIT Ukhuwah Islamiyah.
Peneliti lebih memfokuskan penggunaan teknik pengumpulan data kualitatif seperti yang dikemukakan John W. Creswell. Pendapat itu adalah there are three ways to collect data for stories: recording spontaneous incidents of storytelling, eliciting stories through interviews, and asking for stories through such medium as the internet (John W. Creswell, 2007: 131). Menurut Creswell, ada tiga cara untuk mengumpulkan data pada narasi-narasi ini: merekam insiden yang spontan dari pemberitahuan cerita, memunculkan cerita-cerita melalui wawancara, dan meminta cerita melalui sarana seperti internet. Untuk merekam insiden maka peneliti bisa menggunakan teknik observasi atau pengamatan. Untuk meminta cerita maka peneliti bisa juga memakai sarana penggunaan dokumentasi.
2.      Instrumen Pengumpulan Data
John W. Creswell (2009: 261) berpendapat bahwa researcher as key instrument. Maksud dari Creswell adalah peneliti sebagai instrumen kunci. Menurut Creswell, para peneliti kualitatif mengumpulkan sendiri datanya melalui dokumentasi, observasi perilaku, atau wawancara dengan partisipan. Instrument penelitian dalam penelitian kualitatif adalah peneliti itu sendiri (Sugiyono, 2009: 305). Oleh karena itu, peneliti itu sendiri yang akan menjadi instrumen utama dalam penelitian ini. Akan tetapi dalam pengumpulan data, peneliti tetap akan berpegang pada kisi-kisi yang akan dituangkan dalam pedoman observasi dan pedoman wawancara. Kisi-kisi wawancara tersebut dapat dilihat pada lampiran 1. Untuk melihat indikator wawancara maka dapat dilihat pada lampiran 2.
Dalam penelitian ini, instrumen pengumpul data adalah lembar observasi,  lembar wawancara, dan lembar dokumentasi. Peneliti bertindak sebagai perencana dan pengumpul data di lapangan, sebagai analis, dan sebagai pelapor hasil penelitian. Untuk membantu penelitian maka dibuat instrumen untuk memudahkan peneliti, instrumen untuk teknik wawancara menggunakan indikator wawancara, dan kisi-kisi wawancara. Peneliti juga menggunakan instrumen untuk teknik pengamatan yaitu menggunakan pedoman observasi. Untuk melihat pedoman observasi maka dapat dilihat pada lampiran 3.

E.     Keabsahan Data
Menurut Sugiyono (2009: 366), untuk menguji keabsahan data masih ada 4 hal yang harus diuji. Yaitu kredibilitas, transferabilitas, dependabilitas, dan confirmabilitas.
1.      Uji Kredibilitas
Uji kredibiltas ini dapat dilakukan dengan menggunakan triangulation. Menurut Sugiyono (2009: 372) triangulation dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekkan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Hal ini akan peneliti laksanakan selama pengambilan data dilakukan.
2.      Uji Transferabilitas
Menurut Sugiyono (2009: 376-377) bahwa transferabilitas ini sama halnya dengan validitas eksternal dalam penelitian kuantitatif dan uji transferabilitas ini dapat dilakukan dengan penyusunan laporan penelitian secara sistematis, rinci, jelas, dan dapat dipercaya. Oleh karena itu penyusunan laporan penelitian ini sebisa mungkin akan dilakukan secara sistematis agar bisa diterima oleh orang lain. Selain itu, penelitian ini akan disertai dengan dokumentasi-dokumentasi selama penelitian berlangsung, sehingga derajat kepercayaan pada hasil penelitian ini tinggi.


