Islam telah menerangkan terhadap kedua pasangan setelah pernikahan, mengenai hubungannya dan masalah-masalah seksual. Bahkan mengerjakannya dianggap suatu ibadat.
Sebagaimana dikatakan Nabi SAW, “Di kemaluan kamu ada sedekah (pahala).” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah ketika kami bersetubuh dengan istri akan mendapat pahala?” Rasulullah SAW menjawab, “Ya. Andaikata bersetubuh pada tempat yang dilarang (diharamkan) itu berdosa. Begitu juga dilakukan pada tempat yang halal, pasti mendapat pahala. Kamu hanya menghitung hal-hal yang buruk saja, akan tetapi tidak menghitung hal-hal yang baik.”
Berdasarkan tabiat dan fitrah, biasanya pihak laki-laki yang lebih agresif, tidak memiliki kesabaran dan kurang dapat menahan diri. Sebaliknya wanita itu bersikap pemalu dan dapat menahan diri.
Karenanya diharuskan bagi wanita menerima dan menaati panggilan suami. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits, “Jika si istri dipanggil oleh suaminya karena perlu, maka supaya segera datang, walaupun dia sedang masak.” (HR Tirmidzi)
Nabi SAW menganjurkan supaya si istri jangan sampai menolak kehendak suaminya tanpa alasan, yang dapat menimbulkan kemarahan atau menyebabkannya menyimpang ke jalan yang tidak baik, atau membuatnya gelisah dan tegang.
Nabi SAW bersabda, “Jika suami mengajak tidur si istri lalu dia menolak, kemudian suaminya marah kepadanya, maka malaikat akan melaknat dia sampai pagi.” (Muttafaq Alaih).
Keadaan yang demikian itu jika dilakukan tanpa uzur dan alasan yang masuk akal, misalnya sakit, letih, berhalangan, atau hal-hal yang layak. Bagi suami, supaya menjaga hal itu, menerima alasan tersebut, dan sadar bahwa Allah SWT adalah Tuhan bagi hamba-hamba-Nya Yang Maha Pemberi Rezeki dan Hidayat, dengan menerima uzur hambaNya. Dan hendaknya hamba-Nya juga menerima uzur tersebut.
Selanjutnya, Islam telah melarang bagi seorang istri yang berpuasa sunnah tanpa seizin suaminya, karena baginya lebih diutamakan untuk memelihara haknya daripada mendapat pahala puasa. Nabi SAW bersabda, “Dilarang bagi si istri (puasa sunnah) sedangkan suaminya ada, kecuali dengan izinnya.” (Muttafaq Alaih)
Disamping dipeliharanya hak kaum laki-laki (suami) dalam Islam, tidak lupa hak wanita (istri) juga harus dipelihara dalam segala hal. Nabi SAW menyatakan kepada laki-laki (suami) yang terus-menerus puasa dan bangun malam. Beliau bersabda, “Sesungguhnya bagi jasadmu ada hak dan bagi keluargamu (istrimu) ada hak.”
Abu Hamid Al-Ghazali, ahli fiqih dan tasawuf, dalam kitab Ihya’ mengenai adab bersetubuh, berkata, “Disunnahkan memulainya dengan membaca basmalah dan berdoa, sebagaimana diajarkan Nabi SAW, “Ya Allah, jauhkanlah aku dari setan dan jauhkanlah setan dari apa yang Engkau berikan kepadaku.”
Al-Ghazali berkata, “Dalam suasana ini (akan bersetubuh) hendaknya didahului dengan kata-kata manis, bermesra-mesraan dan sebagainya. Dan menutup diri mereka dengan selimut, jangan telanjang menyerupai binatang. Sang suami harus memelihara suasana dan menyesuaikan diri, sehingga kedua pasangan sama-sama dapat menikmati dan merasa puas.”
Menurut Ibnul Qayyim, tujuan utama dari jimak (bersetubuh) itu adalah: 1) Dipeliharanya nasab (keturunan), sehingga mencapai jumlah yang ditetapkan menurut takdir Allah. 2) Mengeluarkan air yang dapat mengganggu kesehatan badan jika ditahan terus. 3) Mencapai maksud dan merasakan kenikmatan, sebagaimana kelak di surga.
Ditambah lagi mengenai manfaatnya, yaitu menundukkan pandangan, menahan nafsu, menguatkan jiwa dan agar tidak berbuat serong bagi kedua pasangan.
Nabi SAW bersabda, “Wahai para pemuda, barangsiapa yang mampu melaksanakan pernikahan, maka hendaknya menikah. Sesungguhnya hal itu menundukkan penglihatan dan memelihara kemaluan.”
Kemudian Ibnul Qayyim berkata, “Sebaiknya sebelum bersetubuh hendaknya diajak bersenda-gurau dan menciumnya, sebagaimana Rasulullah SAW melakukannya.”
Ini semua menunjukkan bahwa para ulama dalam usaha mencari jalan baik tidak bersifat konservatif. Bahkan tidak kalah kemajuannya daripada penemuan-penemuan atau pendapat masa kini.
Yang dapat disimpulkan di sini adalah bahwa sesungguhnya Islam telah mengenal hubungan seksual di antara kedua pasangan, suami-istri, yang telah diterangkan dalam Alquranul Karim pada surah Al-Baqarah, yang ada hubungannya dengan peraturan keluarga.
Firman Allah SWT: “Dihalalkan bagi kamu pada malam hari puasa, bercampur dengan istri-istri kamu; mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasannya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu, Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah kamu, hingga jelas bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedangkan kamu beriktikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya…” (QS Al-Baqarah: 187).
Tidak ada kata yang lebih indah, serta lebih benar, mengenai hubungan antara suami-istri, kecuali yang telah disebutkan, yaitu: “Mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka.” (QS Al-Baqarah: 187)
Pada ayat lain juga diterangkan, yaitu: “Mereka bertanya kepadamu tentang haid, katakanlah: Haid itu adalah suatu kotoran. Oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri. Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok tanammu itu dengan cara bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan takwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira bagi orang-orang yang beriman.” (QS Al-Baqarah: 222-223)
Maka, semua hadis yang menafsirkan bahwa dijauhinya yang disebut pada ayat di atas, hanya masalah persetubuhan saja. Selain itu, apa saja yang dapat dilakukan, tidak dilarang.
Pada ayat di atas disebutkan: “Maka, datangilah tanah tempat bercocok tanammu dengan cara bagaimanapun kamu kehendaki.” (QS Al-Baqarah: 223)
bit.ly/facebookbayups bit.ly/blogspotbayups bit.ly/scholarbayups bit.ly/youtubebayups
Saturday, April 28, 2012
Friday, April 27, 2012
Mengapa Saya Ingin Menikah?
Why I Want To Get Married?
Because I want my eyes to see someone special, someone halal, knowing that he/she
is my gift from ALLAH
Because I want someone who loves ALLAH and loves me because he loves ALLAH.
Because I want somebody to share my happiness and praise ALLAH with me, someone to cry my tears with me and make du’a with me and someone to love
and love ALLAH with me.
Because I want to have children of my own to love and care and share with a gift from ALLAH.
Because I want to share ALLAH’s beautiful creations and praise His name with
someone who ALLAH has fated to be with me since I was born.
Because verily, with a halal partner, my life and everything I do with my husband will be halal in the eyes of ALLAH.
Because I am a gift from ALLAH to someone, and I want to let him feel ALLAH’s love through me ..
(Muhammad Khairy Farhan)
Mengapa Saya Ingin Menikah?
Karena aku ingin mata saya untuk melihat seseorang yang spesial, seseorang yang halal, mengetahui bahwa dia adalah hadiah bagi saya dari ALLAH
Karena aku ingin seseorang yang mencintai ALLAH dan mencintai saya karena dia mencintai ALLAH.
Karena aku ingin ada seseorang untuk berbagi kebahagiaan saya dan pujian untuk ALLAH dengan saya, seseorang menangis air mata saya dengan saya dan membuat Do'a dengan saya dan seseorang untuk dicintai dan mencintai ALLAH dengan saya.
Karena saya ingin punya anak saya sendiri untuk mengasihi dan peduli dan berbagi dengan hadiah dari ALLAH.
Karena saya ingin berbagi kreasi indah ALLAH dan memuji nama-Nya dengan
seseorang yang ALLAH telah ditakdirkan untuk bersama saya sejak saya lahir.
Karena sesungguhnya dengan pasangan halal, hidup saya dan semua yang saya lakukan dengan suami saya akan halal di mata ALLAH.
Karena aku hadiah dari ALLAH kepada seseorang, dan saya ingin membiarkan dia merasakan kasih ALLAH melalui saya...
(Muhammad Khairy Farhan)
Because I want my eyes to see someone special, someone halal, knowing that he/she
is my gift from ALLAH
Because I want someone who loves ALLAH and loves me because he loves ALLAH.
Because I want somebody to share my happiness and praise ALLAH with me, someone to cry my tears with me and make du’a with me and someone to love
and love ALLAH with me.
Because I want to have children of my own to love and care and share with a gift from ALLAH.
Because I want to share ALLAH’s beautiful creations and praise His name with
someone who ALLAH has fated to be with me since I was born.
Because verily, with a halal partner, my life and everything I do with my husband will be halal in the eyes of ALLAH.
Because I am a gift from ALLAH to someone, and I want to let him feel ALLAH’s love through me ..
(Muhammad Khairy Farhan)
Mengapa Saya Ingin Menikah?
Karena aku ingin mata saya untuk melihat seseorang yang spesial, seseorang yang halal, mengetahui bahwa dia adalah hadiah bagi saya dari ALLAH
Karena aku ingin seseorang yang mencintai ALLAH dan mencintai saya karena dia mencintai ALLAH.
Karena aku ingin ada seseorang untuk berbagi kebahagiaan saya dan pujian untuk ALLAH dengan saya, seseorang menangis air mata saya dengan saya dan membuat Do'a dengan saya dan seseorang untuk dicintai dan mencintai ALLAH dengan saya.
Karena saya ingin punya anak saya sendiri untuk mengasihi dan peduli dan berbagi dengan hadiah dari ALLAH.
Karena saya ingin berbagi kreasi indah ALLAH dan memuji nama-Nya dengan
seseorang yang ALLAH telah ditakdirkan untuk bersama saya sejak saya lahir.
Karena sesungguhnya dengan pasangan halal, hidup saya dan semua yang saya lakukan dengan suami saya akan halal di mata ALLAH.
Karena aku hadiah dari ALLAH kepada seseorang, dan saya ingin membiarkan dia merasakan kasih ALLAH melalui saya...
