bit.ly/facebookbayups bit.ly/blogspotbayups bit.ly/scholarbayups bit.ly/youtubebayups
Friday, November 29, 2013
Biarkanlah anak Bermain Game
Mungkin masih banyak orang yang belum mempercayainya, tapi berdasarkan sebuah penelitian yang diterbitkan di jurnal Psychological Association, bermain game, termasuk permainan peperangan, membantu meningkatkan kemampuan belajar anak, kesehatan, dan kemampuan sosial.
Sementara di sisi lain, masih ada sejumlah perdebatan di antara ahli psikologi lainnya karena mereka menganggap bermain game dapat memunculkan ketagihan, depresi, dan tindak kekerasan.
"Selama bertahun-tahun, peneliti selalu mengatakan bahwa bermain game dinilai negatif. Padahal, penting juga untuk mengetahui bahwa video game bisa membantu berkembangan anak, misalnya keseimbangan dan daya tangkap," kata Isabela Granic, profesor dari Radboud University Nijmegen di Belanda.
Menurut Granic, bermain game juga dapat meningkatkan kemampuan kognitif anak, seperti kemampuan navigasi, berpikir, mengingat, dan menerima informasi baru. Temuan tentang hal tersebut juga pernah diteliti dulu sebelumnya.
Dikutip dari situs Daily Mail, Selasa, 26 November 2013, penelitian lain juga menyebutkan, kemampuan kognitif bisa semakin terasah tidak hanya dengan game puzzle saja, tapi juga game peperangan seperti Call of Duty. Tahun ini, sebuah peneliti menunjukkan, dengan bermain permainan tembak-tembakan, akan membuat pemainnya berpikir tentang obyek dalam ruang tiga dimensi dan membuat strategi.
Lebih dari itu, jika bermain game yang sederhana saja, Angry Birds misalnya, juga baik untuk kesehatan mental. Bermain dengan karakter yang lucu, ternyata juga baik untuk meningkatkan suasana hati ke arah positif.
"Jika hanya dengan bermain game bisa membuat orang bahagia, tampaknya manfaat game bisa dipertimbangkan untuk nilai emosional yang paling mendasar, yaitu bahagia," kata Granic.
RINDU P HESTYA | DAILY MAIL
Wednesday, November 27, 2013
Aplikasi Android Belajar Wudhu untuk Anak
Sekarang betapa mudahnya kita
punya gadget, nah bagi Anda
manfaatkan HP untuk pendidikan
anak-anak dengan download GRATIS
aplikasi wudhu untuk Android.
Link download https://
play.google.com/store/apps/details?
id=org.yufid.mkswudu
Tuesday, November 26, 2013
SIMPULAN DAN SARAN PEMBELAJARAN TEMATIK
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat dikemukakan kesimpulan implementasi pembelajaran tematik pada SDN di Gugus III Kecamatan Kalasan sebagai berikut:
1. Guru sudah memahami pembelajaran tematik, tetapi masih ada 2 guru yang belum memahaminya.
2. Guru sudah merencanakan pembelajaran tematik dengan menggunakan silabus dan RPP (rencana pelaksanaan pembelajaran) yang memiliki tema, tetapi masih ada 8 guru yang tidak menggunakannya.
3. Metode mengajar yang diterapkan para guru dalam implementasi pembelajaran tematik yaitu metode ceramah, kooperatif, dan peragaan.
4. Hambatan yang dihadapi adalah:
a. Minimnya pengetahuan orang tua dan siswa.
b. Lingkungan masyarakat yang tidak kondusif.
c. Keterbatasan alat peraga, buku, dan sosialisasi dinas.
d. Minimnya pengetahuan guru.
5. Upaya guru mengatasi hambatan dengan:
a. Menjelaskan pembelajaran tematik kepada orang tua dan memilih media dan metode yang sesuai untuk siswa.
b. Menyelenggarakan bimbingan belajar di lingkungan masyarakat.
c. Mencari informasi di buku, internet, dan seminar supaya guru memiliki inovasi untuk mengatasi keterbatasan pembelajaran tematik.
d. Berbagi informasi dengan guru tematik yang lain untuk menambah pengetahuan.
