Wednesday, February 1, 2012

Kriteria Wanita Shalihah

Wanita shalihah menjaga kecantikan dirinya agar tidak menjadi fitnah bagi orang lain. Ia mampu memelihara rasa malu sehingga segala tutur kata dan tindak tanduknya selalu terkontrol. Wanita shalihah terlihat dari perbuatannya selalu berusaha sesuai dengan syariat Islam, yaitu sesuai Al Qur’an dan hadits nabi. Al-Quran surat An-Nur: 30-31, Allah SWT memberikan gambaran wanita shalihah sebagai wanita yang senantiasa mampu menjaga pandangannya dan menutup auratnya.
“… Maka wanita shalihah ialah yang taat kepada Allah serta memelihara diri ketika suaminya tidak ada. Oleh karena Allah telah memelihara (mereka) …” (QS. An-Nisa’: 34)
Wanita shalihah akan terus berusaha menjaga kehormatan diri dan keluarga serta memelihara farji-nya,
Wanita shalihah adalah wanita yang mampu memelihara rasa malu, malu kepada Allah jika melanggar  aturan-aturan Allah dalam Al-Qur’an terutama saat ini seakan akan manusia selalu mengejar model pakaian tanpa menghiraukan apakah modelnya sudah sesuai dengan syariat Islam atau tidak. Wahai saudari-saudariku yang cantik, yang manis, malulah kepada Allah dan jangan mempermalukan dirimu sendiri atau menzhalimi diri sendiri, jika sudah paham bahwa menutup aurat, taat kepada suami, orang tua  maka jangan pernah merasa malu untuk melaksanakannya sebab itu jalan menuju syurga Allah SWT.
Banyak wanita bisa menjadi sukses, tetapi tidak semua bisa menjadi shalihah, bahkan wanita bisa menjadi fitnah terbesar bagi kaum laki-laki, yang membuat laki-laki semakin menjauh dari Allah dan menyeret mereka ke jurang neraka jahannam, na’u dzubillahi min dzaaliik. Begitu pula dengan sebaliknya banyak lelaki yang bisa sukses tetapi tidak semua bisa menjadi lelaki shalih.
Sekarang para ikhwan, jika ingin memilih wanita untuk dijadikan sebagai pasangan hidup makan pilihlah sesuai dengan wasiat Rasulullah dalam sabdanya:
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam berwasiat untuk memilih wanita yang memiliki dien (agama) yang baik sebagai ukuran keshalihan seorang wanita. Bukan kecantikan, kedudukan, atau hartanya.
Wahai para Ikhwan ataupun akhwat ketahuilah bahwa wanita yang menjadi idaman seorang ikhwan adalah, wanita yang berkriteria seperti berikut:
Dari Abu Hurairah Rhodiyalloohu ‘Anhu bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Wanita dinikahi karena empat hal: karena hartanya, kedudukannya, kecantikannya, dan karena dien (agama)-nya. Maka pilihlah yang memiliki dien (Agama) maka engkau akan beruntung.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Nah… bagi ikhwan yang sedang dalam pencarian pasangan hidup tidak usah bimbang, bingung, mau jadi orang yang beruntung…? Pilihlah seperti yang diwasiatkan Rasulullah di atas, insya Allah itulah yang terbaik.
Dan bagi Akhwat yang disayangi oleh Allah mau jadi wanita pilihan para Ikhwan maka peliharalah, hiasilah kehidupanmu dengan Syariat Islam senantiasalah Istiqamah menjalankan Agama Allah jangan risau soal jodoh sebab semuanya sudah ditentukan oleh Sang Maha Pencipta, dan jangan terbawa arus model-model kehidupan yang tidak termaktub dalam syariat.
Ketahuilah bahwa Ikhwan sangat menyukai wanita shalihah, bersifat penyayang, perhatian, lemah lembut, cantik, tidak pemarah, dan tentunya memakai jilbab yang syar’i.
Sungguh mulia wanita yang shalihah. Di dunia, ia akan menjadi cahaya bagi keluarganya dan berperan melahirkan generasi dambaan umat.

Gak jelas


Liqo pun dimulai dengan tilawah dan kultum. Tak berapa lama kemudian, Mbak Syifa datang dan memberikan materi tentang sabar.
Tiba-tiba selagi asyik mengetik poin-poin penting dari materi yang disampaikan oleh Mbak Syifa, HP yang kupegang bergetar. Ada sms masuk. Dari Ka Mia rupanya, padahal kami duduk bersebelahan.