(Muhammad Khairy Farhan)
Monday, April 23, 2012
Prinsip-prinsip Dasar Perkawinan
Prinsip-prinsip Dasar Perkawinan
Prinsip-prinsip dasar perkawinan Islam yang harus diketahui olehseorang konselor perkawinan dapat diru-muskan sebagai berikut:
1.Dalam memilih calon suami/isteri, faktor agama/akhlak calon harus
menjadi pertimbangan pertama sebelum keturunan, rupa dan harta,
sebagaimana di-ajarkan oleh Rasul.
artinya: Wanita itu dinikahi karena empat pertimbangan, kekayaannya,
nasabnya, kecantikannya dan agamanya. Pilihlah wanita yang beragama
niscaya kalian beruntung. (H.R. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)
artinya: Pilihlah gen bibit keturunanmu, karena darah (kualitas
manusia) itu menurun. (H.R. Ibnu Majah).
2. Bahwa nikah atau hidup berumah tangga itu merupakan sunnah Rasul
bagi yang sudah mampu. Dalam kehidup-an berumah tangga terkandung
banyak sekali keuta-maan yang bernilai ibadah, menyangkut aktualisasi
diri sebagai suami/isteri, sebagai ayah/ibu dan sebagainya. Bagi
yang belum mampu disuruh bersabar dan berpuasa, tetapi jika dorongan
nikah sudah tidak terkendali pada-hal ekonomi belum siap, sementara ia
takut terjerumus pada perzinaan, maka agama menyuruh agar ia menikah
saja, Insya Allah rizki akan datang kepada orang yang memiliki
semangat menghindari dosa, entah dari mana datangnya (min haitsu la
yahtasib).
Nabi bersabda:
artinya: Wahai pemuda, barang siapa diantara kalian sudah mampu untuk
menikah nikahlah, karena nikah itu dapat mengendalikan mata (yang
jalang) dan memelihara kesucian kehormatan (dari berzina), dan barang
siapa yang belum siap, hendaknya ia berpuasa, karena puasa bisa
menjadi obat (dari dorongan nafsu). (H.R. Bukhari Muslim)
artinya : Kawinkanlah orang-orang yang masih sendirian diantara
kamu, dan orang-orang yang layak nikah diantara hamba-hamba sahayamu
yang laki dan yang perempuan. Jika mereka fakir, Allah akan
memampukan mereka dengan karunia Nya. Allah Maha Luas (pemberiannya)
lagi Maha Mengetahui. (Surat al Nur, 32)
3. Bahwa tingkatan ekonomi keluarga itu berhubungan dengan
kesungguhan berusaha, kemampuan mengelola (managemen) dan berkah dari
Allah SWT. Ada keluarga yang ekonominya pas-pasan tetapi hidupnya
bahagia dan anak-anaknya bisa sekolah sampai ke jenjang ting-gi,
sementara ada keluarga yang serba berkecukupan materi tetapi
suasananya gersang dan banyak urusan keluarga dan pendidikan anak
terbengkalai. Berkah artinya terkum-pulnya kebaikan ilahiyyah pada
sese-orang/ke-luarga/masyarakat seperti terkumpulnya air di dalam
kolam. Secara sosiologis, berkah artinya terdayagunanya nikmat Tuhan
secara optimal. Berkah dalam hidup tidak datang dengan sendirinya
tetapi harus diupayakan.
Firman Allah :
artinya: Sekiranya penduduk negeri-negeri itu beriman dan ber-taqwa,
niscaya Kami akanmelimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan
dari bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami
akan sisksa mereka disebabkan oleh perbuatan mereka. (Surat al A’raf,
96)
artinya: Allah menyayangi orang yang bekerja secara halal,
membelanjakan hasilnya secara sederhana, dan mengutamakan sisa
(tabungan) untuk kekurangan dan kebutuhannya (di waktu mendatang).
(H.R. Ibn. Najjar dari Aisyah).
4. Suami isteri itu bagaikan pakaian dan pemakainya. Antara keduanya
harus ada kesesuaian ukuran, kese-suaian mode, asesoris dan
pemeliharaan kebersihan. Layaknya pakaian, masing-masing suami dan
isteri ha-rus bisa menjalankan fungsinya sebagai (a) penutup aurat
(sesuatu yang memalukan) dari pandangan orang lain, (b) pelindung
dari panas dinginnya kehidupan, dan (c) kebanggan dan keindahan bagi
pasangannya. Dalam keadaan tertentu pakaian mungkin bisa diper-kecil,
dilonggarkan, ditambah asesoris dan sebagainya, Mengatasi perbedaan
selera, kecenderungan dan hidup antara suami isteri, diperlukan
pengorbanan kedua belah pihak. Masing-masing harus bertanya: Apa yang
dapat saya berikan, bukan apa yang saya mau.
artinya: Mereka (isteri-isterimu) adalah (ibarat) pakaian kalian, dan
kalian adalah (ibarat) pakaian mereka. (Surat al Baqarah 187)
artinya: Sebaik-baik kamu adalah orang yang paling baik terhadap
isterinya, dan aku (Nabi) adalah orang yang paling baik terhadap
isteri. (H.R. Turmuzi dari Aisyah)
5. Bahwa cinta dan kasih sayang (mawaddah dan rahmah) merupakan sendi
dan perekat rumah tangga yang sangat penting. Cinta adalah sesuatu
yang suci, anuge-rah Tuhan dan sering tidak rationil. Cinta dipenuhi
nuansa memaklumi dan memaafkan. Kesabaran, ke-setiaan, pengertian,
pemberian dan pengorbanan akan mendatangkan/menyuburkan cinta,
sementara penyelewengan, egoisme, kikir dan kekasaran akan
menghilangkan rasa cinta. Hukama berkata:
artinya: Tanda-tanda cinta sejati ialah (1) engkau lebih suka
berbicara dengan dia (yang kau cintai) dibanding berbicara dengan
orang lain, (2) engkau lebih suka duduk berduaan dengan dia dibanding
dengan orang lain, dan (3) engkau lebih suka mengikuti kemauan dia
dibanding kemauan orang lain/diri sendiri).
artinya: …..Sekiranya engkau (Nabi) kasar dan keras hati ( kepada
sahabat-sahabatnya), niscaya mereka lari dari sisimu. (Surat Ali
Imran, 159)
artinya: Tidak bisa memuliakan wanita kecuali lelaki yang mulia, dan
tidak sanggup menghinakan wanita kecuali lelaki yang tercela. (Hadis)
6. Bahwa salah satu fungsi perkawinan adalah untuk me-nyalurkan hasrat
seksual secara sehat, benar dan halal. Hubungan suami isteri
(persetubuhan) merupakan hak azazi, kewajiban dan kebutuhan bagi
kedua belah pihak. Persetubuhan yang memenuhi tiga syarat (sehat,
benar dan halal) itulah yang berkualitas, dan dapat menda-tangkan
ketenteraman (sakinah).
Oleh karena itu, masing-masing suami isteri harus menyadari bahwa hal
itu bukan hanya hak bagi dirinya, tetapi juga hak bagi yang lain dan
kewajiban bagi dirinya. Dalam Islam, hubungan seksual yang benar dan
halal adalah ibadah.
Firman Allah :
artinya: Dan diantara tanda-tanda kekuasan Nya ialah Dia menciptakan
untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan rasa kasih sayang
diantaramu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (Surat ar Rum, 21)
artinya: Nabi bersabda, Persetubuhanmu dengan isterimu itu mem-peroleh
pahala. Para sahabat bertanya; Apakah orang yang menya-lurkan
syahwatnya dapat pahala? Nabi menjawab : Tidakkah kalian tahu bahwa
jika ia menyalurkan hasratnya di tempat yang haram, maka ia berdosa?
Nah, demikian pula jika menyalurkan hasratnya kepada isterinya yang
halal, maka ia memperoleh pahala. (H.R. Muslim)
7. Bahwa pergaulan dalam rumah tangga juga membu-tuhkan suasana
dinamis, dialog dan saling menghargai. Kekurangan keuangan keluarga
misalnya, oleh orang bijak dapat dijadikan sarana untuk menciptakan
suasana dinamis dalam keluarga. Sebaliknya suasana mapan yang lama
(baik mapan cukup maupun mapan dalam kekurangan) dapat menimbulkan
suasana rutin yang menjenuhkan. Oleh karena itu suami isteri harus
pan-dai menciptakan suasana baru, baru dan diperbaharui lagi, karena
faktor kebaruan secara psikologis membuat hidup menjadi menarik.
Kebaruan tidak mesti dengan mendatangkan hal-hal yang baru, tetapi
bisa juga barang lama dengan kemasan baru.
8. Salah satu penyebab kehancuran rumah tangga adalah adanya orang
ketiga bagi suami atau bagi isteri (other women/man). Datangnya orang
ketiga dalam rumah tangga bisa disebabkan karena kelalaian/kurang was-
pada (misalnya kasus adik ipar atau pembantu), atau karena pergaulan
terlalu bebas (ketemu bekas pacar atau teman sekerja), atau karena
ketidak puasan kehidupan seksual, atau karena kejenuhan rutinitas.
Suami/isteri harus saling mempercayai, tetapi harus waspada terhadap
kemungkinan masuknya virus orang ketiga.
Artinya: “Nabi melarang seorang lelaki memasuki kamar wanita yang
bukan muhrim. Seorang sahabat menanyakan boleh tidaknya memasuki
kamar saudara ipar. Nabi men-jawab: Masuk ke kamar ipar itu sama
dengan maut (berbahaya).” (Hadis)
artinya: Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah
dan hari akhir, untuk bepergian selama tiga hari tanpa disertai
muhrimnya. (H.R. Bukhari, Muslim dan Abu Daud, dari Ibn Umar)
9. Bahwa perkawinan itu bukan hanya mempertemukan dua orang; suami
dan isteri, tetapi juga dua keluarga besar antar besan. Oleh karena
itu suami/isteri harus bisa berhubungan secara proporsional dengan
kedua belah pihak keluarga, orang tua, mertua adik, ipar dst.
10. Bahwa masalah harta benda sering menjadi sumber perselisihan
keluarga, baik selagi masih hidup maupun setelah ditinggal mati
(warisan). Orang tua diajarkan untuk berlaku adil terhadap anak-
anaknya -termasuk dalam hal pemberian harta-. Ada dua jalan untuk
menga-lihkan hak pemilikan harta orang tua kepada anak, yaitu hibah,
yakni pemberian ketika orang tua masih hidup, dan pembagian harta
warisan setelah orang tua mati.