3.      Uji Dependabilitas
Dependabilitas dalam penelitian kuantitatif sama dengan reliabilitas, di mana penelitian yang reliabel adalah apabila orang lain dapat mengulangi/mereplikasi proses penelitian tersebut (Sugiyono, 2009: 377). Peneliti akan meminta bantuan orang lain, dalam hal ini adalah pembimbing tesis yang telah ditentukan, yang sejak awal memahami dan mengerti tentang penelitian ini. Karena uji dependabilitas ini dilakukan dengan melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian mulai dari peneliti menentukan fokus hingga membuat kesimpulan.
4.      Uji Konfirmabilitas
Uji konfirmabilitas dalam penelitian kuantitatif sama halnya dengan uji obyektivitas, di mana penelitian dikatakan obyektif  jika hasil penelitian disepakati banyak orang (Sugiyono, 2009: 377). Uji konfirmabilitas ini dapat dilakukan setelah melakukan uji transferabilitas dan dependabilitas dilakukan. Hal ini dapat dikatakan, jika uji transferabilitas dan dependabilitas telah dilakukan, sama halnya peneliti juga telah melakukan uji konfirmabilitas.
McMillan dan Schumacher (2010: 379) berpendapat bahwa researchers use triangulation, which is the cross-validation among data sources, data collection strategies, time periods, and theoretical schemes. Menurut McMillan dan Schumacher, para peneliti menggunakan triangulation yang mana adalah pengesahan berseberangan di antara sumber-sumber data, strategi pengumpulan data, periode-periode waktu, dan perancangan teoritis. Namun menurut peneliti, triangulation yang dimaksud adalah mengaitkan pola antara pengumpulan data, observasi lapangan dan informan ke dalam bentuk segitiga. Peneliti menggunakan technical triangulation  yang merupakan cara mengecek data kepada sumber  yang sama dengan teknik berbeda. Ketiga teknik yang digunakan adalah teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi.

F.     Teknik Analisis Data
Qualitative data analysis is primarily an inductive process of organizing data into categories and identifying patterns and relationship among the categories (McMillan dan Schumacher, 2010: 367). Mereka mengungkapkan bahwa, analisis data kualitatif merupakan suatu proses pengorganisasian data secara induktif ke dalam kategori dan mengidentifikasi pola-pola dan hubungan di antara kategori-kategori tersebut. Data-data yang didapat dari penelitian kualitatif adalah data yang sangat beragam yang kemudian akan dikategorikan kemudian dilakukan pemaknaan terhadap data-data tersebut. Berdasarkan proses tersebut, analisis data dalam penelitian kualitatif disebut dengan analisis induktif.
Cresswell, J.W. (2009: 274) mengemukakan bahwa analisis data kualitatif bisa saja melibatkan proses pengumpulan data, interpretasi, dan pelaporan hasil secara serentak dan bersama-sama. Peneliti bisa melakukan analisis data ketika wawancara berlangsung. Penelitian naratif melibatkan penceritaan kembali cerita-cerita partisipan. Penceritaan kembali itu disusun dengan menggunakan unsur-unsur struktural seperti plot, setting, aktivitas, klimaks, dan ending cerita.
Seperti yang diungkapkan oleh McMillan dan Schumacher (2010: 367) bahwa, one characteristic that distinguishes qualitative research from quantitative research is that the analysis is done during data collection as well as after all the data have been gathered. Bahwa salah satu karakteristik yang membedakan penelitian kualitatif dari penelitian kuantitatif adalah bahwa analisis dilakukan selama pengumpulan data serta setelah semua data telah terkumpul. Sehingga analisis data dalam penelitian kualitatif ini dapat dimulai sejak awal penelitian dilakukan.
Inductive analysis is the process through which qualitative researchers synthesize and make meaning from the data, starting with specific data and ending with categories and pattern (McMillan dan Schumacher, 2010: 367). Mereka menyebutkan bahwa analisis induktif adalah proses dimana peneliti kualitatif mensintesis dan membuat makna dari data-data yang ada dimulai dengan data yang spesifik dan berakhir dengan kategori dan pola. Analisis induktif ini akan dimulai sejak pertama kali peneliti mengambil data di lapangan, hingga penelitian ini selesai.













DAFTAR PUSTAKA

Abdul Rohim, et al. 2009. Kebahasaan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Ahmad Rofiuddin dan Darmiyati Zuhdi. 2001. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Tinggi. Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang.

Benny Agus Pribadi. 2009. Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Dian Rakyat.

Cresswell, J.W. 2009. Research design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

____________. 2009. Research design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches. California: Sage Publications.