“Dhir, aku mau lanjutin cerita yang tadi, bada liqo, bisa ga? Tapi khawatir dirimu pulang kemaleman…”
Secepat kilat, kubalas smsnya: “Insya Allah bisa Ka. Nanti aku pulang naik bajaj, tenang aja… :)”
“Siip klo gitu, nanti kita sambil dinner aja sekalian…”
“Azzzeeekk… ditraktir… hehe… ^_^  …”
“Siip, insya Allah… ^_^  …”
Adzan berkumandang, liqo ditutup sementara untuk shalat Maghrib lebih dulu. Aku tak sabar ingin tahu kelanjutan cerita dari Ka Mia, cerita seorang akhwat yang punya kecenderungan lebih dulu terhadap ikhwan. Jarang-jarang ada yang cerita seperti ini ke aku, patut didengarkan. Ya walau kadang ketika seorang akhwat bercerita tak memerlukan saran, maka cukupkan cerita itu sebagai pelajaran.
Liqo pun dilanjutkan. Setelah diskusi tentang materi, saatnya sharing qhodhoya (masalah) dan evaluasi binaan serta amanah. Hingga akhirnya, tepat adzan Isya berkumandang, liqo pun usai. Kami bercipika cipiki ria sebelum pulang. Sementara yang lain memutuskan untuk pulang, aku memutuskan untuk shalat Isya dulu di masjid, sedangkan Ka Mia yang sedang datang bulan menungguku di teras masjid.
Usai shalat Isya, aku dan Ka Mia mulai menelusuri jalan di sekitar RSCM untuk mencari tempat makan. Akhirnya pilihan tempat makan jatuh pada sebuah rumah makan seafood. Kami memilih menu nasi goreng seafood dan juice strawberry. Sambil menunggu menu yang akan dihidangkan, mulailah cerita tadi sore dilanjutkan.
“Oiya Dhir, tadi sore ceritanya sampai mana ya?” pancing Ka Mia lebih dulu.
“Oohh… tadi itu aku nanya, apa siih yang membuat kakak punya kecenderungan sama ikhwan itu?”
“Hmm.. Ok, aku akan cerita Dhir. Selama ini aku bisa nahan cerita ini, tapi sepertinya hari ini ga bisa kutahan untuk ga cerita ke kamu. Jadi, tolong dijaga ya..”, lagi-lagi senyumnya menyejukkan jiwa.
“Siip ka, tenang aja. Palingan nanti aku minta izin buat nulis tentang ini, itupun kalo kakak ngijinin.. hehe, dengan sedikit penyamaran tentunya. Maklum, penulis, slalu mencuri-curi kesempatan untuk menuliskan pengalaman yang inspiratif..”, jawabku sekenanya.
Ternyata direspon baik oleh Ka Mia, “Boleh banget Dhir, aku percayakan ke kamu deeh..”
Menu yang ditunggu pun datang. Berhubung lapar sangat, aku meminta izin untuk mendengarkan cerita sambil makan. Dan Ka Mia pun memulai ceritanya.
“Alasan aku punya kecenderungan dengan ikhwan itu sebenernya karena ada kriteria calon suami yang pas pada dirinya. Ini terkait karakter dia, entahlah aku merasa ‘klik’ aja dengan karakternya. Orangnya supel dan dengan gayanya yang seperti itu, aku yakin dia bisa memudahkan aku untuk berdakwah di keluarga besar. Karena selama ini, aku agak sulit ‘berpengaruh’ di keluarga besar. “
Masya Allah, alasannya ternyata itu; karakter untuk memudahkan berdakwah di keluarga besar. Beda dah emang kriteria akhwat shalihah untuk calon suaminya, bervisi dakwah euy. Bukan kriteria fisik, misalnya putih dan tinggi, seperti yang biasanya sering dicurhatkan ke aku oleh beberapa akhwat yang mencantumkan putih dan tinggi sebagai kriteria calon suami mereka. Ya, karena jika dilihat dari fisiknya, ikhwan yang dicenderungi oleh Ka Mia, termasuk yang biasa saja, standar, tidak putih dan juga tidak tinggi, tapi tetap lebih tinggi sang ikhwan dibandingkan Ka Mia.
“Oohh gitu ka.. trus akhirnya apa yang kakak lakukan?”, tanyaku sambil menyeruput juice strawberry.