B. Implikasi
Implementasi pembelajaran tematik memiliki implikasi terhadap keberhasilan pengenalan tematik secara konkret sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna dan menyenangkan bagi siswa kelas I, II, dan III. Tema yang disampaikan tidak dipengaruhi dengan adanya pemisahan mata pelajaran. Melalui penyampaian tema secara utuh dengan disertai contoh perilaku atau perbuatan baik di sekitar siswa dalam satu atau beberapa hari maka siswa kelas I, II, dan III diharapkan mampu mengetahui konteks tema dengan dihubungkan kejadian sehari-hari.
Pada kenyataannya, implementasi pembelajaran tematik SDN di Gugus III Kecamatan Kalasan belum sepenuhnya diterapkan secara tematik. Keadaan ini disebabkan adanya pemisahan mata pelajaran yang begitu jelas sehingga guru masih kebingungan dalam menjelaskan tema ke siswa. Hal tersebut dapat dilihat pada penyusunan jadwal pembelajaran tematik yang masih ditulis secara mata pelajaran atau bidang studi dengan jelas. Oleh karena itu, guru tematik SDN di Gugus III Kecamatan Kalasan khususnya guru di kelas I, II, dan III diharapkan mampu merencanakan dan menerapkan tema pembelajaran seperti yang telah tercantum dalam Kurikulum 2013. Dalam kurikulum tersebut, terdapat tema-tema yang dituliskan berbeda-beda dari kelas I sampai dengan VI. Berdasarkan kenyataan tersebut maka implikasinya adalah guru menjadi kesulitan dalam merencanakan, menerapkan, dan mengembangkan pembelajaran tematik secara penuh, merata, dan maksimal.
C. Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan penelitian maka dapat dikemukakan saran seperti berikut:
1. Guru SDN kelas 1, 2, dan 3 Gugus III Kecamatan Kalasan harus selalu berusaha belajar dan meningkatkan pemahaman tentang implementasi pembelajaran tematik dengan belajar dari berbagai sumber dan referensi.
2. Pemerintah Kabupaten Sleman melalui Dinas Pendidikan harus lebih giat lagi dalam melakukan sosialisasi, seminar, dan pelatihan tentang pembelajaran tematik, terutama di wilayah Gugus III Kecamatan Kalasan.
3. Pemerintah Kabupaten Sleman melalui Dinas Pendidikan harus bekerjasama dengan pihak perguruan tinggi negeri/ swasta untuk menyeleksi seminar atau pelatihan bagi guru tematik di sekolah dasar dengan menghadirkan pakar/ ahli profesor yang berkompeten di bidang pembelajaran tematik baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri.
METODE PENELITIAN PEMBELAJARAN TEMATIK
A. Jenis Penelitian Kualitatif
Ethnography is qualitative design in which the researcher describes and interprets the shared and learned patterns of values, behaviors, beliefs, and language of a culture-sharing group (Cresswell, 2007: 68). Menurut Cresswell, etnografi adalah desain penelitian kualitatif dimana peneliti mendeskripsikan dan menginterpretasikan pola belajar dan berbagi dari bahasa, kepercayaan, perilaku, dan nilai dari kelompok yang berbagi budaya.
Pada proses penelitian kualitatif terjadi kegiatan seperti membaca, berpikir, meneliti, menulis, mengulangi pemikiran ulang, dan menulis kembali (Meloy, 2008: 141). Penelitian kualitatif akan menghasilkan data deskriptif berupa kata tertulis, kata dari lisan orang, serta perilaku objek penelitian yang diamati. Studi ethnographik merupakan salah satu deskripsi tentang cara subyek penelitian berpikir, hidup, berperilaku; kalau subyek studi penelitian adalah anak-anak TK, maka mereka dihayati dan dideskripsikan sebagaimana persepsi mereka (Muhadjir, 2007: 147). Deskripsi penelitian etnografi ini adalah cara guru di kelas I, II, dan III SDN Gugus III Kecamatan Kalasan dalam berpikir dan berperilaku dalam kegiatan implementasi pembelajaran tematik serta dideskripsikan sebagaimana persepsi mereka.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Lima sekolah dasar negeri yang terdapat di Gugus III Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta dijadikan tempat penelitian. Kelima sekolah dasar negeri itu adalah SDN Kalasan 1, SDN Kalasan Baru, SDN Bogem 1, SDN Bendungan, dan SDN Kowangbinangun. Waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret tahun 2013 sampai dengan bulan Mei Tahun 2013.