Pedoman pembagian harta warisan dalam Islam sudah sangat jelas,
tetapi kesepakatan keluarga (ahli waris) dapat membuat keputusan lain
dalam pemba-gian harta. Harta waris yang diperoleh dengan cara re-
butan/perselisihan biasanya tidak berkah, karena cara perolehannya
disertai rasa permusuhan/tidak ridla.
artinya : Dan janganlah sebagian kamu memakan harta dari sebagian
yang lain diantaramu dengan jalan yang batil, dan janganlah kamu
membawa urusan harta itu ke pengadilan supaya kamu dapat menguasai
(harta orang lain) dengan cara dosa, padahal kamu mengetahui
(kesalahanmu). (Surat al Baqarah, 188)
11. Bahwa karena selalu berdekatan, komunikasi antara suami isteri
biasanya menjadi sangat intens. Kehar-monisan hubungan antara suami
isteri dipengaruhi oleh kesamaan atau keseimbangan watak/temperamen,
kesamaan hobbi, kedekatan visi dan sebagainya. Kehar-monisan suami dan
isteri akan terwujud jika masing-masing berfikir untuk memberi, bukan
untuk menun-tut, saling menghargai, bukan saling merendahkan. Dalam
kehidupan, seringkali dijumpai bahwa kesu-litan yang dihadapi justeru
mengandung hikmah yang besar, asal orang dapat menerima dan
menghadapinya secara benar dan sabar. Isteri biasanya kurang senang
dinasehati suami jika nasehat itu seperti nasehat guru kepada murid,
meskipun ia mengakui kebenaran na-sehat suaminya, demikian juga
sebaliknya.
artinya: Wahai orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai
wanita dengan secara paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka
karena hendak mengambil kembali seba-hagian dari apa yang telah engkau
berikan kepada mereka, terkecualijika mereka melakukan perbuatan keji
yang nyata. Pergauilah mereka dengan secara patut, tetapi jika kamu
tidak menyukai mereka (maka bersabarlah), karena boleh jadi kamu
tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan
yang banyak. (an Nisa 19)
artinya: Tidak bisa memuliakan wanita, kecuali lelaki yang mulia
juga, dan tidak sanggup merendahkan derajat wanita kecuali lelaki
yang rendah (tercela) juga. (Hadis)
12. Pada dasarnya sistem perkawinan dalam Islam adalah monogami.
Poligami diperbolehkan hanya dalam keadaan tertentu, bagaikan pintu
darurat, dan dengan per-syaratan-persyaratan yang berat. Secara
sosiologis, poligami terjadi disebabkan oleh banyak hal, antara lain:
a. Suami hanya menuruti dorongan syahwatnya, tanpa mengukur tanggung
jawabnya.
b. Isteri kurang mengerti hal-hal yang dapat mengikat perasaan suami
untuk tetap konsentrasi di rumah.
c. Pergaulan yang terlalu akrab dengan wanita lain, misalnya karena
setiap hari selalu bersama (seperti teman sekerja), atau karena
simpati kepada problem yang dihadapi si wanita itu sehingga si lelaki
ter-dorong ingin menjadi dewa penolong.
d. Perpisahan yang terlalu lama antara suami dan isteri.
e. Campur tangan luar atau pelecehan harga diri suami oleh
isteri/keluarganya sehingga suami merasa tidak berwibawa di rumah,
dan selanjutnyya mencari kewibawaan di luar rumah.
f.Isteri tak berdaya menghadapi kehendak suami, atau sefaham bahwa
poligami itu manusiawi saja.
Poligami yang dilakukan demi menjaga kesucian, adalah lebih baik
daripada toleransi terhadap perzinahan. Ungkapan yang berbunyi; jika
ingin makan daging kambing cukup beli sate, tidak harus repot-repot
me-melihara kambing, sebenarnya adalah ungkapan sesat dari orang bodoh.
Seorang bijak mengatakan bahwa poligami hanya bisa dilakukan oleh
tiga orang, yaitu:
(1) oleh “raja”, yang dengan kekuasannya ia dapat mengatur isteri-
isterinya,
(2) oleh orang berilmu, dimana dengan ilmunya ia bisa meminij
keluarga besarnya,
(3) orang ngawur, dimana ngawurnya itu membuat-nya tak perduli
dengan problem.
3 prinsip pernikahan bahagia
3 prinsip ini, dan kehidupan pernikahan Anda pun akan lebih bahagia.
Tetap Berdiskusi
Talk and be open. Tak peduli berapa tahun usia perkawinan Anda, komunikasi adalah hal utama yang harus dimiliki.
Tak hanya rutin menyatakan I love you pada pasangan, menjaga nama baik, harga diri, dan privasi adalah bentuk sublimasi cinta yang bisa diberikan istri kepada suami dan sebaliknya.
A little act of romance. Mungkin bukan sesuatu yang berarti, tapi bisa menjadi bahan bakar untuk menjaga nyala api cinta dalam perkawinan Anda berdua.
Tetap Berdiskusi
Talk and be open. Tak peduli berapa tahun usia perkawinan Anda, komunikasi adalah hal utama yang harus dimiliki.
- Tidak kehilangan topik pembicaraan merupakan bukti bahwa komunikasi masih tetap ada. Pilihan topik bisa apa saja, selama Anda dan pasangan masih bisa mengobrol santai berdua.
- Komunikasi merupakan perwujudan dukungan moral dalam masalah yang dihadapi suami maupun istri. Memberi dukungan secara diam-diam, atau tidak mau ikut campur akan masalah yang dihadapi pasangan, adalah gejala awal ketidakpedulian.
- Untuk hal-hal yang sensitif, seperti masalah gaji ataupengeluaran, seharusnya sudah bisa dibicarakan secara terbuka. Kalau tidak, renungkan lagi, apa yang salah dalam komunikasi Anda berdua selama ini?
Tak hanya rutin menyatakan I love you pada pasangan, menjaga nama baik, harga diri, dan privasi adalah bentuk sublimasi cinta yang bisa diberikan istri kepada suami dan sebaliknya.
- Membentengi diri dari godaan bukan hanya agar tak terjerumus dalam affair, tapi juga demi nama baik keluarga Anda sendiri.
- Keterbukaan di antara teman baik tidak seharusnya mengalahkan tembok privasi kehidupan pribadi. Walau mendiskusikannya secara ilmiah, Anda yakin cerita tentang suami Anda tak akan tersebar ke mana-mana?
- Terlibat dalam rencana-rencana besar berjangka waktu panjang adalah bentuk keterbukaan suami-istri, sekaligus respek terhadap pasangan masing-masing.
A little act of romance. Mungkin bukan sesuatu yang berarti, tapi bisa menjadi bahan bakar untuk menjaga nyala api cinta dalam perkawinan Anda berdua.
- Lakukan dengan spontan, karena kejutan kecil akan terasa lebih romantis daripada sesuatu yang Anda rencanakan terlalu lama.
- Di tengah rutinitas, sisihkan waktu untuk melakukan hal-hal ‘gila’ yang pernah membuat Anda berdua falling deeply in love.
- Bila mengatakan, “I love you,” ucapkan dengan tulus, bukan karena sudah menjadi kata-kata rutin.
Perbedaan Pria Bujangan dengan Pria Beristri
Fase membujang dan fase menikah memiliki banyak sekali perbedaan yang mencolok. Diantaranya:
- Ketika membujang, seorang pria bisa saja bersikap cuek terhadap dirinya sendiri. Tapi,setelah menikah seorang pria dituntut untuk bersikap tanggung jawab baik terhadap istrinya maupun terhadap istri dan anaknya. Dan seringnya keluargalah yang menjadi prioritas utama dalam segala hal. Jangan sampai anda dikatakan si Raja Tega, kalau anda sudah menikah tapi masih saja cuek dan lebih mementingkan diri sendiri.
- Ketika membujang, banyak hal yang bisa kita lakukan sendiri ataupun bersama teman-teman anda. Tapi setelah menikah, semua hal yang anda lakukan harus selalu melalui izin dan persetujuan istri anda. Itu juga kalau anda gak mau dicemburui istri karena disangka main lagi sama wanita lain waduh indikasi susis nih alias suami sieun[takut] istri.
- Ketika membujang, mungkin anda akan malas dalam bekerja karena merasa masih sendiri dan tak ada beban yang ditanggung. Tapi, setelah menikah anda dituntut untuk bekerja lebih giat lagi. Karena pada hakikatnya, tidak ada cinta sejati itu yang berjalan tanpa materi. Benar juga kata pepatah “Ada uang, abang disayang. Gak ada uang, abang ditendang!” Makanya sebelum menikah harus banyak prepare (persiapan) dulu dalam masalah finansial. Sebaik apapun istri anda, kalau gak ada uang bagaimana mau menutupi kebutuhan hidup sehari-hari? Yang ada dicemberutin istri. Waduh kayanya pengalaman ni
- Ketika membujang, anda bebas untuk keluyuran di malam hari seperti kekelawar. Tapisetelah menikah, jangan coba-coba keluyuran malam kecuali dalam jadwal ronda. Bisa-bisa anda gak dibukain pintu dan disuruh tidur di pos ronda. Terkadang istri suka sensi dalam masalah keluyuran malam-malam, takut nyangkut di rumah janda kembang katanya
- Ketika membujang, anda tidur sendirian. Paling banter sama temen sekosan yang itu juga sama-sama cowok [ih, indikasi maho gan ] tapi setelah menikah, si eneng akan ada di samping anda. Menemani malam-malam yang dingin dan banyak nyamuk.Pssst…Zona dewasa nih hehe, yang pasti semua halal gan!! Kalau sebelum nikah kan zina namanya..
- Ketika membujang, semua kegiatan tetek bengek seperti mencuci baju, nyetrika dan lain-lain dikerjakan sendiri [pengecualian masih dikerjain sama emak!] tapi kalau udah nikah, bakalan ada yang ngerjain itu semua. Yaitu, pembantu eh salah maksudnya istri kita. Tapi itu juga pengeculian bagi istri yang always di rumah. Tapi kalau istrinya wanita karir, ya udah sewa pembantu aja daripada ribet
- Ketika membujang, tidak ada yang membatasi kita dalam melakukan kegiatan online. Tapi kalau sudah nikah, ada kuota yang membatasi kita. Tidak boleh online diatas jam 10 malem TITIK!! Kalau bandel, gak boleh tidur bareng wkwkw.
- Dan masih banyak lagi.. Mau nambahin?
Suami harus maklum
Seorang suami harus memaklumi kecemasan dan ketakutan seorang istri yang belum pernah melakukan hubungan seksual, pada malam pengantin. Maka suami harus mampu menahan diri sambil menciptakan suasana erotik, dan memberikan rangsangan seksual yang cukup efektif agar sang istri benar-benar menjadi siap, baik secara fisik maupun psikis. Dalam keadaan cukup terangsang dan siap secara total, sang istri tidak akan diganggu oleh rasa sakit. Atau kalau pun masih muncul rasa sakit, akan diterima sebagai sesuatu yang wajar, bukan sebagai sesuatu yang menyiksa.