“Akhirnya, setelah istikharah beberapa malam, aku sampaikan tentang hal ini ke Mbak Syifa. Mbak Syifa pun berusaha mencarikan jalur tarbiyah sang ikhwan lewat teman Mbak Syifa. Nunggu kabar itu, lama banget, berminggu-minggu baru dapat kepastian bahwa ternyata temannya Mbak Syifa yang ada di daerah yang sama dengan ikhwan itu, ga bisa mendeteksi karena ga ada yang kenal dengan ikhwan itu. Waaah, sempet terpikir tuh sama aku, ini ikhwan, tarbiyahnya sehat gak ya? kok ga dikenal ya di daerahnya sendiri? Mbak Syifa pun ga bisa bantu lagi. Kembali aku istikharah, nanya sama Allah, gimana lagi ini caranya untuk menemukan jalur tarbiyahnya? Dan akhirnya petunjuk itu datang. Aku teringat pas koordinasi acara santunan anak yatim itu, aku juga koordinasi sama seorang akhwat selain sama sang ikhwan. Tentunya sang akhwat mengenal baik sang ikhwan karena berada di satu daerah.  Akhwat itu udah punya anak dua, Mba Nany namanya. Aku beranikan diri menyatakan hal itu ke Mba Nany via FB, tapi izin dulu ke Mbak Syifa. Mba Syifa mempersilakan. Alhamdulillah, Mbak Nany merespon cepat, beliau minta MR-ku untuk hubungin beliau, kemungkinan besar Mbak Nany tahu jalur tarbiyah sang ikhwan. Aku kasih tahulah respon ini ke Mbak Syifa dan minta tolong Mbak Syifa hubungin Mbak Nany. Aku kasih nomor Mbak Nany ke Mbak Syifa.”
“Sambil dimakan Ka.. “, sela-ku karena melihat nasi di piring Ka Mia masih banyak dibandingkan nasi di piringku yang tinggal beberapa suap lagi.
Ka Mia pun menyuapkan nasi goreng seafood ke mulutnya.
“Waah,, ribet juga ya Kak, prosesnya. Salut aku, kakak sampai sebegitu beraninya.”
“Ya namanya juga ikhtiar, Dhir.. Aku juga ga nyangka bakal seberani ini. Tapi ya itu tadi, sebelum bertindak apa-apa, aku istikharah dulu, curhat ke Allah. Dan Allah memantapkan hati ini untuk bertindak pada akhirnya, makanya aku berani. Pas mau cerita ke Mbak Syifa n Mbak Nany aja, ada rasa ga berani.. Tiap mau kirim message, pasti didelete lagi, diurungkan niatnya. Baru ada keberaniaan mengirim message setelah shalat istikharah..”
Masya Allah, baru kali ini aku mendengar cerita akhwat yang mencari jalur tarbiyah ikhwan. Biasanya, ikhwan yang berusaha mencari jalur tarbiyah akhwat. Benar-benar jalan yang ditempuh berbeda dari yang lain. Tak sabar diri ini menunggu cerita selanjutnya dari Ka Mia.
“Trus akhirnya udah ada progress dari Mbak Nany n Mbak Syifa?”
Ka Mia menyeruput juice strawberry-nya baru kemudian melanjutkan cerita, dengan sedikit menghela nafas.
“Huuffhh. Ya, aku udah dapet kabar dari Mbak Syifa, baru aja kemarin Mbak Syifa meminta aku ke rumahnya. Jadi ternyata, Mbak Nany itu harus nanya dulu ke Murabbiyahnya untuk mencari tahu siapa Murabbi sang ikhwan. Makanya agak lama juga progressnya, hampir satu bulan. Mbak Syifa ga tau bagaimana MR Mbak Nany mengkomunikasikan hal ini ke MR sang ikhwan, yang jelas Mbak Syifa mohon tidak menyebutkan namaku, untuk menjaga izzah. Trus barulah dapet kabar kalo MR ikhwan itu agak keberatan dengan akhwat yang mengajukan diri lebih dulu, dan ada kemungkinan MR ikhwan itu sudah punya proyeksi akhwat lain untuk sang ikhwan. Mungkin sang MR menginginkan binaannya ta’aruf dimana masing-masing belum saling kenal, berbekal dari CV pilihan sang MR, masih seperti jaman awal dakwah dulu. Kalo kata Mbak Syifa, kebanyakan MR ikhwan itu biasanya memang masih belum menerima jika ada akhwat yang mengajukan diri lebih dulu, beda dengan MR akhwat yang lebih terbuka dan ga mempermasalahkan kalo ada akhwat yang mengajukan diri. Jadi memang agak sulit kalo Mbak Syifa harus ngomong langsung ke MR sang ikhwan. Soalnya kan udah tau pandangan MR ikhwan itu terkait akhwat yang mengajukan diri lebih dulu, seperti apa. Lagipula sempat disinggung kemungkinan sudah ada proyeksi akhwat lain untuk sang ikhwan dari MRnya. Kalo Mbak Syifa langsung menghubungi MR sang ikhwan, itu pasti mau ga mau akan membuka namaku. Mbak Syifa juga masih bingung makanya mau gimana kelanjutannya dan keputusan itu diserahkan ke aku; mau dihentikan atau mau tetap lanjut tapi gimana caranya? Ya, gitu deh ceritanya.. Gimana tanggapanmu, Dhir?”, Ka Mia mengakhiri cerita itu dengan senyum simpulnya.
