Tuesday, November 26, 2013

PENDAHULUAN PEMBELAJARAN TEMATIK

A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses pewarisan budaya dan karakter bangsa bagi generasi muda dan juga proses pengembangan budaya dan karakter bangsa untuk peningkatan kualitas kehidupan masyarakat dan bangsa di masa mendatang. Dalam proses pendidikan budaya dan karakter bangsa, secara aktif peserta didik mengembangkan potensi dirinya, melakukan proses internalisasi, dan penghayatan nilai-nilai menjadi kepribadian mereka dalam bergaul di masyarakat, mengembangkan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera, serta mengembangkan kehidupan bangsa yang bermartabat. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 19 tahun 2005 Pasal 60 tentang Standar Nasional Pendidikan disebutkan bahwa pemerintah telah menyusun rencana kerja tahunan bidang pendidikan dengan memprioritaskan program wajib belajar, peningkatan angka partisipasi pendidikan untuk jenjang pendidikan menengah dan tinggi, penuntasan pemberantasan buta aksara, penjaminan mutu pada satuan pendidikan baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat dan penjaminan mutu pendidikan nasional. Program Wajib Belajar mewajibkan setiap Warga Negara Indonesia untuk bersekolah selama 9 tahun pada jenjang pendidikan dasar yaitu dari tingkat kelas 1 sekolah dasar hingga kelas 9 sekolah menengah pertama (Depdiknas, 2011). Program Wajib Belajar yang bermula dari program Wajib Belajar 6 tahun diperpanjang menjadi program Wajib Belajar 9 tahun. Program itu mengharuskan setiap murid tetap bersekolah hingga lulus dari sekolah menengah pertama (atau kelas 9). Mendikbud mengatakan akan memperluas akses semua anak bangsa dalam dunia pendidikan melalui program Wajib Belajar 9 tahun, BOS, dan bantuan untuk siswa kurang mampu serta program Wajib Belajar 12 tahun yang dimulai tahun 2013 (Nuh, 4 Desember 2012).). Program Wajib Belajar 12 tahun dicanangkan sebagai wujud komitmen kesinambungan dengan wajib belajar sembilan tahun yang telah dicanangkan pada era Presiden Soeharto (Nuh, 25 Juni 2013). Program Wajib Belajar 12 tahun itu juga disebut sebagai program Pendidikan Menengah Universal (PMU). Program itu mengharuskan setiap murid tetap bersekolah hingga lulus dari sekolah menengah umum (atau kelas 12). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1990 tentang pendidikan dasar disebutkan bahwa pendidikan dasar merupakan pendidikan sembilan tahun, terdiri atas program pendidikan enam tahun di sekolah dasar dan program pendidikan tiga tahun di sekolah lanjutan tingkat pertama. Target program itu adalah bahwa setiap anak usia 6 hingga 15 tahun semuanya sudah akan duduk di sekolah sampai sekolah menengah pertama. Indonesia telah mengalami kemajuan yang sangat besar dalam memastikan anak-anak yang duduk di bangku sekolah dasar mendapatkan pendidikan. Pendidikan untuk anak-anak di sekolah dasar itu terbukti telah mampu memberantas buta aksara. Pemerintah meratifikasi Program UNESCO Education for All 2015 yang ditandatangani di Dakar tahun 2000 (Unesco, 2013). Hal tersebut membuat Indonesia berkewajiban mengurangi tingkat buta aksara 5% dan memberikan pendidikan dasar bagi semua anak-anak sebelum tahun 2015. Anak usia sekolah dasar berada pada tahapan operasi konkret yaitu tahapan berpikir secara benar dan logis. Pada rentang usia tersebut anak mulai menunjukkan perilaku belajar sebagai berikut: (1) mulai memandang dunia secara objektif, bergeser dari satu aspek situasi ke aspek lain secara reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak; (2) mulai berpikir secara operasional; (3) mempergunakan cara berpikir operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda; (4) membentuk dan mempergunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana, dan mempergunakan hubungan sebab akibat; dan (5) memahami konsep substansi, volume zat cair, panjang, lebar, luas, dan berat. Kecenderungan belajar anak usia sekolah dasar memiliki tiga ciri, yaitu (1) konkret, mengandung makna proses belajar beranjak dari hal-hal yang konkret yakni yang dapat dilihat, didengar, dibaui, diraba, dan diotak atik, dengan titik penekanan pada pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar. Pemanfaatan lingkungan akan menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih bermakna dan bernilai, sebab siswa dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya, keadaan yang alami, sehingga lebih nyata, lebih faktual, lebih bermakna, dan kebenarannya lebih dapat dipertanggungjawabkan; (2) integrasi, pada tahap usia sekolah dasar anak memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu keutuhan, mereka belum mampu memilah-milah konsep dari berbagai disiplin ilmu, hal ini menunjukkan cara berpikir anak yang deduktif yakni dari hal umum ke bagian demi bagian; dan (3) hierarkis, pada tahapan usia sekolah dasar, cara anak belajar berkembang secara bertahap mulai dari hal-hal yang sederhana ke hal-hal yang lebih kompleks. Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu diperhatikan mengenai urutan logis, keterkaitan antar materi, dan cakupan keluasan serta kedalaman materi . Belajar secara integrasi yang dilakukan anak usia sekolah dasar adalah belajar mengenai satu tema atau pokok pikiran. Pembelajaran tersebut selama ini dikenal dengan pembelajaran tematik. Pembelajaran tematik telah dicanangkan dan dilaksanakan oleh pemerintah sejak diberlakukannya Kurikulum Berbasis Kompetensi pada tahun 2004. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 37 ayat 1 disebutkan bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat: pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, seni dan budaya, pendidikan jasmani dan olahraga, keterampilan/kejuruan, serta muatan lokal. Sejak diberlakukannya KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) maka pembelajaran yang berlangsung di kelas I dan II harus dilaksanakan secara tematik. Bahkan setelah diresmikannya KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) maka pembelajaran tematik harus sudah dilaksanakan mulai dari kelas I, II, dan III. Pada tahun 2013 ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan merencanakan kurikulum baru dengan nama kurikulum 2013. Kurikulum SD/MI menggunakan pendekatan pembelajaran tematik integratif dari kelas I sampai kelas VI (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013: 137). Pembelajaran tematik lebih menekankan pada penerapan konsep belajar sambil melakukan sesuatu (learning by doing). Oleh karena itu, pendidik perlu mengemas atau merancang pengalaman belajar yang akan mempengaruhi kebermaknaan belajar peserta didik. Kaitan konseptual antar mata pelajaran yang dipelajari akan membentuk skema, sehingga peserta didik akan memperoleh keutuhan dan kebulatan pengetahuan. Pembelajaran tematik lebih menekankan pada keterlibatan peserta didik secara aktif dalam proses pembelajaran, sehingga peserta didik dapat memperoleh pengalaman langsung dan terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang dipelajarinya. Melalui pengalaman langsung, siswa akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari dan menghubungkannya dengan konsep lain yang telah dipahaminya. Selain itu, penerapan pembelajaran tematik akan sangat membantu peserta didik karena sesuai dengan tahap perkembangannya yang masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan. Teori pembelajaran tematik yang dimotori tokoh psikologi yaitu Piaget menekankan bahwa pembelajaran haruslah bermakna dan berorientasi pada kebutuhan dan perkembangan anak. Berdasarkan hasil prasurvei di beberapa sekolah dasar negeri di Kecamatan Kalasan yaitu SDN Karangnongko I, SDN Pakem, SDN Purwobinangun, dan SDN Sidorejo maka diperoleh informasi tentang pembelajaran tematik. Dari keempat sekolah dasar tersebut terdapat sekolah dasar yang sudah dan belum mengimplementasikan pembelajaran tematik. Keempat sekolah dasar tersebut dipilih secara acak dalam kegiatan prasurvei implementasi pembelajaran tematik. Berdasarkan hasil prasurvei di UPTD (Unit Pelayanan Terpadu Daerah) Kecamatan Kalasan maka didapatkan sekolah dasar yang telah mengimplementasikan pembelajaran tematik di gugus III. Sekolah dasar tersebut telah mengimplementasikan pembelajaran tematik dan memiliki guru dengan prestasi bertaraf nasional. Pembelajaran tematik sudah dilaksanakan di SDN 1 Kalasan yang terdapat di gugus III Kecamatan Kalasan. Sekolah ini merupakan rujukan dari kepala UPTD Kecamatan Kalasan. Selain itu, didapatkan hasil prasurvei yang dilakukan di gugus lainnya. Pembelajaran tematik masih setengah-setengah dilaksanakan di SDN Pakem yang terdapat di gugus II Kecamatan Kalasan karena sedikitnya pemahaman para guru. Silabus dan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) tematik sudah lengkap namun belum dikerjakan secara lengkap. Para guru belum menguasai proses penyatuan tema dalam penerapan pembelajaran tematik. Guru terbebani dengan adanya tugas tambahan seperti tugas menyusun administrasi, menyusun perencanaan manajemen keuangan, dsb sehingga guru menjadi kurang fokus dalam mengajar. Para guru merasa perlu adanya pelatihan pembelajaran tematik. Oleh karena itu mereka belajar tentang pembelajaran tematik secara mandiri. Belum adanya pelatihan, seminar, dan workshop bagi guru dari dinas pendidikan tentang implementasi pembelajaran tematik