C. Subjek atau Responden
Subjek penelitian ini adalah guru kelas I, II, dan III. Penelitian dengan subjek guru kelas I, II, dan III adalah untuk mengetahui cara guru merencanakan dan menerapkan pembelajaran tematik. Kriteria pemilihan subjek penelitian berdasarkan guru yang mengajar di kelas I, II, dan III sekolah dasar negeri pada Gugus III Kecamatan Kalasan. Pemilihan guru di kelas I, II, dan III disebabkan pembelajaran tematik yang dijelaskan dalam KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) berlangsung pada kelas I, II, dan III. Guru yang mengajar di kelas I, II, dan III sekolah dasar negeri disebut guru kelas kelas I, II, dan III walaupun tidak semua pelajaran diajarkan sebagai contoh pelajaran agama dan olahraga.
D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah pedoman observasi, wawancara, dan dokumentasi.
1. Teknik Pengumpulan Data
Meloy (2008: 142) berpendapat bahwa data collection involved observation, document review, and in-depth individual interviews. Pengumpulan data pada penelitian kualitatif ini melibatkan observasi partisipatif, mereview dokumen, dan wawancara perorangan.
a. Teknik Observasi
Observasi dilakukan untuk melihat, mengungkap data, dan gejala yang terdapat pada SDN di Gugus III Kecamatan Kalasan. Melihat bagaimana proses belajar mengajar di kelas, keterlibatan murid, keadaan kinerja guru dan lain sebagainya dalam implementasi pembelajaran tematik SDN pada Gugus III Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman. Penelitian pendidikan memiliki konsentrasi studi yang dilakukan di ruang kelas dan sekolah. Karakteristik kebiasaan untuk memperspektifkan antar interaksi yang bersifat simbolis, fenomena, dan ethnomethodologi akan menarik minat peneliti pendidikan (Cohen, Manion, & Morrison, 2005: 26).
Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan melibatkan peneliti sebagai partisipan dan pengamat dalam kegiatan proses pembelajaran yang dilakukan guru di dalam ruang kelas. Catatan lapangan hasil observasi disusun berdasarkan kenyataan yang dilihat, didengar, dialami, dan dipikirkan peneliti selama berlangsungnya pengumpulan data.
b. Teknik Wawancara
Wawancara dilakukan untuk menggali informasi lebih dalam tentang keadaan kelas dan sekolah dan kondisi proses belajar mengajar. Melalui wawancara ini, diharapkan terdapat informasi dan memberikan gambaran yang menyeluruh tentang implementasi pembelajaran tematik pada SDN di Gugus III Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman. Wawancara dilakukan secara perorangan terhadap guru-guru kelas I, II, dan III dimana guru-guru tersebut bersedia melakukan wawancara.
Wawancara dengan informan dilakukan dengan dua cara. Pertama, wawancara dilakukan dengan mendengarkan dan memperhatikan segala suatu informasi yang dikatakan informan. Informasi wawancara ini ditambahkan ke dalam catatan lapangan hasil wawancara. Kedua, wawancara dilakukan secara langsung dengan alat perekam. Penggunaan alat perekam adalah untuk menyimpan hasil wawancara yang berkaitan dengan pertanyaaan-pertanyaaan sesuai pedoman wawancara. Hasil wawancara dari alat perekam ditranskripkan ke dalam catatan lapangan hasil wawancara.
c. Teknik Dokumentasi
Kajian dokumentasi dilakukan dengan cara mempelajari berbagai dokumen yang mendukung pelaksanaan implementasi pembelajaran tematik. Pengambilan gambar dan penyimpanan data administrasi digunakan untuk dijadikan pedoman dalam melakukan dokumentasi sesuai dengan kondisi yang dihadapi di lapangan. Pengambilan dokumentasi dalam penelitian implementasi pembelajaran tematik pada SDN di Gugus III Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta dilakukan sebagai penguat data yang akan diperoleh, mempermudah peneliti untuk menganalisa kegiatan-kegiatan yang terjadi di kelas dan di sekolah tersebut.
Cara untuk mengumpulkan data dokumen antara lain dengan menyimpan dan mencatat arsip keadaan gedung sekolah, arsip ketersediaan silabus tematik, arsip ketersediaan rencana pelaksanaan pembelajaran tematik, menyimpan arsip ketersediaan keadaan tenaga guru/ pengajar kependidikan, dan arsip ketersediaan jadwal kegiatan pembelajaran kelas 1, 2, dan 3. Menurut Cresswell (2010: 266), gagasan penelitian kualitatif adalah memilih para partisipan dan dokumen atau materi visual penelitian yang dapat membantu peneliti memahami masalah yang diteliti dalam pengumpulan data.