Aah.. Ka Mia masih bisa tersenyum dengan kabar seperti itu. Jika aku berada di posisinya mungkin sudah menyerah dengan perjuangan untuk menuju ta’aruf yang super duper ribet seperti itu. Belum aja ta’aruf, sudah ribet sedemikian rupa, apalagi jika sudah ta’aruf dan menuju jenjang pernikahan. Mungkin ini yang disebut perjuangan untuk sebuah rasa yang harus dipertanggungjawabkan.
“Hoalah.. Kok ribet banget ya ka? MR ikhwan udah jelas-jelas keberatan kalo akhwat mengajukan diri lebih dulu dan sepertinya udah punya proyeksi akhwat lain untuk sang ikhwan. Uppss.. maaf Ka.. “, aku menahan kata-kata lainnya untuk dikeluarkan, khawatir menyinggung perasaan Ka Mia.
“Kok minta maaf? Ga papa Dhir.. Ya begitulah ikhwan, kadang sulit dimengerti. Aku juga belum tau apakah sang ikhwan memiliki kecenderungan yang sama atau ga sepertiku. Masalahnya, baru kali ini aku menemukan seseorang yang aku rasa ‘klik’ denganku, maka aku mau coba berusaha mengikhtiarkan jalan ini. Di usia yang sudah seharusnya menikah, apalagi yang ditunggu jika ada seseorang yang dirasa sudah cocok dengan kita. Jalan satu-satunya adalah mengikhtiarkan walaupun aku belum tau sebenarnya apakah ikhwan itu punya kecenderungan yang sama. Jika sudah diikhtiarkan jadi ga penasaran, apapun itu hasilnya. Toh kalo jodoh ga ke mana kan?”
Aah.. Kata-katanya ini sungguh menancap dalam ke relung hatiku. Usia Ka Mia yang saat ini sudah menginjak 26 tahun memang sudah selayaknya menikah. Aku saja yang 3 tahun di bawahnya juga sedang dalam pencarian dan penantian, apalagi Ka Mia yang sudah bertahun-tahun mencari dan menanti. Tak terbayangkan bagaimana perasaannya selama itu menanti.
“Iya, ka.. insya Allah jodoh ga pernah ketuker. Kalo memang Ka Mia berjodoh di dunia ini dengan ikhwan itu, insya Allah jalan menuju ke sana pasti terbuka. Hm.. kalo menurutku ga masalah sebenernya akhwat mengajukan diri lebih dulu, itupun ada contohnya dari bunda Khadijah. Ya tapi memang ga lazim aja di jaman sekarang ini, masih dianggap tabu bagi sebagian besar orang. Oya, aku mau tanya sama kakak donk, apa kakak udah tahu betul bagaimana akhlaq sang ikhwan hingga akhirnya kakak berniat mengajukan diri lebih dulu? “, naluri konsultan mulai muncul dalam diri.
“Insya Allah udah, Dhir. Ketika aku mengutarakan hal ini ke Mbak Nany, yang juga kenal baik dengan ikhwan itu, aku juga minta dijelaskan bagaimana karakter dan sifat sang ikhwan selama bekerjasama dengan Mbak Nany. Mbak Nany bilang, sang ikhwan punya daya juang yang tinggi, walau terlihat selengekan termasuk yang mudah dinasihati. Untuk kesiapan menikah dalam waktu dekat, Mbak Nany melihat sudah ada kesiapan dari sang ikhwan. Tapi mungkin ada sedikit masalah pada financial karena sang ikhwan masih harus membiayai adiknya yang masih SMA dan yang masih skripsi. Dari penjelasan Mbak Nany, makin memantapkan diriku, Dhir.”, jelas Ka Mia.