____________. 2007. Qualitative Inquiry and Research design: Choosing among Five Approaches. California: Sage Publications.

Darmiyati Zuchdi dan Budiasih. 2001. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Rendah. Yogyakarta: PAS.

Depdiknas. (2003). Undang-undang RI Nomor 20, Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional. 

Dewi Salma Prawiladilaga. 2007. Prinsip Desain Pembelajaran. Jakarta: Prenada Media.

Egel, Ilknur Pekkanli. 2009. English Language Learning and Teaching Styles in Two Turkish Primary Schools. Society for Personality Research.

Elina Syarif, Zulkarnaini, dan Sumarmo. 2009. Pembelajaran Menulis. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Elita Burhanuddin, Hari Wibowo, dan Irmawati. 2009. Media. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Endah Ariani Madusari, Teuku Alamsyah, dan Evi Dihanti. 2009. Metodologi Pembelajaran. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Endang Kurniawan dan Endah Mutaqimah. 2009. Penilaian. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Farida Ariani, Slamet Mulyana, dan Asep. 2009. Pembelajaran Mendengarkan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Farida Rahim. 2008. Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.

Heinich, R., Molenda, M., Russell, J., & Smaldino, S. 1999. Instructional media and technologies for learning. (6th ed.) Upper Saddle River, NJ: Prince Hall.

_____________________________________________. 2001. Instructional Media and Technologies for Learning, 7th Edition. Englewood Cliffs: Prentice Hall, Inc.

Lee, Y dan Takahashi, Akihiko. 2011. Lesson Plans and the Contingency of Classroom Interactions. Springer Science Business Media.

McMillan, J.H. & Schumacher, S. 2010. Research in Education: Evidence-based Inquiry. New Jersey: Pearson Education.

Mindes, Gayle. 2006. Teaching Young Children Social Studies. London: Preger Publishers.

Mudini dan Salamat Purba. 2009. Pembelajaran Berbicara. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Nasution. 2005. Berbagai pendekatan dalam proses belajar dan mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Neal S. dan Susan G.M. 2006. Instructional Design: A Systematic Approach for Reflextive Practice. Boston: Pearson Education.

Nurhayati Pandawa, Hairudin, dan Mislinatul Sakdiyah. 2009. Pembelajaran Membaca. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Popon Syuarah. 2008. Buku Panduan Wali Siswa. Yogyakarta: Ash-Shaff.

Ross, E.W. 2006. The Social Studies Curriculum: Purposes, Problems, and Possibilities. New York: State University of New York Press.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sumiati dan Asra. 2009. Metode Pembelajaran. Bandung: Wacana Prima.

Toto Ruhimat, et al. 2011. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers.

www.auliya.sch.id/index.php?action=profil.main&xid=8. Keunggulan Sekolah Islam terpadu Auliya. Diambil tanggal 16 Juli 2012.
www.uny.ac.id/berita/UNY/implementasi-pendidikan-karakter-dalam-dunia-pendidikan. Implementasi Pendidikan Karakter dalam Dunia Pendidikan. Diambil tanggal 17 Juli 2012.
www.endonesa.wordpress.com. Pembelajaran Bahasa Indonesia. Diambil tanggal 3 Agustus 2012.
www.republika.co.id/berita/menuju-jakarta-1/news/12/05/19/m498x4-hidayat-apresiasi-pendidikan-karakter-sekolah-islam-terpadu. Apresiasi Pendidikan Karakter Sekolah Islam Terpadu. Diambil tanggal 16 Juli 2012.


