2. Instrumen Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, instrumen kunci pengumpul data adalah peneliti tetapi bukti atau lembar tertulis yang digunakan sebagai instrumen pengumpulan data adalah pedoman wawancara, observasi, dan dokumentasi. Peneliti bertindak sebagai perencana dan pengumpul data di lapangan, sebagai analis, dan sebagai pelapor hasil penelitian. Instrumen untuk teknik wawancara yaitu pedoman wawancara, instrumen untuk teknik observasi yaitu pedoman observasi, dan instrumen untuk teknik dokumentasi yaitu pedoman dokumentasi.
Pedoman wawancara digunakan untuk menemukan informasi tentang implementasi pembelajaran tematik dengan para guru kelas 1, 2, dan 3 pada Sekolah Dasar Negeri di Gugus III Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta. Pedoman wawancara terdapat pada lampiran 1a halaman 83.
Pedoman observasi digunakan untuk melihat situasi implementasi pembelajaran tematik yang berlangsung dalam kelas 1, 2, dan 3 pada Sekolah Dasar Negeri di Gugus III Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta. Pedoman observasi terdapat pada lampiran 1b halaman 85.
Pedoman dokumentasi digunakan untuk melakukan pengumpulan dan penyimpanan data administrasi terkait pembelajaran tematik para guru kelas 1, 2, dan 3 pada Sekolah Dasar Negeri di Gugus III Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta. Pedoman dokumentasi terdapat pada lampiran 1c halaman 87.
E. Keabsahan Data
Menurut Sugiyono (2009: 366), untuk menguji keabsahan data masih ada 4 hal yang harus diuji. Keempat hal tersebut yaitu kredibilitas, transferabilitas, dependabilitas, dan konfirmabilitas.
1. Uji Kredibilitas
Uji kredibilitas ini dapat dilakukan dengan menggunakan triangulation. Menurut Sugiyono (2009: 273) triangulation dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekkan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Hal ini akan dilaksanakan peneliti selama pengambilan dan pengumpulan data dilakukan. Pada uji kredibilitas, pengecekan data penelitian dilakukan dengan adanya konsultasi dengan para guru tematik.
2. Uji Transferabilitas
Menurut Sugiyono (2009: 276) bahwa transferabilitas ini sama halnya dengan validitas eksternal dalam penelitian kuantitatif dan uji transferabilitas ini dapat dilakukan dengan penyusunan laporan penelitian secara sistematis, rinci, jelas, dan dapat dipercaya. Oleh karena itu penyusunan laporan penelitian ini sebisa mungkin akan dilakukan secara sistematis agar bisa diterima oleh orang lain. Selain itu, penelitian ini akan disertai dengan dokumentasi-dokumentasi selama penelitian berlangsung, sehingga derajat kepercayaan pada hasil penelitian ini tinggi. Pada uji transferabilitas, tesis ini ditulis mengikuti petunjuk yang telah ditetapkan pihak universitas.
3. Uji Dependabilitas
Dependabilitas dalam penelitian kuantitatif sama dengan reliabilitas, di mana penelitian yang reliabel adalah apabila orang lain dapat mengulangi/mereplikasi proses penelitian tersebut (Sugiyono, 2009: 277). Peneliti akan meminta bantuan orang lain, dalam hal ini adalah pembimbing tesis yang telah ditentukan, yang sejak awal memahami dan mengerti tentang penelitian ini. Karena uji dependabilitas ini dilakukan dengan melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian mulai dari peneliti menentukan fokus hingga membuat kesimpulan. Uji dependabilitas penelitian ini dibuktikan dengan adanya pemeriksaan oleh pembimbing tesis dari BAB I sampai dengan BAB V dengan dilengkapi pemeriksaan lampiran-lampiran yang mendukung.
4. Uji Konfirmabilitas
Uji konfirmabilitas dalam penelitian kuantitatif sama halnya dengan uji obyektivitas, di mana penelitian dikatakan obyektif jika hasil penelitian disepakati banyak orang (Sugiyono, 2009: 277). Uji konfirmabilitas ini dapat dilakukan setelah melakukan uji transferabilitas dan dependabilitas dilakukan. Hal ini dapat dikatakan, jika uji transferabilitas dan dependabilitas telah dilakukan, sama halnya peneliti juga telah melakukan uji konfirmabilitas. Uji konfirmabilitas penelitian ini dibuktikan dengan adanya persetujuan dari para penguji tesis untuk mengkonfirmasi hasil penelitian ini.