“Hoo.. bagus deh kalo gitu Ka. Karna kan ketika bunda Khadijah ingin mengajukan diri, beliau mencari tahu dulu akhlaq Muhammad melalui perantara Maisarah, orang kepercayaannya, dengan melakukan perjalanan dagang bersama. Trus setelah tahu dan mantap, baru deh meminta Nafisah, wanita setengah baya, untuk ngomong dari hati ke hati sama Muhammad. Ga langsung nembak bahwa Khadijah suka dan menginginkan Muhammad sebagai suaminya. Tapi menanyakan hal-hal umum terkait kesiapan Muhammad tentang pernikahan dan apakah sudah ada calon atau belum. Ketika Muhammad bilang belum ada calon, maka Nafisah mengajukan wanita dengan kriteria tertentu, rupawan, hartawan dan bangsawan, tidak menyebutkan bahwa Khadijah-lah orangnya. Namun dari kriteria yang disebutkan itu, Muhammad pun paham siapa yang dimaksud. Ya, berarti kakak udah menempuh jalan sampai tahap Maisarah, tinggal mencari Nafisahnya Ka.”
“Hmm.. iya betul, Dhir.. Aku juga sempat terpikir hal itu, tapi siapa ya yang bisa menyampaikannya?”
“Sebenernya menurutku, Mbak Nany juga bisa langsung berperan sebagai Nafisah. Tadi kan kakak bilang agak sulit dengan MR ikhwannya. Kan bisa aja Mbak Nany yang mancing lebih dulu, untuk ta’aruf selanjutnya bisa diserahkan via MR, jika tentunya sang ikhwan juga punya kecenderungan yang sama. Setidaknya Mbak Nany bisa mengorek informasi apakah sang ikhwan sudah punya calon yang akan dinikahi atau belum, atau sudah ada kecenderungan dengan akhwat lain atau belum. Kalo belum, bisa aja dengan sedikit candaan, Mbak Nany menawarkan ke sang ikhwan, sambil ngomong kayak gini: saya ada akhwat niih yang udah siap nikah dan sedang mencari pendamping, bersedia ga? Kriterianya blablabla, nyebutin kriterianya Ka Mia. Kalo sang ikhwan bersedia dengan kriteria yang disebutin, Mbak Nany bisa langsung kasih tahu kalo akhwat yang udah siap nikah itu adalah Ka Mia. Mbak Nany, Ka Mia dan sang ikhwan kan udah saling kenal, jadi lebih gampang seharusnya. Nah, nanti kan jadi makin tahu gimana respon sang ikhwan jika ternyata akhwat yang ditawarkan itu Ka Mia. Kalo ikhwan bilang lanjut, maka dia bisa langsung bilang ke MRnya kalo dia sudah siap nikah dan sudah punya nama. Kalo udah binaan sendiri yang bilang ke MR mah, biasanya udah gampang Ka, apalagi udah ngajuin nama. Kalo kayak gini prosesnya kan jadi ga keliatan kalo Ka Mia yang mengajukan diri lebih dulu, tapi harus bermain ‘cantik’ dalam proses, jangan sampai sang ikhwan tahu kalo Ka Mia mengajukan diri. Hehe..”, panjang lebar aku menjelaskan bagaimana sebaiknya penerapan proses Ka Mia dan sang ikhwan seperti proses Khadijah dan Muhammad.
“Hwaaa.. Dhiraaaa, kamu udah kayak konsultan jodoh aja deh. Jadi tercerahkan niih aku jadinya. “, Ka Mia menepuk pipiku yang gembul.
“Semoga bisa sedikit ngasih solusi untuk proses kakak yang rumit itu, masa’ hanya gara-gara MR ikhwan, langsung mundur? Ada banyak jalan menuju Roma.. hehe..”
“Siip,, insya Allah.. Naah, kamu sendiri gimana niih Dhir? Udah nemu yang cocok denganmu belum?”, tembak Ka Mia kepadaku.
“Hehe.. aku mah sabar aja Ka dalam penantian ini, nunggu pangeran berkuda putih dateng ngelamar aja, hehe..”, jawabku sedikit asal.