Demikian pula dengan kegiatan hubungan seksual, dapat diterima dan dilakukan sebagai suatu kebutuhan dan ekspresi cinta suami-istri. Kesan yang membekas di hati istri akan sangat berbeda kalau sang suami melakukannya semata-mata berdasar atas dorongan seksualnya sendiri tanpa memperhatikan kesiapan istrinya, baik secara fisik maupun psikis.
Sebaliknya, kalau istri telah berpengalaman sedang sang suami “masih perawan”, maka istri diharapkan dapat memaklumi ketidakharmonisan yang terjadi pada malam pertama. Di sini sang istri dituntut bersabar, memberi waktu kepada suaminya agar memahami bagaimana hubungan seksual yang sebenarnya. Ketidaksabaran istri dapat menimbulkan akibat yang tidak diinginkan pada sang suami. Kasus suami di atas merupakan contoh jelas tentang ketidaksabaran atau sikap tidak menyenangkan di pihak istri, yang berakibat buruk terhadap seksualitas suami. Dan lebih menyedihkan, itu terjadi pada malam pengantin.
Berbeda dengan suami-istri yang sebelumnya telah berpengalaman secara seksual, terlepas dari norma moral atau agama yang ada. Dengan pengalaman itu, tentu mereka tidak terlalu banyak mengalami masalah pada malam pengantin. Paling tidak, bila dibandingkan dengan mereka yang belum berpengalaman sama sekali. Ini dapat dimengerti, karena kegiatan hubungan seksual sebenarnya adalah suatu proses belajar juga. Tidak benar hubungan seksual disebut sebagai kegiatan yang bersifat alamiah, artinya bukan hasil belajar.
Tetapi bukan berarti pasangan yang sudah lama menikah atau sudah lama berpengalaman dalam melakukan hubungan seksual pasti mengerti benar tentang seksualitas. Ini terbukti dari banyaknya pasangan suami-istri yang telah lama menikah tetapi gagal membina kehidupan seksual yang harmonis karena ketidakmengertian tentang seksualitas, baik seksualitas dirinya maupun lawan jenisnya.
Hubungan seksual yang berlangsung benar dan harmonis adalah hasil suatu proses belajar yang didasarkan atas pengetahuan seksualitas yang benar pula. Lalu apakah ini berarti, orang harus berpengalaman seksual dulu sebelum menikah? Tentu saja tidak harus demikian, karena ada nilai-nilai yang mengatur hubungan seksual antarmanusia. Maka akan sangat bermanfaat dan sangat membantu bila pasangan suami-istri dibekali denganpendidikan seks sebelumnya. Tentu saja materinya disesuaikan dengan usia dan kebutuhan mereka sebagai orang dewasa, calon pengantin.
Memang terasa janggal kalau sepasang pengantin baru memasuki kamar pengantin, tetapi tidak tahu apa-apa tentang apa yang akan mereka lakukan. Salah-salah, akibat buruk yang terjadi, seperti pada kedua kasus di atas.
Pendidikan seks khusus untuk orang dewasa atau calon pengantin dapat diberikan dalam bentuk satu paket kursus, yang membahas tentang seksualitas laki-laki dan perempuan. Teknik melakukan hubungan seksual merupakan sebagian materi khusus itu. Dengan demikian, pengantin baru memiliki pengetahuan yang cukup tentang seksualitas dirinya dan lawan jenisnya, dan tentu saja tentang apa yang mereka lakukan pada malam pertama. Materi pendidikan seks untuk orang dewasa ini tentu saja sangat berbeda dengan materi pendidikan seks untuk remaja, apalagi untuk anak-anak.
Dengan memiliki pengetahuan yang benar tentang seksualitas diri sendiri dan lawan jenisnya, hubungan seksual pertama kali akan berlangsung lebih baik walaupun mungkin belum seperti yang diharapkan. Tetapi paling tidak, trauma seksual dapat dihindari sehingga tidak terjadi akibat buruk seperti yang dialami oleh kedua kasus di atas. Selanjutnya melalui proses belajar pasangan itu harus berusaha membina kehidupan seksualnya agar berlangsung harmonis.
Walaupun demikian, bukan berarti gangguan seksual tidak akan terjadi sama sekali. Gangguan fungsi seksual yang menimbulkan ketidakharmonisan dalam hubungan seksual, mungkin saja terjadi mengingat faktor penyebabnya bervariasi. Kalau ini terjadi diharapkan pasangan itu menyadari, gangguan yang ada harus dilenyapkan agar dapat dicapai kehidupan seksual yang harmonis.
Penyebab terbesar wanita menjadi sedingin es adalah faktor psikis. Umumnya, masalah psikoseksual merupakan awal mula frigiditas, sebaliknya jarang sekali medis.
Banyak masalah yang membuat wanita menjadi sedingin es. Seorang wanita tidak serta-merta menjadi dingin. Bisa saja sebelumnya kehidupan intimnya baik-baik saja.
Frigiditas bisa timbul di tengah pernikahan karena suatu perasaan kecewa yang berat terhadap pasangan, merasa dikhianati, atau ada kemarahan yang ditutupi.
Laki Laki dan Wanita diciptakan memang sedemikian berbeda, sehingga dalam Hubungan Seksualitas Suami Istri pun banyak perbedaan, tetapi justru dengan perbedaan antara keduanya inilah akan tercipta harmonisasi Hubungan Seksualitas Suami Istri. Pria cenderung mempunyai orientasi fisik, sementara wanita lebih kepada hubungan (relasional).
Wanita bisa lebih terangsang melalui perasaan, bau bau an, sentuhan lembut, dan kata-kata mesra, sedangkan pria bisa terangsang dengan bentuk serta penglihatan mereka. Wanita biasanya menginginkan seks lebih jarang. Para pria sering menginginkan Hubungan Seksualitas Suami Istri kapan saja dan dimana saja, memiliki respon seksual yang cepat dan susah terganggu. sementara wanita mempunyai respon seksual yang sedikit lebih lama dan lebih gampang terganggu dengan suasana dan lingkungan sekitarnya.
Jadi, bagi para suami ingatlah bahwa wanita pasangan Anda memberikan respon pada apa yang mereka rasakan. Sehingga untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas Hubungan Seksualitas Suami Istri sering-seringlah menambah ‘deposit’ dalam rekening emosional pasangan untuk mempertahankan kedekatan yang akan memberikan dorongan kepada dia sehingga lebih mudah “tersambung” dengan anda secara seksual.
Pelan-pelan saja
Masalahnya, sang istri mengalami suatu gangguan fungsi seksual yang disebut vaginismus, yaitu suatu kekejangan abnormal otot vagina dan sekitarnya sehingga hubungan seksual tidak mungkin dilakukan. Apa sesungguhnya yang menyebabkan gangguan itu?
Inilah peristiwa seksual yang dialami ketika pertama kali wanita itu melakukan hubungan seksual. Peristiwa itu terjadi pada malam pertama, ketika suaminya dengan sangat bergairah dan tergesa-gesa melakukan hubungan seksual, seolah-olah tidak memberi kesempatan kepadanya untuk sekadar berbaring dulu menikmati aroma malam pengantin. Dia yang saat itu tidak siap dan tidak terangsang, mengalami rasa sakit yang cukup menyiksa. Keadaan ini, yang diperparah oleh rasa ngeri melihat bercak darah, telah membekas sangat dalam di dalam dirinya. Kemudian hari-hari selanjutnya, bukan kemanisan bulan madu yang ia nikmati, melainkan penderitaan, setiap kali suaminya mendekat dan melakukan hubungan seksual.
Pengalaman malam pertama itu benar-benar merupakan trauma seksual bagi wanita itu. Ternyata hubungan seksual tidaklah seindah apa yang dibayangkan sebelumnya. Akibatnya ternyata cukup menyedihkan dan berkepanjangan. Selama dua tahun perkawinan itu ia cukup menderita setiap kali melakukan hubungan seksual. Setiap kali melakukannya, ia merasa ketakutan, yang kemudian harus dilanjutkan dengan kebohongan berupa hubungan anal sex yang ternyata tidak diketahui oleh sang suami.
Kini, setelah dua tahun menikah, wanita itu mulai bosan dan jengkel dengan apa yang dilakukan dan disembunyikan dari suaminya. Dia juga ingin menikmati kehidupan seksual yang normal. Lebih dari itu, muncul masalah lain karena sang suami, sering bertanya mengapa kehamilan tak kunjung datang. Jawabannya tentu saja sangat mudah: mana mungkin terjadi kehamilan kalau hubungan seksual selalu berlangsung secara anal sex. Kini dia justru pusing bagaimana harus menjawab pertanyaan suami, mengapa kehamilan tak kunjung datang. Dia tidak dapat membayangkan bagaimana reaksi sang suami kalau dia harus berterus terang bahwa hubungan yang selama ini dilakukan adalah hubungan anal sex.
Ternyata trauma seksual pertama kali bukan hanya dialami oleh wanita, melainkan juga pria. Pengalaman seksual pertama kali yang kemudian berakibat buruk dialami pula oleh pasien saya yang lain, seorang laki-laki berusia 30 tahun. Pada malam pengantinnya, sang istri yang memang sudah berpengalaman seksual sebelumnya, mengeluh karena pria itu terlalu cepat mengalami ejakulasi sehingga ia tidak merasa puas. Pria yang memang belum pernah melakukan hubungan seksual itu, benar-benar merasa terpukul dan malu, di samping kecewa dan tidak berdaya.
Hari-hari selanjutnya, bagai di dalam neraka bagi pasangan suami-istri itu. Apa yang terjadi selanjutnya? Pria itu mengalami impotensi, dan tentu saja istrinya pusing kepala. Maka kacaulah suasana pengantin baru itu. Bahkan gangguan fungsi seksual itu tetap berlanjut sampai setahun kemudian, sampai dia datang ke klinik saya.
Kedua kasus ini hanya sekadar contoh betapa pentingnya pengalaman seksual pertama kali, atau pada malam pengantin, atau pada masa bulan madu. Banyak lagu atau kisah cinta yang mengumandangkan kemesraan suami-istri pada malam pengantin atau pada masa bulan madu. Masa ini adalah masa awal pernikahan sejak malam pengantin, yang diharapkan oleh pasangan pengantin baru sebagai masa yang penuh kemesraan. Tetapi ternyata tidak sedikit pengantin baru yang tidak menikmati kemanisan dan keindahan masa bulan madu. Kedua kasus di atas merupakan contoh yang jelas. Bagi mereka, masa bulan madu hanyalah impian pengarang lagu dan kisah cinta. Bahkan malam pengantin dan masa bulan madu merupakan masa yang menyakitkan, yang berakibat sangat panjang dan melelahkan.