Lampiran 1. Kisi-kisi Wawancara
IMPLEMENTASI MODEL ASSURE (ANALYZE LEARNER, STATE OBJECTIVES, SELECT METHODS AND MEDIA, UTILIZE MATERIALS, REQUIRES LEARNER PARTICIPATION, ALSO EVALUATE AND REVISE) PADA PEMBELAJARAN MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA DI KELAS V SDIT UKHUWAH ISLAMIYAH YOGYAKARTA
No.
Indikator wawancara
Nomer butir
Jumlah
1
Menganalisis watak atau kepribadian
1, 2, 3
3
2
Menganalisis kebutuhan ekonomi
4, 5, 6
3
3
Menganalisis kemampuan siswa
94, 95, 96
3
4
Menetapkan tujuan pembelajaran
7, 8, 9
3
5
Memilih metode atau cara pembelajaran
10, 11, 12
3
6
Memilih media pembelajaran
13, 14, 15
3
7
Menggunakan metode ceramah
16, 17, 18
3
8
Menggunakan metode bermain peran
19, 20, 21
3
9
Menggunakan metode peragaan
22, 23, 24
3
10
Menggunakan metode penyelidikan
25, 26, 27
3
11
Menggunakan media audio
28, 29, 30
3
12
Menggunakan media visual
31, 32, 33
3
13
Menggunakan media audio visual
34, 35, 36
3
14
Menggunakan media sederhana dan rumit
37, 38, 39
3
15
Menggunakan bahan atau materi ajar
40, 41, 42
3
16
Menggunakan materi dari media cetak
43, 44, 45
3
17
Menggunakan materi dari media elektronik
46, 47, 48
3
18
Melibatkan siswa dalam pembelajaran
49, 50, 51
3
19
Memberikan penguatan ke siswa untuk belajar
52, 53, 54
3
20
Memberikan hadiah ke siswa
55, 56, 57
3
21
Melakukan evaluasi dan revisi
58, 59, 60
3
22
Melakukan evaluasi formatif tiap pertemuan
61, 62, 63
3
23
Melakukan evaluasi sumatif tiap semester
64, 65, 66
3
24
Melakukan penilaian pembelajaran
67, 68, 69
3
25
Melakukan penilaian portofolio
70, 71, 72
3
26
Melakukan program remedial
73, 74, 75
3
27
Melakukan program pengayaan
76, 77, 78
3
28
Tanggapan tentang desain pembelajaran
79, 80, 81
3
29
Tanggapan pembelajaran mendengarkan
82, 83, 84
3
30
Tanggapan pembelajaran berbicara
85, 86, 87
3
31
Tanggapan pembelajaran membaca
88, 89, 90
3
32
Tanggapan pembelajaran menulis
91, 92, 93
3
Lampiran 2. Indikator wawancara
IMPLEMENTASI MODEL ASSURE (ANALYZE LEARNER, STATE OBJECTIVES, SELECT METHODS AND MEDIA, UTILIZE MATERIALS, REQUIRES LEARNER PARTICIPATION, ALSO EVALUATE AND REVISE) PADA PEMBELAJARAN MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA DI KELAS V SDIT UKHUWAH ISLAMIYAH YOGYAKARTA
No
Indikator wawancara
1
Bagaimana cara bapak atau ibu guru menganalisis kepribadian siswa kelas 5 dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5 sekolah dasar?
2
 Apakah menurut bapak atau ibu guru, siswa kelas 5 menunjukkan kepribadian dan perilaku yang dapat mempercepat proses pembelajaran? Apa alasannya?
3
 Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi perkelahian antar siswa dalam kegiatan pembelajaran? Apa alasannya?
4
Bagamana tanggapan bapak atau ibu kepala sekolah mengenai latar belakang kehidupan perekonomian yang dimiliki para siswa kelas 5?
5
 Apakah menurut bapak atau ibu guru sebagian besar siswa kelas 5 memiliki kebutuhan ekonomi yang baik atau kurang baik? Apa alasannya?
6
 Apakah menurut bapak atau ibu guru sebagian siswa kelas 5 yang memiliki kebutuhan ekonomi yang kurang baik akan mempengaruhi pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5? Apa alasannya?
7
Bagaimana cara bapak atau ibu guru menetapkan tujuan pembelajaran dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5 sekolah dasar?
8
Faktor atau peristiwa apakah menurut bapak atau ibu guru yang menjadi penghambat menetapkan tujuan pembelajaran dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
9
Faktor atau peristiwa apakah menurut bapak atau ibu guru yang menjadi pendukung menetapkan tujuan pembelajaran dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
10
Bagaimana cara bapak atau ibu guru memilih metode dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5 sekolah dasar?
11
Apakah kendala yang dihadapi bapak atau ibu guru untuk memilih metode dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5 sekolah dasar?
12
Bagaimana tanggapan bapak atau ibu kepala sekolah terhadap bapak atau ibu guru yang memilih metode dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5 sekolah dasar?
13
Bagaimana cara bapak atau ibu guru memilih media dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5sekolah dasar?
14
Apakah kendala yang dihadapi bapak atau ibu guru untuk memilih media dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5 sekolah dasar?
15
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan penggunaan media dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5 sekolah dasar?
16
Bagaimana cara bapak atau ibu guru menggunakan metode ceramah dalam pembelajaran dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
17
Apakah kendala yang dihadapi bapak atau ibu guru ketika menggunakan metode ceramah dalam pembelajaran dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
18
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan terhadap penggunaan metode ceramah dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
19
Bagaimana cara bapak atau ibu guru menggunakan metode bermain peran dalam pembelajaran dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
20
Apakah kendala yang dihadapi bapak atau ibu guru ketika menggunakan metode bermain peran dalam pembelajaran dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
21
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan terhadap penggunaan metode bermain peran dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