LANDASAN TEORI PEMBELAJARAN TEMATIK
A. Kajian Teori
Teori yang dikaji pada penelitian implementasi pembelajaran tematik pada Sekolah Dasar Negeri di Gugus III Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta adalah pengertian pembelajaran, pembelajaran tematik, dan implementasi pembelajaran tematik. Teori yang dikaji dijelaskan berkaitan dengan penjelasan pembelajaran diperoleh manusia sampai dengan adanya implementasi dari pembelajaran yang berkaitan dengan tema. Penjelasan lebih lanjut mengenai implementasi pembelajaran tematik pada Sekolah Dasar Negeri di Gugus III Kecamatan Kalasan dibahas pada bagian pembahasan di BAB IV. Hal tersebut dilakukan karena hasil penelitian ini dibahas dengan referensi yang berhubungan dengan pembelajaran tematik.
1. Pengertian pembelajaran
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pembelajaran adalah proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Schunk (2012: 2) berpendapat bahwa learning involves acquiring and modifying knowledge, skills, strategies, beliefs, attitudes, and behaviors. People learn cognitive, linguistic, motor, and social skills, and these can take many forms. Pembelajaran melibatkan pemerolehan dan pemodifikasian pengetahuan, ketrampilan-ketrampilan, strategi-strategi, kepercayaan-kepercayaan, sikap-sikap, dan perilaku. Setiap orang mempelajari ketrampilan-ketrampilan kognitif, linguistik, motorik, dan sosial serta hal-hal tersebut dapat mengambil berbagai bentuk pembelajaran.
Slavin (2006: 159) berpendapat, “Learning involves the acquisition of abilities that are not innate. Learning depends on experience, including feedback from the environment.” Pembelajaran meliputi upaya memperoleh kemampuan yang bukan merupakan bawaan sejak lahir. Pembelajaran bergantung pada pengalaman, termasuk umpan balik dari lingkungan. Pembelajaran dilakukan dengan usaha secara sadar dan terencana untuk memperoleh informasi, keterampilan, dan konsep tertentu yang akan bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari, dan bukan bawaan lahir. Dalam bidang pendidikan, pembelajaran dapat diartikan seperti yang dikemukakan Svinicki (2009) yaitu:
“Learning is the interaction between what students know, the new information they encounter, and the activities they engage in as they learn. Students construct their own understanding through experience, interactions with content and others, and reflection.”
Pembelajaran tersebut dapat diartikan sebagai interaksi antara apa yang diketahui para siswa, keterangan baru yang dihadapi, dan aktivitas dimana mereka terlibat saat pembelajaran. Para siswa membangun pemahaman mereka sendiri melalui pengalaman, interaksi dengan kandungan pembelajaran, dan refleksinya.
Mayer dalam Ambrose, et.al (2010: 3) menyatakan “...learning as a process that leads to change, which occurs as a result of experience and increases the potential for improved performance and future learning.” Pembelajaran merupakan suatu proses yang mengarah pada perubahan, yang terjadi sebagai akibat dari pengalaman dan meningkatkan potensi untuk meningkatkan kinerja dan pembelajaran pada masa depan. Pembelajaran merupakan suatu proses, bukan produk. Namun, karena proses ini terjadi di dalam pikiran, kita hanya dapat menyimpulkan bahwa telah terjadi produk atau pertunjukan dari siswa. Pembelajaran yang dikutip dari Brooks, J. & Brooks, M. (2012). memiliki pengertian yaitu:
“Learning is an active process of creating meaning from different experiences. In other words, students will learn best by by trying to make sense of something on their own with the teacher as a guide to help them along the way.”
Pembelajaran tersebut dapat diartikan sebagai suatu proses aktif dari pengertian daya cipta yang berasal dari pengalaman-pengalaman yang berbeda. Dengan kata lain, para siswa akan belajar terbaik dengan mencoba melogika dari kemampuan mereka dengan bantuan guru sebagai pembimbing untuk membantu dalam proses pembelajaran.