Pengalaman seksual pada malam pertama memang perlu diperhatikan oleh pengantin baru. Suami-istri yang sama-sama belum berpengalaman secara seksual, tentu memerlukan waktu untuk mengerti dan merasakan nilai hubungan seksual sebagai suatu bentuk komunikasi yang paling dalam. Dan inilah nilai moral secara umum yang masih berlaku di masyarakat kita, walaupun tidak dapat dibantah bahwa hubungan seksual sebelum menikah telah banyak terjadi.
Sunday, April 22, 2012
Kelakuan setelah menikah
Menikah merupakan sebuah babak baru dalam kehidupan seseorang. Disinilah beragam perubahan terjadi, dari mulai teman hidup yang selama ini adalah keluarga sampai cita cita masa depan. Pengalaman yang terjadi pada saya pernikahan merupakan sebuah anugerah dan tantangan yang patut disyukuri. Inilah secuil cerita indah hidup saya yang menyangkut banyak perubahan pasca pernikahan 5 bulan lalu yang akhirnya saya menemukan moment penting yang menjadi jawaban atas adaptasi saya selama ini.
Beruntung ternyata saya memiliki suami yang yang tidak rewel ini dan itu, tidak minta dibuatkan minum, memakai pakaian yang ada di lemari, makan ceplok telor buatan saya, yah intinya dia bukanlah sosok yang ingin dilayani dalam banyak hal. Namun dengan berjalan waktu saya mulai bertanggung jawab atas diri dia, saya terpanggil ingin membuatkan makanan kesukaannya ,mengurus pakaian dan keperluannya dengan baik.
Menikah?
Banyak pasangan muda yang terjebak dalam dua pilihan ini. Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan sebelum akhirnya mengambil keputusan yang manakah yang akan dilakukan. Pernikahan bukan sekedar permasalahan menyatukan dua pribadi ke dalam satu ikatan. Lebih dari itu, pernikahan merupakan sebuah keputusan besar menyangkut masa depan, ya masa depan yang akan dan harus dihadapi oleh pemilihnya. Pertimbangan apa saja yang kemudian harus dilakukan sebelum akhirnya mengambil keputusan untuk menikah?
1. Dosa
Banyak pasangan muda yang memutuskan untuk menikah dengan pertimbangan menghindari perbuatan dosa. Apakah benar agama memerintahkan seperti itu? Banyak pendapat yang akhirnya harus ditilik ulang mengenai hal ini. Agama memerintahkan seseorang untuk menikah pada saat seseorang sudah siap, kesiapan disini adalah kesiapan secara menyeluruh, dan tidak ada agama yang menyebutkan perintah untuh menikah agar terhindar dari perbuatan dosa. Dalam Islam sendiri di jelaskanbahwa menikah itu harus dilakukan apabila seseorang telah merasa siap dan apabila belum siap maka berpuasa-lah. Kalau pembenaran ini yang kemudian digunakan sebagai alasan mengapa orang menyebutkan bahwa menikah adalah untuk menghindari perbuatan dosa, rasanya terlalu dangkal.
Pada saat kita menikah dengan alasan untuk menghindari perbuatan dosa, maka alasan utama pernikahan yang akan berlangsung adalah nafsu. Mengapa demikian, karena mau tidak mau kita harus mengakui menikah ataupun tidak menikah dosa itu tetap saja dapat terjadi. Semua kembali kepada niat dan hati. Semurni apakah niat kita untuk membentuk sebuah ikatan suci, sehingga nafsu bukan menjadi awal dasar pemikiran untuk mengambil keputusan melaksanakannya.
Mungkin banyak yang menyangkal kalau alasan menikah untuk menghidari perbuatan dosa adalah didasari oleh nafsu. Tapi coba fikirkan ulang, ”Saya menikah untuk menghindari perbuatan dosa”. Perbuatan dosa apa yang dihindari jika kita tidak berbicara tentang nafsu? Saya kira penjelasan sedikit ini pun sudah menjadi logis, bukan.
Agama menjelaskan bahwa menikah adalah sebuah tanggung jawab. Alasan untuk menghidari perbuatan dosa adalah alasan yang paling dangkal untuk dijadikan dasar mengapa seseorang menentukan untuk menikah di usia muda. Karena lebih dari itu pernikahan adalah sebuah ikatan suci dimana dua orang yang memutuskan terikat dalam sebuah pernikahan bertanggung jawab untuk saling membina sehingga akhirnya tercipta sebuah keluarga yang harmonis sesuai dengan harapan.
Saat ini berapa banyak pasangan yang tidak menemukan keharmonisan dalam kehidupan keluarganya. Dapat kita yakini bahwa ini bisa terjadi karena kesalahan dasar yang diletakkan atas pernikahan itu. Karena tidak ditemukan esensi pernikahan yang sesunguhnya pada saat mengambil keputusan untuk menikah. Hal ini biasanya disebabkan karena pada beberapa orang yang memutuskan untuk menikah muda kondisi mereka secara mental belum stabil, sehingga yang ada hanyalah keinginan untuk bisa selalu bersama dan semua yang ada dipandangannya tentang pasangannya adalah keindahan. Entahlah keadaan itu dapat bertahan berapa lama, jika ternyata alasan menikahnya memang tidak tepat. Bukankah Tuhan juga tidak menyukai perceraian?!
2. Orang Tua
Yang paling banyak idak setuju saat seseorang memutuskan untuk menikah muda, biasanya adalah orang tua. Tidak hanya orang tua dari pihak perempuan, tetapi juga orang tua dari pihak laki-laki. Mengapa demikian?
Mari kita berada di pihak orang tua perempuan.
Apa yang kita harapkan dari pernikahan anak perempuan kita? Siapa yang kita harapkan untuk dapat menjadi pendamping hidup anak perempuan kita? Seperti apa yang kita harapkan dari kehidupan anak perempuan kita setelah menikah?
Bahkan orang tua dengan kekayaan berlimpah yang tak akan habis membiayai seluruh keluarganya pun akan memikirkan hal ini. Karena bukan hanya materi yang menjadi bahan pertimbangan orang tua untuk melepaskan anak perempuannya menikah dengan seorang laki-laki. Tetapi bukan berarti juga cukup bagi seorang laki-laki bertingkah laku baik ataupun berpendidikan layak untuk memenuhi pertimbangan menjadi pendamping hidup anak mereka.
Apa yang biasanya menjadi pertimbangan orang tua sebelum melepaskan anak-anak perempuan mereka ke jenjang pernikahan. Dalam kebudayaan kita, kita sering mengenal istilah ”bibit, bebet, dan bobot”. Lalu apa pula artinya itu?
Biasanya orang tua akan melihat asal-usul calon suami anak perempuannya, siapa orang tuanya, dimana rumahnya, seperti apa keluarganya, lingkungannya. Mungkin yang tampak tidak seberat itu, tapi itulah yang terjadi. Itu baru dari salah satu sisi. Masih ada lagi pertimbangan lainnya seperti pekerjaan, dan tentu saja pertimbangan logis lainnya.
Percaya atau tidak, seorang sahabat sampai pernah menjadi semacam detektif sewaan orang tua seorang anak perempuan untuk mencari tahu mengenai laki-laki yang berniat ingin menikahi puterinya. Hal ini dilakukan tanpa sepengetahuan puterinya juga laki-laki tersebut. Dan hasil investigasi rahasia itulah yang akhirnya menjadi dasar keputusan sang orang tua untuk memberikan ijin kepada puterinya menikah dengan leki-laki tersebut.
Intinya orang tua seorang perempuan ingin benar-benar yakin jika mereka melepaskan puterinya kepada laki-laki yang tepat. Yang akan memberikan kebahagiaan, kedamaian, perlindungan, serta pengayoman kepada puteri mereka. Sehingga merekapun dapat tersenyum bahagia melihat puterinya berbahagia membina keluarga yang harmonis bersama laki-laki pilihan hatinya.
Patut disadari oleh setiap laki-laki bahwa memberikan keyakinan kepada orang tua seorang perempuan bahwa puteri mereka tidak akan pernah tersia-siakan adalah penting. Tapi tidak cukup hanya itu bagi orang tua perempuan untuk dapat sampai berkata ”ya”. Tetapi tidak perlu terlalu takut ataupun gentar, karena saat ini orang tua pun tidak lagi memaksakan kehendak mereka, mereka hanya memberikan pertimbangan-pertimbangan sebelum akhirnya sampai pada keputusan bersama. Bukankah dalam budaya kita menikah itu bukan hanya menyatuka dua pribadi, tetapi adalah mengikatkan dua keluarga dalam satu ikatan persaudaraan.
Lalu bagaimana dengan orang tua laki-laki?
Sama seperti halnya orang tua perempuan, orang tua dari pihak laki-laki pun juga memiliki pertimbangan-pertimbangan sebelum mengijinkan putera mereka menikahi seorang perempuan. Yang paling banyak terjadi adalah pertimbangan bahwa apakah putera saya tersebut benar-benar siap untuk melangkah kejenjang pernikahan, dan menjadi pemimpin dalam keluarganya nanti. Tentu saja selain juga pertimbangan ”bibit, bebet, dan bobot” dari pihak perempuan yang kelak menjadi istri bagi puteranya.
Logisnya adalah semua orang tua menginginkan yang terbaik bagi putera dan puterinya. Apalagi pernikahan adalah sebuah ikatan yang diharapkan tak berbatas waktu. Mereka ingin agar putera dan puterinya mendapatkan kehidupan yang baik dan juga kebahagiaan setelah menikah. Serta tidak menjadi beban bagi keluarganya tentunya. Ini semua terlepas dari usia berapakah mereka akan melepaskan puter puterinya tersebut ke pintu gerbang pernikahan.
3. Mental
Mungkin ini yang benar-benar perlu disiapkan dan dipertimbangkan secara matang. Mau tidak mau, diakui atau tidak, mental orang-orang muda masih jauh dari stabil. Banyak memang hal-hal positif dari keadaan mental yang dinamis ini. Tapi juga tidak sedikit yang pada akhirnya menyesali keputusan yang pernah di buat lalu ingin mengubah keputusan tersebut. Bayangkan bila hal ini yang terjadi dengan kehidupan pernikahan.
Cinta membutakan segalanya. Yang terlihat hanyalah keindahan. Semua menjadi terasa emosional saat berurusan dengan hal ini, sehingga logika pun jauh terabaikan. Tidak hanya mereka yang berusia muda yang bisa dibutakannya, bahkan mereka yang sudah berumur pun juga sangat mungkin dibutakan oleh cinta.