“Sabar dalam penantian itu bagi seorang akhwat ga berarti pasif, tinggal nunggu. Akhwat juga harus aktif dalam penantian. Jumlah akhwat itu jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah ikhwan. Terlepas dari jodoh adalah takdir, tetep harus ikhtiar yang terbaik untuk mencari calon imam bagimu dan anak-anakmu kelak. Memang benar jodoh itu di tangan Allah, tapi kita juga harus aktif berikhtiar mengambil dariNYA. Kalo memang di sekitarmu ada ikhwan yang dirasa cocok denganmu, coba aja kamu ajukan diri, bilang ke Mbak Syifa, katanya target tahun ini kan? Tentunya dengan tetap menjaga izzah sebagai seorang akhwat dan jangan pernah tinggalkan istikharah dalam mengambil tindakan apapun..”, ujar Ka Mia memberi masukan untukku.
“Hahahaha.. ga jadi tahun ini Ka.. Ga keburu.. Jadi,, tahun depan aja targetnya insya Allah.. hehe..”
“Jiiaahh.. kamu ini udah siap belum siih? Apa cuma sekadar ingin menikah? Lagi labil gitu maksudnya..”, ledek Ka Mia.
“Siap gak siap mah harus nyiapin diri Ka.. Tapi apa mau dikata kalo pangeran berkuda putihnya belum muncul-muncul juga?”, aku menimpali ledekan Ka Mia.
“Yaudah, kita saling mendoakan ya yang terbaik, dan ikhtiar yang terbaik juga.. Jazakillah ya Dhir, udah mau denger ceritaku dan ngasih solusinya.. Aku cerita ini cuma ke 3 orang, Mbak Syifa, Mbak Nany dan kamu. Bahkan aku cerita detail seperti ini cuma ke kamu looh.. Hehe..”
“Sama-sama Ka, ceritanya menginspirasi banget. Jarang loh ada akhwat yang berani mengajukan diri. Dan aku rasa, hanya akhwat tangguh yang bisa seperti itu. Tangguh akan perasaan dan hatinya. Alhamdulillah kalo ada respon positif dari sang ikhwan, kalo responnya negatif? Hanya akhwat tangguh yang bisa menerima kemungkinan kedua; ditolak.. Aku salut deh sama kakak. Semoga lancar urusannya y Ka.. Doain aku juga, semoga pangeran berkuda putihku segera datang menjemputku.. hehe..”
“Aamiin.. insya Allah saling mendoakan yang terbaik..”
Kami pun menyudahi dinner. Ka Mia menungguku hingga naik bajaj. Aah, sungguh malam yang berkesan dalam kebersamaan dengan saudari seperti Ka Mia.
****
Sesampai di rumah, kurebahkan diri ini di tempat tidur, menatap langit-langit kamar yang tak begitu tinggi. Pandangan kualihkan ke sebelah kanan tempat tidur. Ada sebuah diary biru yang tergembok. Aku buka dompetku dan kukeluarkan sebuah kunci di sela-sela saku dalamnya. Gembok ‘blue diary’ itu pun kubuka. Kuraih ballpoint tepat di samping kananku. Baru saja tangan ini tergerak untuk menulis, terdengar sebuah dering dari HP-ku. Kuraih HP dan terteralah sebuah pesan dari YM-ku.
“Asslm.Dhir,gmana nih kabarnya? lagi deactive FB ya?”
Aah.. Rasa yang tak biasa itu muncul lagi, tepat di hari ke-7 aku mendeaktif akun FBku. Kenapa nama seorang ikhwan itu yang tertera di YM-ku menyadari bahwa aku sedang mendeaktif FB-ku? Kata-kata Ka Mia pun terngiang:
“….Kalo memang di sekitarmu ada ikhwan yang dirasa cocok denganmu, coba aja kamu ajukan diri, bilang ke Mbak Syifa..”
“….Kalo memang di sekitarmu ada ikhwan yang dirasa cocok denganmu, coba aja kamu ajukan diri, bilang ke Mbak Syifa..”
“….Kalo memang di sekitarmu ada ikhwan yang dirasa cocok denganmu, coba aja kamu ajukan diri, bilang ke Mbak Syifa..”
“….Kalo memang di sekitarmu ada ikhwan yang dirasa cocok denganmu, coba aja kamu ajukan diri, bilang ke Mbak Syifa..”
Segera kutepis kata-kata itu dan mencoba menepis rasa yang terlanjur ada. Tak terasa, bulir-bulir hangat itu membasahi pipi. Kugerakkan tangan ini untuk menulis dalam ‘blue diary’.