22
Bagaimana cara bapak atau ibu guru menggunakan metode peragaan  dalam pembelajaran dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
23
Apakah kendala yang dihadapi bapak atau ibu guru ketika menggunakan metode peragaan dalam pembelajaran dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
24
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan terhadap penggunaan metode peragaan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
25
Bagaimana cara bapak atau ibu guru menggunakan metode penyelidikan dalam pembelajaran dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
26
Apakah kendala yang dihadapi bapak atau ibu guru ketika menggunakan metode penyelidikan dalam pembelajaran dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
27
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan terhadap penggunaan metode penyelidikan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
28
 Bagaimana cara bapak atau ibu guru menggunakan media audio dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
29
 Apakah kendala yang dihadapi bapak atau ibu guru  untuk menggunakan media audio dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
30
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan terhadap penggunaan media audio dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
31
 Bagaimana cara bapak atau ibu guru menggunakan media visual dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
32
Apakah kendala yang dihadapi bapak atau ibu guru  untuk menggunakan media visual dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
33
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan terhadap penggunaan media visual dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
34
 Bagaimana cara bapak atau ibu guru menggunakan media audio visual dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
35
Apakah kendala yang dihadapi bapak atau ibu guru  untuk menggunakan media audio visual dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
36
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan terhadap penggunaan media audio visual dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
37
Bagaimana cara bapak atau ibu guru menggunakan media pembelajaran yang sederhana dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
38
Bagaimana cara bapak atau ibu guru menggunakan media pembelajaran yang rumit dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
39
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mempersingkat penggunaan kederhanaan media dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
40
Bagaimana cara bapak atau ibu guru menggunakan bahan atau materi  ajar dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5 sekolah dasar?
41
Apakah yang menjadi kendala bagi bapak atau ibu guru menggunakan bahan atau materi  ajar dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5 sekolah dasar?
42
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan terhadap penggunaan bahan atau materi  ajar dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
43
 Ada berapakah buku teks yang digunakan bapak atau ibu guru dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5? Apakah digunakan semuanya? Apa alasannya?
44
Apakah bapak atau ibu guru menggunakan modul dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5? Apa alasannya?
45
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan terhadap penggunaan buku yang dipakai dan mengumbar isu pelecehan seksual dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
46
Apakah bapak atau ibu guru menggunakan materi pelajaran dari media elektronik seperti TV dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5? Apa alasannya?
47
Apakah bapak atau ibu guru menggunakan materi pelajaran dari media komputer dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5? Apa alasannya?
48
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan terhadap penggunaan media komputer dan laptop dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
49
Bagaimana cara bapak atau ibu guru melibatkan para siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5 sekolah dasar?
50
Apakah yang menjadi kendala bagi bapak atau ibu guru untuk melibatkan para siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5 sekolah dasar?
51
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan terhadap siswa yang bersikap nakal dan mengganggu teman dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
52
Bagaimana cara bapak atau ibu guru memberikan penguatan ke siswa seperti pujian dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
53
Bagaimana cara bapak atau ibu guru memberikan penguatan ke siswa dengan gerakan isyarat dari anggota tubuh dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
54
Bagaimana cara bapak atau ibu guru memberikan penguatan ke siswa dengan sentuhan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
55
Bagaimana cara bapak atau ibu guru memberikan hadiah ke siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
56
Apakah yang menjadi kendala bagi bapak atau ibu guru untuk memberikan hadiah ke siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
57
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan terhadap pemberian hadiah ke siswa  dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
58