Bayangkan, dalam keadaan buta dengan kondisi mental yang tidak stabil, mengambil keputusan yang menyangkut kehidupan, tidak hanya diri sendiri tapi juga orang lain. Apa jadinya keputusan itu? Peluangnya 50-50. Berhasil atau gagal. Tepat atau sama sekali salah. Sayangnya biasanya diusia muda dengan mudahnya kita berkata, ”Semua hal dalam hidup ini kan ada resikonya, kalau tidak di coba kita tidak pernah tahu.” Hay, anak muda! Ini bukan masalah coba-coba! Ini masalah masa depan hidup anda dan orang yang menurut anda adalah cinta sejati anda. Benar setiap keputusan itu beresiko, tapi anda tidak bisa bermain-main dengan hal yang satu ini. Sekali anda salah melangkah, yang anda rusak adalah sebuah kehidupan. Masih bagus jika saat anda menganggap itu adalah kegagalan belum ada orang ketiga, keempat dan seterusnya yang seharusnya menjadi pelengkap hidup anda. Ya, anak. Terpikirkan kah masalah ini saat anda berkata ”semua ada resikonya”? Tidak sedikit anak yang menjadi korban kesalahan keputusan orang tuanya sebelum mereka diciptakan.
Oleh karena itu, untuk masalah yang satu ini kita benar-benar memerluakn nasehat dan pertimbangan dari orang-orang terdekat yang memiliki pengalaman lebih. Mereka akan menceritakan hal-hal apa saja yang perlu dipersiapkan saat kita memutuskan untuk membina rumah tangga, terutama di usia muda. Mereka akan membantu kita untuk melihat lebih dalam mengenai cinta yang kita rasakan, sehingga cinta itu benar adanya sehingga kita tidak buta saat memutuskan melanjutkannya ke jenjang pernikahan. Mereka akan dengan bijaksana tidak menggurui kita untuk mengambil langkah tertentu, tapi membantu kita berpikir dan mempertimbangkan matang-matang mengenai keputusan yang akan kita ambil.
Akan ada banyak permasalahan yang harus dihadapi saat kita memutuskan untuk menikah. Bahkan satu menit pertama setelah ikatan itu diresmikan. Status, sadar bahwa kita adalah kepala, kaki, mata, tangan, mulut dan jiwa bagi pasangan kita sehingga tidak ada lagi waktu untuk bersikap egois, apalagi sampai ”cuci mata”. Dengan status yang baru, akan selalu hinggap tanggung jawab baru pula. Dan dibutuhkan kesiapan mental untuk itu. Berbagi, juga menjadi permasalahan baru. Percaya atau tidak, setelah menikah berbagi itu tidak sama dengan pada saat berpacaran. Di tingkat ini berbagi adalah seutuhnya, bahkan berbagi kehidupan. Bukan sekedar berada disisinya saat ia sakit, tetapi lebih dari itu juga berfikir cara apa yang harus dilakukan untuk kesembuhannya. Bukan sekedar berbagi es krim sambil tertawa dan bercanda di taman, tapi hingga berfikir apa yang harus aku lakukan untuk memenuhi kebutuhannya esok, lusa dan nanti. Itu baru kebutuhan, lain lagi dengan keinginan. Bukan sekedar berbagi tempat duduk, tapi bahkan berbagi setiap ruang-ruang pribadi. Rumah, kamar, kamar mandi, bahkan tempat tidur. Bukan satu dua hari, tapi seluruh sisa hidup kita. Dan yang lebih berat lagi (karena memang tidak bisa dibilang ringan), dimana saya dapat memberikan perlindungan dan keamanan serta kenyamanan menjalani kehidupan yang telah dipercayakannya kepada saya. Benar, termasuk juga didalamnya materi; tempat tinggal, nafkah lahir, dan sebagainya. Kadang tidak perlu mewah atau berlebihan, tetapi cukup untuk memberikan kebahagiaan.
Bagaimanapun kondisi mental yang tidak stabil saat berada dalam kehidupan pernikahan akan lebih banyak membawa kedalam kesalahan. Tidak sedikit akhirnya membuahkan kekerasan akibat tekanan yang terjadi setelah menikah. Tidak sedikit juga yang merasa kecewa dan terlambat menyadari ternyata pasangannya adalah bukan seperti yang dibayangkan sebelumnya. Perbedaan ideologi yang muncul setelah menikah, kemudian menumbuhkan konflik, disertai egoisme, lalu akhirnya berpisah. Semua tidak pernah terbayangkan sebelum menikah. Karena sekali lagi, saat itu semuanya adalah keindahan.
1. Dosa
Banyak pasangan muda yang memutuskan untuk menikah dengan pertimbangan menghindari perbuatan dosa. Apakah benar agama memerintahkan seperti itu? Banyak pendapat yang akhirnya harus ditilik ulang mengenai hal ini. Agama memerintahkan seseorang untuk menikah pada saat seseorang sudah siap, kesiapan disini adalah kesiapan secara menyeluruh, dan tidak ada agama yang menyebutkan perintah untuh menikah agar terhindar dari perbuatan dosa. Dalam Islam sendiri di jelaskanbahwa menikah itu harus dilakukan apabila seseorang telah merasa siap dan apabila belum siap maka berpuasa-lah. Kalau pembenaran ini yang kemudian digunakan sebagai alasan mengapa orang menyebutkan bahwa menikah adalah untuk menghindari perbuatan dosa, rasanya terlalu dangkal.
Pada saat kita menikah dengan alasan untuk menghindari perbuatan dosa, maka alasan utama pernikahan yang akan berlangsung adalah nafsu. Mengapa demikian, karena mau tidak mau kita harus mengakui menikah ataupun tidak menikah dosa itu tetap saja dapat terjadi. Semua kembali kepada niat dan hati. Semurni apakah niat kita untuk membentuk sebuah ikatan suci, sehingga nafsu bukan menjadi awal dasar pemikiran untuk mengambil keputusan melaksanakannya.
Mungkin banyak yang menyangkal kalau alasan menikah untuk menghidari perbuatan dosa adalah didasari oleh nafsu. Tapi coba fikirkan ulang, ”Saya menikah untuk menghindari perbuatan dosa”. Perbuatan dosa apa yang dihindari jika kita tidak berbicara tentang nafsu? Saya kira penjelasan sedikit ini pun sudah menjadi logis, bukan.
Agama menjelaskan bahwa menikah adalah sebuah tanggung jawab. Alasan untuk menghidari perbuatan dosa adalah alasan yang paling dangkal untuk dijadikan dasar mengapa seseorang menentukan untuk menikah di usia muda. Karena lebih dari itu pernikahan adalah sebuah ikatan suci dimana dua orang yang memutuskan terikat dalam sebuah pernikahan bertanggung jawab untuk saling membina sehingga akhirnya tercipta sebuah keluarga yang harmonis sesuai dengan harapan.
Saat ini berapa banyak pasangan yang tidak menemukan keharmonisan dalam kehidupan keluarganya. Dapat kita yakini bahwa ini bisa terjadi karena kesalahan dasar yang diletakkan atas pernikahan itu. Karena tidak ditemukan esensi pernikahan yang sesunguhnya pada saat mengambil keputusan untuk menikah. Hal ini biasanya disebabkan karena pada beberapa orang yang memutuskan untuk menikah muda kondisi mereka secara mental belum stabil, sehingga yang ada hanyalah keinginan untuk bisa selalu bersama dan semua yang ada dipandangannya tentang pasangannya adalah keindahan. Entahlah keadaan itu dapat bertahan berapa lama, jika ternyata alasan menikahnya memang tidak tepat. Bukankah Tuhan juga tidak menyukai perceraian?!
2. Orang Tua
Yang paling banyak idak setuju saat seseorang memutuskan untuk menikah muda, biasanya adalah orang tua. Tidak hanya orang tua dari pihak perempuan, tetapi juga orang tua dari pihak laki-laki. Mengapa demikian?
Mari kita berada di pihak orang tua perempuan.
Apa yang kita harapkan dari pernikahan anak perempuan kita? Siapa yang kita harapkan untuk dapat menjadi pendamping hidup anak perempuan kita? Seperti apa yang kita harapkan dari kehidupan anak perempuan kita setelah menikah?
Bahkan orang tua dengan kekayaan berlimpah yang tak akan habis membiayai seluruh keluarganya pun akan memikirkan hal ini. Karena bukan hanya materi yang menjadi bahan pertimbangan orang tua untuk melepaskan anak perempuannya menikah dengan seorang laki-laki. Tetapi bukan berarti juga cukup bagi seorang laki-laki bertingkah laku baik ataupun berpendidikan layak untuk memenuhi pertimbangan menjadi pendamping hidup anak mereka.
Apa yang biasanya menjadi pertimbangan orang tua sebelum melepaskan anak-anak perempuan mereka ke jenjang pernikahan. Dalam kebudayaan kita, kita sering mengenal istilah ”bibit, bebet, dan bobot”. Lalu apa pula artinya itu?
Biasanya orang tua akan melihat asal-usul calon suami anak perempuannya, siapa orang tuanya, dimana rumahnya, seperti apa keluarganya, lingkungannya. Mungkin yang tampak tidak seberat itu, tapi itulah yang terjadi. Itu baru dari salah satu sisi. Masih ada lagi pertimbangan lainnya seperti pekerjaan, dan tentu saja pertimbangan logis lainnya.
Percaya atau tidak, seorang sahabat sampai pernah menjadi semacam detektif sewaan orang tua seorang anak perempuan untuk mencari tahu mengenai laki-laki yang berniat ingin menikahi puterinya. Hal ini dilakukan tanpa sepengetahuan puterinya juga laki-laki tersebut. Dan hasil investigasi rahasia itulah yang akhirnya menjadi dasar keputusan sang orang tua untuk memberikan ijin kepada puterinya menikah dengan leki-laki tersebut.
Intinya orang tua seorang perempuan ingin benar-benar yakin jika mereka melepaskan puterinya kepada laki-laki yang tepat. Yang akan memberikan kebahagiaan, kedamaian, perlindungan, serta pengayoman kepada puteri mereka. Sehingga merekapun dapat tersenyum bahagia melihat puterinya berbahagia membina keluarga yang harmonis bersama laki-laki pilihan hatinya.
Patut disadari oleh setiap laki-laki bahwa memberikan keyakinan kepada orang tua seorang perempuan bahwa puteri mereka tidak akan pernah tersia-siakan adalah penting. Tapi tidak cukup hanya itu bagi orang tua perempuan untuk dapat sampai berkata ”ya”. Tetapi tidak perlu terlalu takut ataupun gentar, karena saat ini orang tua pun tidak lagi memaksakan kehendak mereka, mereka hanya memberikan pertimbangan-pertimbangan sebelum akhirnya sampai pada keputusan bersama. Bukankah dalam budaya kita menikah itu bukan hanya menyatuka dua pribadi, tetapi adalah mengikatkan dua keluarga dalam satu ikatan persaudaraan.
Lalu bagaimana dengan orang tua laki-laki?
