Monday, April 23, 2012

Prinsip-prinsip Dasar Perkawinan


Prinsip-prinsip Dasar Perkawinan

Prinsip-prinsip dasar perkawinan Islam yang harus diketahui oleh
seorang konselor perkawinan dapat diru-muskan sebagai berikut:

1.Dalam memilih calon suami/isteri, faktor agama/akhlak calon harus
menjadi pertimbangan pertama sebelum keturunan, rupa dan harta,
sebagaimana di-ajarkan oleh Rasul.
artinya: Wanita itu dinikahi karena empat pertimbangan, kekayaannya,
nasabnya, kecantikannya dan agamanya. Pilihlah wanita yang beragama
niscaya kalian beruntung. (H.R. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)
artinya: Pilihlah gen bibit keturunanmu, karena darah (kualitas
manusia) itu menurun. (H.R. Ibnu Majah).

2. Bahwa nikah atau hidup berumah tangga itu merupakan sunnah Rasul
bagi yang sudah mampu. Dalam kehidup-an berumah tangga terkandung
banyak sekali keuta-maan yang bernilai ibadah, menyangkut aktualisasi
diri sebagai suami/isteri, sebagai ayah/ibu dan sebagainya. Bagi
yang belum mampu disuruh bersabar dan berpuasa, tetapi jika dorongan
nikah sudah tidak terkendali pada-hal ekonomi belum siap, sementara ia
takut terjerumus pada perzinaan, maka agama menyuruh agar ia menikah
saja, Insya Allah rizki akan datang kepada orang yang memiliki
semangat menghindari dosa, entah dari mana datangnya (min haitsu la
yahtasib).


Nabi bersabda:
artinya: Wahai pemuda, barang siapa diantara kalian sudah mampu untuk
menikah nikahlah, karena nikah itu dapat mengendalikan mata (yang
jalang) dan memelihara kesucian kehormatan (dari berzina), dan barang
siapa yang belum siap, hendaknya ia berpuasa, karena puasa bisa
menjadi obat (dari dorongan nafsu). (H.R. Bukhari Muslim)

artinya : Kawinkanlah orang-orang yang masih sendirian diantara
kamu, dan orang-orang yang layak nikah diantara hamba-hamba sahayamu
yang laki dan yang perempuan. Jika mereka fakir, Allah akan
memampukan mereka dengan karunia Nya. Allah Maha Luas (pemberiannya)
lagi Maha Mengetahui. (Surat al Nur, 32)

3. Bahwa tingkatan ekonomi keluarga itu berhubungan dengan
kesungguhan berusaha, kemampuan mengelola (managemen) dan berkah dari
Allah SWT. Ada keluarga yang ekonominya pas-pasan tetapi hidupnya
bahagia dan anak-anaknya bisa sekolah sampai ke jenjang ting-gi,
sementara ada keluarga yang serba berkecukupan materi tetapi
suasananya gersang dan banyak urusan keluarga dan pendidikan anak
terbengkalai. Berkah artinya terkum-pulnya kebaikan ilahiyyah pada
sese-orang/ke-luarga/masyarakat seperti terkumpulnya air di dalam
kolam. Secara sosiologis, berkah artinya terdayagunanya nikmat Tuhan
secara optimal. Berkah dalam hidup tidak datang dengan sendirinya
tetapi harus diupayakan.

Firman Allah :
artinya: Sekiranya penduduk negeri-negeri itu beriman dan ber-taqwa,
niscaya Kami akanmelimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan
dari bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami
akan sisksa mereka disebabkan oleh perbuatan mereka. (Surat al A’raf,
96)
artinya: Allah menyayangi orang yang bekerja secara halal,
membelanjakan hasilnya secara sederhana, dan mengutamakan sisa
(tabungan) untuk kekurangan dan kebutuhannya (di waktu mendatang).
(H.R. Ibn. Najjar dari Aisyah).

4. Suami isteri itu bagaikan pakaian dan pemakainya. Antara keduanya
harus ada kesesuaian ukuran, kese-suaian mode, asesoris dan
pemeliharaan kebersihan. Layaknya pakaian, masing-masing suami dan
isteri ha-rus bisa menjalankan fungsinya sebagai (a) penutup aurat
(sesuatu yang memalukan) dari pandangan orang lain, (b) pelindung
dari panas dinginnya kehidupan, dan (c) kebanggan dan keindahan bagi
pasangannya. Dalam keadaan tertentu pakaian mungkin bisa diper-kecil,
dilonggarkan, ditambah asesoris dan sebagainya, Mengatasi perbedaan
selera, kecenderungan dan hidup antara suami isteri, diperlukan
pengorbanan kedua belah pihak. Masing-masing harus bertanya: Apa yang
dapat saya berikan, bukan apa yang saya mau.
artinya: Mereka (isteri-isterimu) adalah (ibarat) pakaian kalian, dan
kalian adalah (ibarat) pakaian mereka. (Surat al Baqarah 187)
artinya: Sebaik-baik kamu adalah orang yang paling baik terhadap
isterinya, dan aku (Nabi) adalah orang yang paling baik terhadap
isteri. (H.R. Turmuzi dari Aisyah)