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan terhadap evaluasi dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
59
Apakah menurut bapak atau ibu guru evaluasi dapat menjadi faktor penting dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5? Apa alasannya?
60
Apakah menurut bapak atau ibu guru revisi dapat menjadi faktor penting dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5? Apa alasannya?
61
Apakah bapak atau ibu guru melakukan evaluasi formatif dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5? Apa alasannya?
62
Apakah yang menjadi kendala bagi bapak atau ibu guru untuk melakukan evaluasi formatif dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
63
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan terhadap melakukan evaluasi formatif dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
64
Apakah bapak atau ibu guru melakukan evaluasi sumatif dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5? Apa alasannya?
65
Apakah yang menjadi kendala bagi bapak atau ibu guru untuk melakukan evaluasi sumatif  dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
66
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan terhadap melakukan evaluasi sumatif dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
67
Ada berapakah jenis penilaian yang dilakukan bapak atau ibu guru dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5? Apakah digunakan semuanya? Apa alasannya?
68
Apakah bapak atau ibu guru mengumpulkan karya-karya siswa selama satu semester dan menilainya dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5? Apa alasannya?
69
Apakah para siswa menyukai cara menilai bapak atau ibu guru dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5? Apa alasannya?
70
Sebutkan beberapa hal yang dilakukan bapak atau ibu guru untuk penilaian portofolio dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
71
Apakah yang menjadi kendala bagi bapak atau ibu guru untuk penilaian portofolio dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
72
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan terhadap penilaian portofolio dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
73
Bagaimana cara bapak atau ibu guru melakukan program remedial dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
74
Apakah yang menjadi kendala bagi bapak atau ibu guru melakukan program remedial dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
75
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan terhadap program remedial dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
76
Bagaimana cara bapak atau ibu guru melakukan program pengayaan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
77
Apakah yang menjadi kendala bagi bapak atau ibu guru untuk melakukan program pengayaan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
78
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan terhadap program pengayaan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
79
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan terhadap melakukan desain pembelajaran dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
80
Apakah yang menjadi kendala bagi bapak atau ibu guru untuk melakukan desain pembelajaran pada mata pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah dasar?
81
Faktor atau peristiwa apakah menurut bapak atau ibu guru yang menjadi pendukung untuk mendesain pembelajaran dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
82
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan terhadap pembelajaran mendengarkan Bahasa Indonesia di kelas 5?
83
Apakah siswa menyukai pembelajaran mendengarkan yang diajarkan pada pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5 sekolah dasar?
84
Apakah yang menjadi kendala bagi bapak atau ibu guru untuk melakukan pembelajaran mendengarkan Bahasa Indonesia di kelas 5?
85
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan terhadap pembelajaran berbicara Bahasa Indonesia di kelas 5?
86
Apakah siswa menyukai pembelajaran berbicara yang diajarkan pada pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5 sekolah dasar?
87
Apakah yang menjadi kendala bagi bapak atau ibu guru untuk melakukan pembelajaran berbicara Bahasa Indonesia di kelas 5?
88
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan terhadap pembelajaran membaca Bahasa Indonesia di kelas 5?
89
Apakah siswa menyukai pembelajaran membaca yang diajarkan pada pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5 sekolah dasar?
90
Apakah yang menjadi kendala bagi bapak atau ibu guru untuk melakukan pembelajaran membaca Bahasa Indonesia di kelas 5?
91
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan terhadap pembelajaran menulis Bahasa Indonesia di kelas 5?
92
Apakah siswa menyukai pembelajaran menulis yang diajarkan pada pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5 sekolah dasar?
93
Apakah yang menjadi kendala bagi bapak atau ibu guru untuk melakukan pembelajaran menulis Bahasa Indonesia di kelas 5?
94
Apakah siswa mampu untuk memahami pelajaran Bahasa Indonesia Kelas 5 yang diajarkan bapak atau ibu guru mata pelajaran Bahasa Indonesia Kelas 5?
95
Apakah siswa mampu untuk menyelesaikan tugas dari pelajaran Bahasa Indonesia Kelas 5 dalam satu pertemuan di hari itu juga?
96
Apakah siswa mampu untuk mengikuti arahan dan petunjuk guru dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
