Sama seperti halnya orang tua perempuan, orang tua dari pihak laki-laki pun juga memiliki pertimbangan-pertimbangan sebelum mengijinkan putera mereka menikahi seorang perempuan. Yang paling banyak terjadi adalah pertimbangan bahwa apakah putera saya tersebut benar-benar siap untuk melangkah kejenjang pernikahan, dan menjadi pemimpin dalam keluarganya nanti. Tentu saja selain juga pertimbangan ”bibit, bebet, dan bobot” dari pihak perempuan yang kelak menjadi istri bagi puteranya.
Logisnya adalah semua orang tua menginginkan yang terbaik bagi putera dan puterinya. Apalagi pernikahan adalah sebuah ikatan yang diharapkan tak berbatas waktu. Mereka ingin agar putera dan puterinya mendapatkan kehidupan yang baik dan juga kebahagiaan setelah menikah. Serta tidak menjadi beban bagi keluarganya tentunya. Ini semua terlepas dari usia berapakah mereka akan melepaskan puter puterinya tersebut ke pintu gerbang pernikahan.
3. Mental
Mungkin ini yang benar-benar perlu disiapkan dan dipertimbangkan secara matang. Mau tidak mau, diakui atau tidak, mental orang-orang muda masih jauh dari stabil. Banyak memang hal-hal positif dari keadaan mental yang dinamis ini. Tapi juga tidak sedikit yang pada akhirnya menyesali keputusan yang pernah di buat lalu ingin mengubah keputusan tersebut. Bayangkan bila hal ini yang terjadi dengan kehidupan pernikahan.
Cinta membutakan segalanya. Yang terlihat hanyalah keindahan. Semua menjadi terasa emosional saat berurusan dengan hal ini, sehingga logika pun jauh terabaikan. Tidak hanya mereka yang berusia muda yang bisa dibutakannya, bahkan mereka yang sudah berumur pun juga sangat mungkin dibutakan oleh cinta.
Bayangkan, dalam keadaan buta dengan kondisi mental yang tidak stabil, mengambil keputusan yang menyangkut kehidupan, tidak hanya diri sendiri tapi juga orang lain. Apa jadinya keputusan itu? Peluangnya 50-50. Berhasil atau gagal. Tepat atau sama sekali salah. Sayangnya biasanya diusia muda dengan mudahnya kita berkata, ”Semua hal dalam hidup ini kan ada resikonya, kalau tidak di coba kita tidak pernah tahu.” Hay, anak muda! Ini bukan masalah coba-coba! Ini masalah masa depan hidup anda dan orang yang menurut anda adalah cinta sejati anda. Benar setiap keputusan itu beresiko, tapi anda tidak bisa bermain-main dengan hal yang satu ini. Sekali anda salah melangkah, yang anda rusak adalah sebuah kehidupan. Masih bagus jika saat anda menganggap itu adalah kegagalan belum ada orang ketiga, keempat dan seterusnya yang seharusnya menjadi pelengkap hidup anda. Ya, anak. Terpikirkan kah masalah ini saat anda berkata ”semua ada resikonya”? Tidak sedikit anak yang menjadi korban kesalahan keputusan orang tuanya sebelum mereka diciptakan.
Oleh karena itu, untuk masalah yang satu ini kita benar-benar memerluakn nasehat dan pertimbangan dari orang-orang terdekat yang memiliki pengalaman lebih. Mereka akan menceritakan hal-hal apa saja yang perlu dipersiapkan saat kita memutuskan untuk membina rumah tangga, terutama di usia muda. Mereka akan membantu kita untuk melihat lebih dalam mengenai cinta yang kita rasakan, sehingga cinta itu benar adanya sehingga kita tidak buta saat memutuskan melanjutkannya ke jenjang pernikahan. Mereka akan dengan bijaksana tidak menggurui kita untuk mengambil langkah tertentu, tapi membantu kita berpikir dan mempertimbangkan matang-matang mengenai keputusan yang akan kita ambil.
Akan ada banyak permasalahan yang harus dihadapi saat kita memutuskan untuk menikah. Bahkan satu menit pertama setelah ikatan itu diresmikan. Status, sadar bahwa kita adalah kepala, kaki, mata, tangan, mulut dan jiwa bagi pasangan kita sehingga tidak ada lagi waktu untuk bersikap egois, apalagi sampai ”cuci mata”. Dengan status yang baru, akan selalu hinggap tanggung jawab baru pula. Dan dibutuhkan kesiapan mental untuk itu. Berbagi, juga menjadi permasalahan baru. Percaya atau tidak, setelah menikah berbagi itu tidak sama dengan pada saat berpacaran. Di tingkat ini berbagi adalah seutuhnya, bahkan berbagi kehidupan. Bukan sekedar berada disisinya saat ia sakit, tetapi lebih dari itu juga berfikir cara apa yang harus dilakukan untuk kesembuhannya. Bukan sekedar berbagi es krim sambil tertawa dan bercanda di taman, tapi hingga berfikir apa yang harus aku lakukan untuk memenuhi kebutuhannya esok, lusa dan nanti. Itu baru kebutuhan, lain lagi dengan keinginan. Bukan sekedar berbagi tempat duduk, tapi bahkan berbagi setiap ruang-ruang pribadi. Rumah, kamar, kamar mandi, bahkan tempat tidur. Bukan satu dua hari, tapi seluruh sisa hidup kita. Dan yang lebih berat lagi (karena memang tidak bisa dibilang ringan), dimana saya dapat memberikan perlindungan dan keamanan serta kenyamanan menjalani kehidupan yang telah dipercayakannya kepada saya. Benar, termasuk juga didalamnya materi; tempat tinggal, nafkah lahir, dan sebagainya. Kadang tidak perlu mewah atau berlebihan, tetapi cukup untuk memberikan kebahagiaan.
Bagaimanapun kondisi mental yang tidak stabil saat berada dalam kehidupan pernikahan akan lebih banyak membawa kedalam kesalahan. Tidak sedikit akhirnya membuahkan kekerasan akibat tekanan yang terjadi setelah menikah. Tidak sedikit juga yang merasa kecewa dan terlambat menyadari ternyata pasangannya adalah bukan seperti yang dibayangkan sebelumnya. Perbedaan ideologi yang muncul setelah menikah, kemudian menumbuhkan konflik, disertai egoisme, lalu akhirnya berpisah. Semua tidak pernah terbayangkan sebelum menikah. Karena sekali lagi, saat itu semuanya adalah keindahan.
Menikah juga memperhitungkan ekonomi
Menikah tak hanya melihat fisik dan kebaikan yang dia berikan karena itu hanya ada dalam kehidupan cinta. Menikah juga memperhitungkan ekonomi karena kekasih baik belum tentu ketika sudah menikah masih baik.
Contohnya saja hari ini, ya ketika sore tadi aku sedang asik nonton televisi bersama ibu dan adikku tiba-tiba tetangga depan rumah datang dengan penuh air mata dan membawa tabung gas 3kg ke rumah ku. Sontak aku dan ibu ku terkejut melihatnya. Ternyata dirinya sedang bertengkar dengan suami, dirinya datang ke rumahku untuk menitipkan tabung gas 3kg itu agar tidak di banting oleh suaminya. Dirinya cerita kalau barang-barang di rumahnya di banting oleh suaminya. Setelah menitipkan tabung gas itu lalu dirinya pulang dan tak lama suaminya pun pergi bersama anak pertamanya membawa angkotnya. Ibu ku datang ke rumah untuk memastikan tidak terjadi apa-apa dengan istrinya. Ternyata ketika ke rumahnya, televisi di rumahnya pecah dan rumahnya berantakan. Dirinya pun bercerita penyebab pertengkaran dengan suaminya. Ternyata suaminya seharian tidak narik angkot dan main PS seharian. Ketika di mintain tolong istrinya untuk menjaga bayinya, sang suami tidak mau. Lalu sang istri pun berkata "ya allah kamu seharian ga narik angkot ga dapat uang masa di minta tolong jaga anak sebentar ga mau? mau kamu apa si mas?" lalu suaminya langsung membanting televisi di rumahnya dan marah-marah.
Contohnya saja hari ini, ya ketika sore tadi aku sedang asik nonton televisi bersama ibu dan adikku tiba-tiba tetangga depan rumah datang dengan penuh air mata dan membawa tabung gas 3kg ke rumah ku. Sontak aku dan ibu ku terkejut melihatnya. Ternyata dirinya sedang bertengkar dengan suami, dirinya datang ke rumahku untuk menitipkan tabung gas 3kg itu agar tidak di banting oleh suaminya. Dirinya cerita kalau barang-barang di rumahnya di banting oleh suaminya. Setelah menitipkan tabung gas itu lalu dirinya pulang dan tak lama suaminya pun pergi bersama anak pertamanya membawa angkotnya. Ibu ku datang ke rumah untuk memastikan tidak terjadi apa-apa dengan istrinya. Ternyata ketika ke rumahnya, televisi di rumahnya pecah dan rumahnya berantakan. Dirinya pun bercerita penyebab pertengkaran dengan suaminya. Ternyata suaminya seharian tidak narik angkot dan main PS seharian. Ketika di mintain tolong istrinya untuk menjaga bayinya, sang suami tidak mau. Lalu sang istri pun berkata "ya allah kamu seharian ga narik angkot ga dapat uang masa di minta tolong jaga anak sebentar ga mau? mau kamu apa si mas?" lalu suaminya langsung membanting televisi di rumahnya dan marah-marah.
Ya tuhan aku bila jadi istrinya pun akan kesal melihat tingkah laku suaminya. Keuangan sulit ko malah ga ada tanggung jawabnya. Seharusnya bila sudah siap menikah harus siap menafkahi istri dan anak-anaknya, harus siap bertanggung jawab terhadap kebahagiaan istri dan anak-anaknya. Untung saja tetangga saya itu mendapatkan istri yang baik dan sabar, coba kalau tidak? istrinya akan bawel karena tidak di beri uang setiap hari bahkan terkadang dirinya tidak makan. Tetanggaku terkadang meminjam uang kepada ibu karena suaminya tidak pulang beberapa hari (supir angkot itu penghasilannya perhari, jadi bila suami tidak pulang sang istri tidak dapat belanja esok harinya). Ko ada ya suami seperti itu, sudah jarang pulang, jarang mengurus anaknya dan jarang memberi uang kepada istrinya. Padahal rumah saja sudah di berikan tumpangan gratis, masih ada saja penagih utang yang suka datang ke rumahnya. Apakah sang suami tidak kasihan dengan istri dan anak-anaknya? Apakah suaminya tidak sayang dengan istri dan anak-anaknya?