Pembelajaran yang dijelaskan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 41 Tahun 2007 tentang standar proses adalah “proses interaksi peserta didik dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas menggariskan “pembelajaran sebagai proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”. Proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada lingkungan belajar. Interaksi peserta didik dengan lingkungan belajar dirancang untuk mencapai tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran berupa sejumlah kemampuan bermakna dalam aspek pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang dimiliki peserta didik sebagai hasil belajar, atau setelah menyelesaikan pengalaman belajarnya. Sejumlah kemampuan bermakna yang diperoleh peserta didik sebagai hasil belajar disebut juga perubahan tingkah laku baru, sebagai akibat adanya proses pembelajaran.
Pogue dan Kimo (2006) dalam jurnal yang di tulis oleh Ahmad S.N., Amzah Fadziah, & Rahimi C.A. (2009: 128) menyatakan pembelajaran yang berkualitas adalah hasil dari pada hubungan komunikasi antara guru dengan pelajar serta kredibilitas seorang guru. Hal ini menunjukkan pentingnya mencitakan komunikasi yang berimbang antara siswa dan guru serta siswa dengan siswa sehingga terbangun lingkungan pembelajaran yang efektif dan berhasil serta berguna. Menurut Killen (2009: 4-5), pembelajaran yang baik dan berkualitas yang dilakukan guru akan membuat siswa memiliki beberapa kemampuan, yaitu: menggunakan pengetahuannya untuk mengatasi beragam permasalahan yang dihadapinya; mengkomunikasikan pengetahuannya dengan orang lain; menghubungkan satu pengetahuan yang telah diperolehnya dengan pengetahuan lainnya yang baru; menemukan pengetahuan baru bagi diri mereka sendiri; dan memotivasi siswa untuk terus belajar sepanjang hidupnya.
Pembelajaran dapat diartikan sebagai kegiatan yang sistematik dan terarah yang dilakukan oleh guru kepada siswa untuk mencapai pembelajaran yang diharapkan. Pembelajaran memegang peranan penting dalam menghasilkan kualitas lulusan pendidikan. Terdapat banyak aspek yang turut mempengaruhi proses pembelajaran, yaitu: 1) pengajar yang profesional, 2) penggunaan strategi/ pendekatan/ metode mengajar yang menarik dan bervariasi, 3) perilaku belajar siswa yang positif, 4) kondisi dan suasana belajar yang kondusif, 5) dan penggunaan media pembelajaran yang tepat untuk mendukung proses belajar itu sendiri.
2. Pembelajaran tematik
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi disebutkan pada bagian struktur kurikulum SD/MI bahwa pembelajaran pada kelas I sampai kelas III dilaksanakan melalui pendekatan tematik, sedangkan pada kelas IV sampai kelas VI dilaksanakan melalui pendekatan mata pelajaran. Istilah pembelajaran tematik pada dasarnya adalah model pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehinggga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. (Depdiknas, 2006: 5). Dalam mempertimbangkan tema dibutuhkan guru yang selektif sebagaimana diutarakan White (1995: 161) sebagai berikut:
“Thematic instruction, on the other hand, allows for understanding through depth of coverage. It forces the teacher and student to identify fundamental ideas within a subject. This can only be done if teachers selectively and judiciously abandon less important content in favor of more important ideas.”
Pemahaman yang mendalam tentang pembelajaran tematik harus dikuasai seorang pendidik atau guru. Dari pemahaman itu didapatkan suatu proses mengajar dengan kemampuan guru untuk mengidentifikasi ide-ide fundamental untuk dituangkan dalam materi pembelajaran. Hal tersebut dilakukan guru dengan memilih dan meninggalkan dengan sengaja kandungan atau isi dalam pembelajaran yang dipikirkan kurang penting yang menunjang ide-ide untuk mengajarkan tema. Pemaduan materi pembelajaran atau pokok pembahasan untuk menemukan tema menurut Fogarty (1991: 185) yaitu:
“Webbed curricula commonly use the thematic approach to integrate subject matter. Broad themes such as change, cultures, discovery, enviroments, interaction, invention, power, systems, time, and work provide a greater opportunity for teachers of various disciplines to find common topic, concepts, and skills.”