Jika anugrah itu membahagiakan
Maka cinta yang [katanya] merupakan anugrah dariNYA
Seharusnya juga membahagiakan
Namun adakalanya
Ada yang merasa tak bahagia dengan cinta
Atau janganlah terlalu dini menyebutnya cinta
Mari kita sebut saja sebuah rasa
Rasa yang berbeda
Yang [lagi-lagi katanya] menggetarkan jiwa
Aha
Mungkin memang belum saatnya
Rasa itu ada
Hingga diri merasa nista dengan rasa
Atau jangan-jangan rasa yang ada
Didominasi oleh nafsu sebagai manusia
Jika itu permasalahannya
Maka titipkanlah rasa pada SANG PENGUASA
Biarkan ia yang belum saatnya, bersamaNYA
Biarkan waktu yang kan menjawabnya
Hingga Dia mengembalikan rasa itu jika saatnya tiba
Wanita.. Wanita..
Slalu saja
Bermain dengan rasa
Maka mendekatlah padaNYA
Agar rasa yang belum saatnya
Tetap terjaga
Agar rasa yang ada
Tak membuat hati kecewa
Agar rasa yang dirasa
Tak membuat jauh dariNYA
Biarkanlah diri merasa nista dengan rasa
Jika ternyata nafsu tlah menunggangi ia yang belum saatnya
Hingga akhirnya membuat diri menangis pilu karenanya
Menangis karena menyadari bahwa dirinya masih rapuh ternyata
Masih perlu belajar bagaimana mengelola rasa yang belum saatnya
Ya Rabbana
Hamba titipkan rasa yang belum saatnya
Agar ia tetap suci terjaga
Hingga waktunya tiba

Bersiap-siap menggauli


  1. Meletakkan tangan di atas kening istri seraya berdoa, “Allahumma Innii Asaluka Min Khoiriha wa Khoiri Ma Jabaltaha Alaihi. Wa Audzu bika Min Syarri wa Syarri Ma Jabaltaha Alaih”  Ya Allah sesungguhnya aku memohon kepada-Mu kebaikannya dan kebaikan dari apa yang Engkau berikan kepadanya serta Aku berlindung kepada-Mu dari pada keburukannya dan keburukan yang Engkau berikan kepadanya”.
  2. Berdoa agar terhindar dari syaitan. Tibalah saat yang dinanti itu, ketika madu berkasih, ombak jiwa berdebar, angin bertiup melewati daun jendela, perahu pelaminan terguncang dan kasih tertunaikan. Rasulallah SAW ingatkan umatnya untuk sekali lagi berdoa. “Sekiranya ada di antara kalian yang hendak menggauli istrinya, hendaklah ia berdoa, (artinya), Dengan menyebut nama Allah, Ya Allah jauhkanlah syaitan, dan jauhkan syaitan dari apa yang Engkau rezekikan pada kami. Sebab sekiranya dari hubungan itu diberikan anak, niscaya tidak akan dicelakakan syaitan selama-lamanya.”

Pilar cinta

Ada 4 pilar dalam membangun cinta. Agar cinta kita layak ditumbuhkan agar cinta kita tidak menuai bencana bagi kita ataupun orang lain. Agar cinta kita berbuah manis.
Visi dalam membangun cinta
- Cinta harus memiliki visi. Cinta harus memiliki tujuan. Cinta bukanlah sebuah penderitaan yang tak pernah berakhir. Kita harus menghijrahkan cinta agar penderitaan itu berakhir. Untuk itulah visi dalam membangun cinta harus kita bangun.
- Seperti cintanya seorang wanita yang sangat mulia, yang diuji dengan seorang suami yang sangat sewenang-wenang dan memaksa istrinya untuk keluar dari agama Islam. Dipaksa untuk menarik kembali kata-katanya ketika dia meyakini bahwasanya dia beriman kepada ALLAH SWT. Pada akhirnya wanita mulia ini digantung oleh suaminya sendiri demi mempertahankan keislamannya. Namun wanita mulia ini tersenyum .Karena pada detik-detik terakhir, malaikat Jibril memperlihatkan bayangan yang indah untuknya sebuah rumah di syurga yang terbuat dari mutiara-mutiara indah yang khusus dipersembahkan untuknya. Asiyah binti Muzahim suami Firaun adalah wanita mulia itu. Asiyah memohon pada ALLAH. “Ya ALLAH bangunkanlah sebuah rumah untukku di Syurga, karena aku tak bisa membangun cinta di dunia dikarenakan suamiku”.