5. Bahwa cinta dan kasih sayang (mawaddah dan rahmah) merupakan sendi
dan perekat rumah tangga yang sangat penting. Cinta adalah sesuatu
yang suci, anuge-rah Tuhan dan sering tidak rationil. Cinta dipenuhi
nuansa memaklumi dan memaafkan. Kesabaran, ke-setiaan, pengertian,
pemberian dan pengorbanan akan mendatangkan/menyuburkan cinta,
sementara penyelewengan, egoisme, kikir dan kekasaran akan
menghilangkan rasa cinta. Hukama berkata:
artinya: Tanda-tanda cinta sejati ialah (1) engkau lebih suka
berbicara dengan dia (yang kau cintai) dibanding berbicara dengan
orang lain, (2) engkau lebih suka duduk berduaan dengan dia dibanding
dengan orang lain, dan (3) engkau lebih suka mengikuti kemauan dia
dibanding kemauan orang lain/diri sendiri).
artinya: …..Sekiranya engkau (Nabi) kasar dan keras hati ( kepada
sahabat-sahabatnya), niscaya mereka lari dari sisimu. (Surat Ali
Imran, 159)
artinya: Tidak bisa memuliakan wanita kecuali lelaki yang mulia, dan
tidak sanggup menghinakan wanita kecuali lelaki yang tercela. (Hadis)

6. Bahwa salah satu fungsi perkawinan adalah untuk me-nyalurkan hasrat
seksual secara sehat, benar dan halal. Hubungan suami isteri
(persetubuhan) merupakan hak azazi, kewajiban dan kebutuhan bagi
kedua belah pihak. Persetubuhan yang memenuhi tiga syarat (sehat,
benar dan halal) itulah yang berkualitas, dan dapat menda-tangkan
ketenteraman (sakinah).

Oleh karena itu, masing-masing suami isteri harus menyadari bahwa hal
itu bukan hanya hak bagi dirinya, tetapi juga hak bagi yang lain dan
kewajiban bagi dirinya. Dalam Islam, hubungan seksual yang benar dan
halal adalah ibadah.

Firman Allah :
artinya: Dan diantara tanda-tanda kekuasan Nya ialah Dia menciptakan
untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan rasa kasih sayang
diantaramu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (Surat ar Rum, 21)
artinya: Nabi bersabda, Persetubuhanmu dengan isterimu itu mem-peroleh
pahala. Para sahabat bertanya; Apakah orang yang menya-lurkan
syahwatnya dapat pahala? Nabi menjawab : Tidakkah kalian tahu bahwa
jika ia menyalurkan hasratnya di tempat yang haram, maka ia berdosa?
Nah, demikian pula jika menyalurkan hasratnya kepada isterinya yang
halal, maka ia memperoleh pahala. (H.R. Muslim)

7. Bahwa pergaulan dalam rumah tangga juga membu-tuhkan suasana
dinamis, dialog dan saling menghargai. Kekurangan keuangan keluarga
misalnya, oleh orang bijak dapat dijadikan sarana untuk menciptakan
suasana dinamis dalam keluarga. Sebaliknya suasana mapan yang lama
(baik mapan cukup maupun mapan dalam kekurangan) dapat menimbulkan
suasana rutin yang menjenuhkan. Oleh karena itu suami isteri harus
pan-dai menciptakan suasana baru, baru dan diperbaharui lagi, karena
faktor kebaruan secara psikologis membuat hidup menjadi menarik.
Kebaruan tidak mesti dengan mendatangkan hal-hal yang baru, tetapi
bisa juga barang lama dengan kemasan baru.

8. Salah satu penyebab kehancuran rumah tangga adalah adanya orang
ketiga bagi suami atau bagi isteri (other women/man). Datangnya orang
ketiga dalam rumah tangga bisa disebabkan karena kelalaian/kurang was-
pada (misalnya kasus adik ipar atau pembantu), atau karena pergaulan
terlalu bebas (ketemu bekas pacar atau teman sekerja), atau karena
ketidak puasan kehidupan seksual, atau karena kejenuhan rutinitas.
Suami/isteri harus saling mempercayai, tetapi harus waspada terhadap
kemungkinan masuknya virus orang ketiga.

Artinya: “Nabi melarang seorang lelaki memasuki kamar wanita yang
bukan muhrim. Seorang sahabat menanyakan boleh tidaknya memasuki
kamar saudara ipar. Nabi men-jawab: Masuk ke kamar ipar itu sama
dengan maut (berbahaya).” (Hadis)

artinya: Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah
dan hari akhir, untuk bepergian selama tiga hari tanpa disertai
muhrimnya. (H.R. Bukhari, Muslim dan Abu Daud, dari Ibn Umar)

9. Bahwa perkawinan itu bukan hanya mempertemukan dua orang; suami
dan isteri, tetapi juga dua keluarga besar antar besan. Oleh karena
itu suami/isteri harus bisa berhubungan secara proporsional dengan
kedua belah pihak keluarga, orang tua, mertua adik, ipar dst.