Mungkin ini kali ya yang di namakan cinta buta. Katanya dulu ketika pacaran suaminya baik tapi setelah menikah jadi berubah. Untuk para pria dan wanita pikirkanlah sebelum menikah karena menikah itu tak semudah berpacaran. Bila sudah menikah itu tinggal berdua, mau berantem seperti apapun harus di selesaikan dirumah itu. Bila pulang ke rumah orangtua atau pisah ranjang oranglain akan tau bahwa dalam rumah tangga itu ada masalah.
Bagi para wanita sebelum menikah tak ada salahnya menelisik lebih dalam sifat calon suaminya apakah benar-benar baik dan rajin ibadahnya karena orang yang rajin ibadah insya allah kelakuannya akan terjaga. Ibadahnya juga akan menentukan apakan dirinya dapat menjadi imam yang baik dalam keluarganya kelak. Lihatlah apa calon suami anda menyayangi dan menghormati ibunya dan kakak atau adik perempuanya. Kalau iya kemungkinan besar untuk menyakiti wanita sangat sedikit.Tak ada salahnya menanyakan pemasukan dan pengeluaran calon suami ko atau malah tanya pekerjaannya itu sudah 'tetap' atau belum. Bukan karena matre tapi ini untuk kehidupan anda ke depan bersama anak-anak anda. Keuangan calon suami tak lagi untuk dirinya sendiri tapi untuk istri dan anak-anaknya. Bila perlu tanya tabungannya dan sudah siapkah dirinya menafkahi anda dan anak-anaknya. Tabungan untuk menjaga-jaga bila pekerjaan suami anda mengalami kendala. Ya syukur-syukur anda mendapatkan suami yang mapan jadi tak perlu bekerja diluar rumah lagi dan lebih fokus merawat anak-anak anda karena seorang istri sangat berperan dalam tumbuh kembang dan pembentukan prilaku anak.
Bagi para pria sebelum menikah tak ada salahnya menelisik lebih dalam sifat calon istrinya apakah baik kepada keluarganya, apakah rajin dan pintar dalam membelanjakan uangnya. Bila dirinya baik, sopan dan berkata-kata halus kemungkinan untuk kasar itu sangat sedikit. Apalagi kalau rajin ibadah insya allah sulit untuk berbuat jahat. Bila dirinya rajin insya allah urusan anak dan rumah akan dapat di urus dengan baik oleh istri anda. Hmm,,lihat juga ini ketika anda berpacaran apakah dirinya suka berbelanja atau tidak. Bila ketika pacaran sedang jalan bersama anda suka berbelanja kemungkinan besar dirinya akan sulit untuk mengatur keuangan keluarga dan sulit untuk menabung. Apalagi kalau pas pacaran belanja suka minta anda, suka minta di belikan ini itu oleh anda, hmmm...itu sudah di pastikan keuangan keluarga anda nanti akan susah di kontrol. Ya kalau belinya pakai uangnya sendiri si tidak apa-apa, apalagi dirinya juga bekerja jadi bisa membantu keuangan anda. Boleh saja si bekerja asal jangan melupakan tugasnya sebagai seorang ibu untuk merawat dan mendidik anak-anaknya karena anak itu lebih dekat kepada ibunya jadi sang ibu sangat berperan penting dalam tumbuh kembang dan pembentukan prilaku anak anda. Kalau bisa si calon istri bisa masak biar keuangan lebih irit. Bukannya lebih enak masakan istri dari pada beli,hehehe...
Bagi orang yang ingin menikah sebaiknya buatlah komitmenketika sudah menikah nanti kepada pasangan anda agar bisa saling menghargai. Ketahui dahulu apa yang pasangan anda tidak suka, cobalah mengubah yang tidak di sukai dari diri anda menjadi di sukai pasangan anda. Satu lagi yaitu tempat tinggal, tentukan tempat tinggal anda sebelum menikah. Kalau bisa jangan tinggal sama orangtua atau mertua karena kemungkinan besar pihak luar akan mencampuri urusan rumah tangga ana. Ya bila tidak bisa memiliki rumah setidaknya mengontrak dulu walau rumahnya kecil. Bukankah katanya hidup berdua itu lebih bahagia dan rumahku istanaku. Syukur-syukur si sebelum menikah calon suami sudah memiliki rumah karena itu memang sudah tanggung jawab suami. Calon suami kan akan membawa calon istrinya pergi,hehehe...
Bijaklah dalam resepsi pernikahan jangan sampai setelah mengadakan resepsi tidak punya tabungan dan malah meninggalkan utang. Lebih baik resepsi sederhana dan sisa uangnya untuk membeli atau nyicil rumah atau mengotrak rumah. Ya walau sebenarnya hampir semua wanita mengidam-idamkan resepsi yang indah layaknya sang putri karena menikahkan hanya sekali seumur hidup jadi ga ada salahnya bermimpi seperti seorang putri. Ya kalau uangnya tak cukup yang penting akadnya, karena akad nya lah yang menentukan anda dan pasangan menjadi muhrim,hehehe...
Khitbah saja!
Lho, iya, ngapain dilama-lamain, kalo emang kamu udah merasa cocok dan yakin dengan pilihanmu dengan kriteria seperti disampaikan di atas. Nggak usah ragu Mas, silakan saja. Kalo masih ragu, coba lakukan sholat istikharah. Siapa tahu tambah ragu, eh, sori, bisa bikin yakin hati kamu. Terus kalo udah siap segalanya? Pokoknya, bagi yang udah siap nikah neh. Jadi memang kalo belum siap or berani untuk nikah, mendingan jangan mengkhitbah akhwat. Itu bakalan bikin runyam. Oya, gimana sih cara kita melakukan khitbah sama gadis idaman kita?
Nggak susah. Kalo kamu udah siap mental, insya Allah kendala yang lain bisa diatasi. Awalnya, pas kamu dapet ‘kembang’ yang bisa membikin hatimu kesengsem, dan itu kemudian terus membetot-betot hatimu untuk selalu tentrem kalo mengingat namanya, apalagi sampe ketemu segala. Nah, kalo kamu berani, bilang aja sendiri sama beliau kalo kamu tuh tertarik. Aduh, ‘radikal’ amat?
Ah, nggak juga tuh. Mudahnya begini. Jurus pertama, tanya dulu, apakah doi udah ada yang punya atau belum. Soalnya jangan sampe kita meminang pinangan orang lain. Bisa gaswat. Namanya juga orang. Punya hati, dan sangat mungkin sakit hati. Kalo sampe begitu, udah mending kalo cuma digebukin pake omongan, lha kalo sampe digebukin pake pentungan besi? Nggak mustahil kalo urusannya bisa langsung ngontak tukang gali kubur kan? J Adalah Abu Hurairah yang berkata: “Rasulullah saw. bersabda: ‘Seorang laki-laki tidak boleh meminang perempuan yang telah dipinang oleh saudaranya." (HR. Ibnu Majah)
Kalo ternyata gadis itu masih ‘sendiri’? Nggak dilarang kalo kamu ngajuin pinangan. Lebih sueneng lagi kalo doi menyambut cinta kita. Aduh enake. Jadi jurus keduanya, langsung datengin ortunya. Minta langsung kepada mereka. Tapi jangan ngeper ya? Jangan sampe pas dateng ke rumahnya, begitu pintu dibuka, yang muncul adalah lelaki setengah baya dengan kumis tebel segede ulet jambu, kamu langsung ngibrit balik lagi. Yee… itu sih kebangetan. Hadapi aja. Nggak usah takut. Kata pepatah; segalak-galaknya macan, nggak bakalan berani makan sendal, eh, anaknya sendiri.
Lagian, itu kan boleh dibilang camer (calon mertua), ngapain kudu takut segala. Iya nggak? Sampaikan saja apa maksud kedatangan kamu ke mereka. Bahwa kamu berminat kepada putri mereka, dan serius ingin membina rumah tangga dengannya. Kalo ditolak? Ya, jangan sampe dukun bertindak dong. Itu namanya cinta terpadu, alias terpaksa pakai dukun. Nggak boleh. Kalem aja. Sabar. Kembang tak hanya setaman. Ceileee.. menghibur diri, padahal mah hati serasa kompor meledug! Jadi intinya, kamu mengkhitbah akhwat pujaan hatimu itu langsung ke ortunya. Tentunya setelah oke dengan doi dong. Kenapa kudu menyampaikan ke ortunya? Lho, itu kan walinya. Sebab seorang gadis itu dalam pengawasan walinya. Karena walinya (ayah, dan saudara dari ayahnya), bertanggung jawab penuh. Terus selain meminta kepada ortunya, dan jika ortu udah oke, boleh nggak melihat calon istri kita? Misalnya, untuk memastikan apakah telinganya masih utuh ada dua-duanya ataukah tidak. Karena kan selama ini nggak kelihatan ditutupi kerudung terus. Intinya, jangan sampe kita beli karung dalam kucing, eh, beli kucing dalam karung. Yup, boleh melihat kok. Tapi bukan seluruh tubuhnya. Bisa gawat!
Anas bin Malik berkata: “Mughirah bin Syu’bah berkeinginan untuk menikahi seorang perempuan, lalu Rasulullah memberi nasihat kepadanya: “Pergilah untuk melihat perempuan itu, karena dengan melihat itu akan memberikan jalan untuk lebih dapat membina kerukunan antara kamu berdua” Lalu ia pun melakukannya, kemudian menikahi perempuan itu, dan ia menceritakan tentang kerukunan dirinya dengan perempuan itu. (HR. Ibnu Majah)
Sobat muda muslim, kayaknya kalo dibahas terus bakalan asyik juga ya? Tapi sayang, buletin ini nggak cukup menampung semua persoalan itu. Jadi intinya, bagi kamu yang udah siap moril, materiil, maupun ‘onderdil’, segera saja menikah. Mau khitbah dulu juga boleh. Tapi jangan lama-lama. Dan inget, kalo pun udah khitbah, kamu kudu tetep menjaga batasan dalam bergaul. Kan, tetep aja belum sah jadi suami-istri. Makanya, cepetan nikah aja! Dan buat kamu yang masih SMP or SMU, jadikan aja ini sebagai wawasan awal ya? Biar ngeh juga. Jadi, hindari pacaran dan fokus belajar. Untuk yang udah mapan, langsung nikah sajalah. Ya, kalo nikah itu halal, buat apa pacaran? Iya nggak?
Soal Rizki? Dari Allah. Firman Allah Swt.: “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antaramu, dan orang-orang yang layak dari hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Alah Maha Luas lagi Maha Mengetahui. (TQS an-Nûr [24]: 32)
Rasulullah saw. bersabda: “Ada tiga golongan yang berhak ditolong oleh Allah Swt: Seorang Mujahid di jalan Allah, Mukatab (budak yang membeli dirinya dari tuannya) yang mau melunasi pembayarannya, dan seorang yang kawin karena mau menjauhkan diri dari yang haram” (HR Tirmidzi dari Abu Hurairah)
Subscribe to:
Posts (Atom)