Ada lagi visi seorang wanita yang dinikahi oleh sahabat Rasulullah. Wanita tersebut masih belia berumur 18 tahun. Dan dinikahkan oleh Rasulullah dengan sahabatnya sendiri yang berumur 78 tahun. Namun sahabat ini kaget ketika calon istrinya masih sangat belia dan cantik rupawan. Seketika itu sahabat ini, mengajukan pertanyaan “apakah kau mau menikah dengan laki-laki yang seharusnya kau anggap sebagai kakekmu, lihat rambut ku sudah dipenuhi uban? Pertanda aku sudah tua. Wanita ini menjawab “Biarlah masa mudamu kau habiskan untuk berjuang bersama dengan Rasulullah, namun izinkan aku untuk mendapatkan sisanya di masa tuamu. Hasil pernikahan ini menghasilkan 3 orang anak dan akhirnya sahabat ini meninggal di usia 83 tahun. Sahabat ini bernama Utsman Bin Affan dan istrinya bernama Nayla. “Tidak akan ada yang bisa menggantikan posisi Utsman di hatiku, meskipun ia telah tiada”.
Buatlah visi mu dalam membangun cinta “Aku mencintaimu karena ALLAH, dengan cara yang diridhai ALLAH, dalam rangka menuju ridha ALLAH”
Emosi dalam membangun cinta
Setelah membangun visi dalam cinta. Yang harus dilakukan berikutnya adalah bagaimana mengelola emosi dalam cinta. Emosi adalah hal yang sulit dipisahkan dari cinta. Banyak yang bilang bahwasanya cemburu adalah tanda cinta. Bahkan perasaan benci pun menjadi pertanda cinta kepada seseorang.
“Jika kamu mencintai sesuatu, cintailah ia seperlunya saja, jika kamu membenci sesuatu bencilah seperlunya saja. Bisa jadi hal yang kamu benci akan kamu cintai suatu hari ataupun sebaliknya. Seorang mukmin yang sedang jatuh cinta akan menghasilkan 2 macam energi yakni energi positif dan energi negatif. Semuanya tergantung kita mau mengelola energi itu ke arah yang baik atau buruk. Jangan terjebak cinta lokasi, dunia ini begitu luas, yang terpenting tingkatkan kualitas diri untuk mendapat yang sesuai dengan kita. Seperti kisah ALI bin Abi Thalib yang mencintai Fatimah dalam diam. Cinta yang tersembunyi di dalam hati. Cinta yang menurutnya tak mungkin untuk terwujud mengingat Ali adalah sahabat yang paling kurang dari finansial dibanding sahabat yang lain. Namun Fatimah ternyata memilih Ali dibanding sahabat rasul yang lain.
Spiritual /nurani dalam membangun cinta
Cinta tidak harus memiliki. Jika kita saat ini berada di sekitar orang-orang yang kita cintai sesungguhnya itu bukanlah kepemilikan kita, itu semua hanya amanah yang datangnya dari ALLAH SWT. Kita hanya diuji untuk memberikan cinta yang tulus dan terbaik untuk orang di sekitar kita. Seperti kisah seorang Salman Al-Farisi yang minta tolong pada Abu Darda untuk mengkhitbah wanita madinah. Namun wanita tersebut menyukai Abu Darda dibanding dengan Salman itu sendiri. Namun, Salman tidak pernah kecewa, Salman malah mendukung Abu Darda dengan memberikannya mahar yang telah disiapkannya untuk pernikahannya dengan wanita tersebut.
Itulah Nurani, yang melihat segala macam keadaan dengan tenang dan tidak mengedepankan nafsu bahkan emosi.
Disiplin dalam membangun cinta
“Disiplin dalam cinta adalah ketaatan yang terjaga. Menyingkirkan semua ego ketika ALLAH dan Rasul-Nya menurunkan titahnya. Seperti luluhnya sifat keras Umar tatkala perjanjian hudiabiyah,patuhnya Hudzaifah menyelusup ke kawanan Quraisy di tengah malam yang dingin.” (Jalan Cinta Para Pejuang, Salim)
Itulah disiplin dalam cinta, mampu menahannya sampai akan tiba saatnya. Karena semuanya akan indah pada waktunya.

Followers