10. Bahwa masalah harta benda sering menjadi sumber perselisihan
keluarga, baik selagi masih hidup maupun setelah ditinggal mati
(warisan). Orang tua diajarkan untuk berlaku adil terhadap anak-
anaknya -termasuk dalam hal pemberian harta-. Ada dua jalan untuk
menga-lihkan hak pemilikan harta orang tua kepada anak, yaitu hibah,
yakni pemberian ketika orang tua masih hidup, dan pembagian harta
warisan setelah orang tua mati.

Pedoman pembagian harta warisan dalam Islam sudah sangat jelas,
tetapi kesepakatan keluarga (ahli waris) dapat membuat keputusan lain
dalam pemba-gian harta. Harta waris yang diperoleh dengan cara re-
butan/perselisihan biasanya tidak berkah, karena cara perolehannya
disertai rasa permusuhan/tidak ridla.
artinya : Dan janganlah sebagian kamu memakan harta dari sebagian
yang lain diantaramu dengan jalan yang batil, dan janganlah kamu
membawa urusan harta itu ke pengadilan supaya kamu dapat menguasai
(harta orang lain) dengan cara dosa, padahal kamu mengetahui
(kesalahanmu). (Surat al Baqarah, 188)

11. Bahwa karena selalu berdekatan, komunikasi antara suami isteri
biasanya menjadi sangat intens. Kehar-monisan hubungan antara suami
isteri dipengaruhi oleh kesamaan atau keseimbangan watak/temperamen,
kesamaan hobbi, kedekatan visi dan sebagainya. Kehar-monisan suami dan
isteri akan terwujud jika masing-masing berfikir untuk memberi, bukan
untuk menun-tut, saling menghargai, bukan saling merendahkan. Dalam
kehidupan, seringkali dijumpai bahwa kesu-litan yang dihadapi justeru
mengandung hikmah yang besar, asal orang dapat menerima dan
menghadapinya secara benar dan sabar. Isteri biasanya kurang senang
dinasehati suami jika nasehat itu seperti nasehat guru kepada murid,
meskipun ia mengakui kebenaran na-sehat suaminya, demikian juga
sebaliknya.
artinya: Wahai orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai
wanita dengan secara paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka
karena hendak mengambil kembali seba-hagian dari apa yang telah engkau
berikan kepada mereka, terkecualijika mereka melakukan perbuatan keji
yang nyata. Pergauilah mereka dengan secara patut, tetapi jika kamu
tidak menyukai mereka (maka bersabarlah), karena boleh jadi kamu
tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan
yang banyak. (an Nisa 19)
artinya: Tidak bisa memuliakan wanita, kecuali lelaki yang mulia
juga, dan tidak sanggup merendahkan derajat wanita kecuali lelaki
yang rendah (tercela) juga. (Hadis)

12. Pada dasarnya sistem perkawinan dalam Islam adalah monogami.
Poligami diperbolehkan hanya dalam keadaan tertentu, bagaikan pintu
darurat, dan dengan per-syaratan-persyaratan yang berat. Secara
sosiologis, poligami terjadi disebabkan oleh banyak hal, antara lain:
a. Suami hanya menuruti dorongan syahwatnya, tanpa mengukur tanggung
jawabnya.
b. Isteri kurang mengerti hal-hal yang dapat mengikat perasaan suami
untuk tetap konsentrasi di rumah.
c. Pergaulan yang terlalu akrab dengan wanita lain, misalnya karena
setiap hari selalu bersama (seperti teman sekerja), atau karena
simpati kepada problem yang dihadapi si wanita itu sehingga si lelaki
ter-dorong ingin menjadi dewa penolong.
d. Perpisahan yang terlalu lama antara suami dan isteri.
e. Campur tangan luar atau pelecehan harga diri suami oleh
isteri/keluarganya sehingga suami merasa tidak berwibawa di rumah,
dan selanjutnyya mencari kewibawaan di luar rumah.
f.Isteri tak berdaya menghadapi kehendak suami, atau sefaham bahwa
poligami itu manusiawi saja.
Poligami yang dilakukan demi menjaga kesucian, adalah lebih baik
daripada toleransi terhadap perzinahan. Ungkapan yang berbunyi; jika
ingin makan daging kambing cukup beli sate, tidak harus repot-repot
me-melihara kambing, sebenarnya adalah ungkapan sesat dari orang bodoh.

Seorang bijak mengatakan bahwa poligami hanya bisa dilakukan oleh
tiga orang, yaitu:
(1) oleh “raja”, yang dengan kekuasannya ia dapat mengatur isteri-
isterinya,
(2) oleh orang berilmu, dimana dengan ilmunya ia bisa meminij
keluarga besarnya,
(3) orang ngawur, dimana ngawurnya itu membuat-nya tak perduli
dengan problem.

No comments:

Followers