sangat disayangkan para guru. Pembelajaran tematik belum dilaksanakan di SDN Sidorejo yang terdapat di gugus I Kecamatan Kalasan dan para guru merasa sangat kesulitan dalam menerapkannya. Penjadwalan pembelajaran masih disusun terpisah secara mata pelajaran dan bukan secara tema. Kesalahan perencanaan penjadwalan itu menyulitkan guru untuk merancang dan menyusun silabus dan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) tematik terutama dalam menentukan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Pada pelaksanaannya masih terpisah secara mata pelajaran. Pelaksanaan pembelajaran di kelas I, II, dan III belum dilaksanakan secara tematik. Cara penyampaian materi pembelajaran tematik yang disampaikan dan diimplementasikan ke siswa belum mengacu ke tema karena pergantian antar mata pelajaran ditandai dengan mengisyaratkan kode warna buku. Belum adanya pelatihan, seminar, dan workshop bagi guru dari dinas pendidikan tentang implementasi pembelajaran tematik sangat membingungkan para guru. Pembelajaran tematik sudah dilaksanakan di SDN Purwobinangun yang terdapat di gugus IV Kecamatan Kalasan. Para guru terbiasa menerapkan pembelajaran tematik dari silabus dan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) tematik. Pembelajaran tematik dibahas di 5 mata pelajaran yaitu Matematika, PKn, Bahasa Indonesia, IPA, dan IPS. Para guru merasa kesulitan dalam menyusun jadwal mata pelajaran di kelas I, II, dan III secara tematik. Namun para guru menginginkan adanya sosialisasi dan publikasi dari dinas pendidikan terkait implementasi pembelajaran tematik yang belum diselenggarakan. Pembelajaran tematik belum dilaksanakan di SDN Karangnongko I yang terdapat di gugus V Kecamatan Kalasan. Minimnya wawasan, pemahaman, dan pengetahuan para guru sangat mempengaruhi terhadap pelaksanaan pembelajaran tematik. Para guru merasa kesulitan dalam menyinkronkan mata pelajaran untuk ditematikkan. Pembelajaran tematik dibahas di 3 mata pelajaran yaitu Matematika, Bahasa Indonesia, dan IPA. Penggunaan 3 mata pelajaran itu dalam pembelajaran tematik dikarenakan kesulitan guru dalam menyinkronkan kekompleksan tema dan terbatasnya waktu jam mengajar 1 tema maksimal 2 minggu. Para guru merasa kesulitan dalam menyinkronkan mata pelajaran olahraga dengan matematika untuk pembelajaran tematik. Peran guru dalam membahas pembelajaran tematik dirasa kurang maksimal dan masih memerlukan referensi ahli terkait. Belum adanya pelatihan, seminar, dan workshop bagi guru dari dinas pendidikan tentang implementasi pembelajaran tematik tentunya menyulitkan para guru dari SDN Karangnongko I. Berdasarkan hasil paparan prasurvei tersebut maka penelitian implementasi pembelajaran tematik direncanakan akan dilakukan di sekolah dasar negeri yang terdapat di gugus III Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta. Gugus III dipilih di dalam penelitian ini selain terdekat dengan kantor UPTD juga karena sekolah dasar negeri yang terdapat di dalam gugus III merupakan sekolah dasar negeri yang memiliki koordinasi pertemuan dan kerjasama antar guru kelas dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, terdapat permasalahan yang diidentifikasi sebagai berikut: 1. Pemahaman guru terhadap pembelajaran tematik masih kurang. 2. Penjadwalan tematik masih diterapkan seperti mata pelajaran. 3. Belum adanya pelatihan, seminar, dan workshop bagi guru dari dinas pendidikan untuk membahas tentang implementasi pembelajaran tematik. C. Fokus Penelitian Penelitian ini difokuskan pada implementasi pembelajaran tematik yang dilakukan guru kelas I, II, dan III sekolah dasar negeri di Gugus III Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta. D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan memaknai implementasi pembelajaran tematik yang dilakukan guru kelas I, II, dan III pada Sekolah Dasar Negeri di Gugus III Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta. E. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini dapat dijelaskan secara teoritis dan praktis yaitu sebagai berikut: 1. Secara teoritis Memberikan sumbangan pemikiran ilmiah untuk perkembangan pendidikan pada sekolah dasar negeri di Gugus III Kecamatan Kalasan dalam menerapkan pembelajaran tematik. 2. Secara praktis a. Bagi guru Sebagai dorongan untuk mendesain pembelajaran tematik yang kreatif dan inovatif sehingga mampu meningkatkan hasil belajar peserta didik walaupun dalam kondisi yang tidak memadai untuk melakukan proses belajar mengajar. b. Bagi sekolah Sebagai penambah wawasan dan informasi dalam pengembangan pembelajaran tematik di sekolah dasar sekaligus untuk perbaikan mutu pendidikan dasar.

No comments:

Followers