Lampiran 6. Pedoman observasi
IMPLEMENTASI MODEL ASSURE (ANALYZE LEARNER, STATE OBJECTIVES, SELECT METHODS AND MEDIA, UTILIZE MATERIALS, REQUIRES LEARNER PARTICIPATION, ALSO EVALUATE AND REVISE) PADA PEMBELAJARAN MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA DI KELAS V SDIT UKHUWAH ISLAMIYAH YOGYAKARTA

A.    Pelaksanaan observasi
1.      Peneliti melakukan observasi pada SDIT Ukhuwah Islamiyah Yogyakarta pada bulan Januari dan Februari 2013.
2.      Kegiatan observasi yang dilakukan peneliti dilakukan berulang kali sampai peneliti menemukan banyak bukti yang dianggap telah memenuhi syarat untuk dijadikan data dan dokumen.
3.      Selama observasi dilakukan maka peneliti mencatat, merangkum, dan mendeskripsikan hasil observasi.
4.      Peneliti juga akan menggunakan lembar observasi ketika peneliti melakukan pengamatan.
5.      Peneliti membuat kesimpulan dari hasil observasi yang telah dilakukan.
B.     Sasaran observasi
1.      Sasaran pengamatan secara umum adalah Kepala Sekolah, guru yang mengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas 5, dan beberapa siswa kelas 5.
2.      Lokasi observasi penelitian bertempat di SDIT Ukhuwah Islamiyah Yogyakarta.
3.      Fasilitas sekolah dalam menunjang kegiatan pembelajaran:
a.       Media pembelajaran.
b.      Ruang perpustakaan.
c.       Laboratorium komputer.
4.      Aktivitas Kepala Sekolah, guru, dan siswa yang ada di SDIT Ukhuwah Islamiyah Yogyakarta mencakup:
a.       Kehadiran Kepala Sekolah, guru, dan siswa.
b.      Interaksi Kepala Sekolah dengan guru dan siswa dalam kegiatan pembelajaran.
c.       Interaksi Kepala Sekolah dengan guru dalam kegiatan pembelajaran.
d.      Interaksi Kepala Sekolah dengan siswa dalam kegiatan pembelajaran.
e.       Interaksi guru dan siswa dalam kegiatan pembelajaran.
f.       Penggunaan media oleh guru dalam kegiatan pembelajaran.
g.      Penggunaan media oleh siswa dalam kegiatan pembelajaran.
C.     Tahapan observasi
1.      Observasi deskripsi
Dilakukan pada tahap awal penelitian saat peneliti mengidentifikasi subyek penelitian, yaitu: aktivitas Kepala Sekolah, guru, dan beberapa siswa kelas 5. Peneliti juga memperhatikan semua aspek yang berhubungan dengan desain pembelajaran dalam pembelajaran Bahasa Indonesia kelas V di SDIT Ukhuwah Islamiyah Yogyakarta. 
2.      Observasi terpusat
Observasi dilakukan tertuju dan mengarah langsung terhadap orang yang diamati yaitu guru yang mengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas 5. Guru tersebut diamati untuk mengetahui perilaku dalam mendesain pembelajaran dan melakukan kegiatan empat aspek dalam pembelajaran Bahasa Indonesia yaitu: mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.
3.      Observasi selektif
Observasi dilakukan secara teliti dan cermat dalam memilih data yang lebih spesifik. Observasi juga dilakukan untuk menentukan data yang paling relevan dengan masalah penelitian.





Followers