Dalam model web biasanya menggunakan pendekatan tematik untuk memadukan pokok pembahasan atau materi pelajaran. Tema besar seperti perubahan, budaya, penemuan, lingkungan, interaksi, kekuatan, sistem, waktu dan pekerjaan menyediakan peluang besar bagi guru dari berbagai disiplin ilmu untuk menemukan topik, konsep dan ketrampilan yang diharapkan. Tema yang memiliki pengertian yang luas semisal tema lingkungan akan memudahkan guru menyampaikan pokok pembahasan. Dari tema lingkungan tersebut maka guru dapat membahasnya menjadi lingkungan sekolah, lingkungan keluarga, dan sebagainya. Dengan pembelajaran tematik, pendidik dapat menyampaikan tema dari berbagai materi mata pelajaran tanpa harus memalingkan konsentrasi peserta didik dalam situasi yang berbeda.
Pembelajaran terpadu yang menggunakan pendekatan tematik adalah pembelajaran terpadu model webbed. Pembelajaran tematik merupakan bagian dari pembelajaran terpadu yang menggunakan tema sebagai judul pembelajaran pada hari itu juga. Dalam pembahasannya, tema itu ditinjau dari berbagai mata pelajaran. Tema bisa ditetapkan dengan negosiasi antar guru dan siswa, tetapi dapat pula dengan cara diskusi sesama guru. Setelah tema tersebut disepakati, dikembangkan sub-sub temanya dengan memperhatikan kaitannya dengan bidang-bidang studi. Kysilka (1998: 199) menjelaskan penggunaan tema dari berbagai mata pelajaran sebagai berikut.
“Disciplines use the themes to teach specific concept, topics, and ideas within the disciplines. For example, the teacher may select ethics as theme. Each teacher, then within his/her own discipline will address ethics as it is appropriate to the subject matter. This mean discussing plagiarism in English class as student prepare research paper, analyzing decisions made by politicians in a political science class, establishing rules of proper sportmanslike behavior in physical education class...”
Dalam penjelasan tersebut, tema dipilih sesuai konsep, topik, dan ide yang dimengerti dan dipahami oleh guru. Tema yang dipilih dibahasakan sesuai materi pelajaran atau pokok pembahasan. Guru dapat menggunakan tema yang sama dalam pokok pembahasan yang terdapat di berbagai mata pelajaran. Tema etika dapat digunakan dalam pelajaran olahraga, seni rupa, bahasa inggris, matematika, agama, dan lain-lain. Pembelajaran tematik dilaksanakan dengan menyesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan peserta didik, sehingga peserta didik akan merasa bahwa pelajaran di sekolah merupakan bagian dari kehidupannya sehari-hari.
Menurut Gaughan (2003: 18), “Thematic teaching is one means of helping students achievement such focus and, at the same time, find their way toward writing topics that typically do engage them.” Pembelajaran tematik adalah salah satu pembelajaran yang diartikan dapat membantu para pencapaian siswa seperti dalam memfokuskan sesuatu dan di saat yang sama mereka menemukan cara untuk menulis topik-topik yang biasanya melibatkan mereka untuk berperan serta. Pembelajaran tematik menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Dikatakan bermakna karena dalam pembelajaran tematik ini, siswa akan memahami topik-topik yang dipelajari melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan topik-topik lain yang sudah mereka pahami. Pembelajaran tematik memiliki ciri-ciri (Depdiknas, 2006: 6), yaitu:
a. Berpusat pada siswa.
b. Memberikan pengalaman langsung kepada siswa.
c. Pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas.
d. Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran.
e. Bersifat fleksibel.
f. Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan.
Maksud dari berpusat pada siswa adalah bahwa proses pembelajaran yang dilakukan harus menempatkan siswa sebagai pusat aktivitas atau subyek belajar; sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator. Maksud dari memberikan pengalaman langsung kepada siswa adalah bahwa dengan pemberian pengalaman langsung maka siswa dihadapkan pada suatu yang nyata (konkret) sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang abstrak.
Maksud dari pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas adalah bahwa mengingat tema yang dikaji dari berbagai mata pelajaran dan saling keterkaitan maka batas mata pelajaran menjadi tidak begitu jelas. Fokus pembelajaran diarahkan kepada pembahasan tema-tema yang paling dekat berkaitan dengan lingkungan siswa. Maksud dari menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran adalah bahwa siswa mampu memahami konsep-konsep tersebut secara utuh. Hal ini diperlukan untuk membantu siswa memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Maksud dari bersifat fleksibel adalah bahwa pembelajaran tematik bersifat fleksibel dimana guru dapat mengaitkan bahan ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya, bahkan mengaitkannya dengan kehidupan siswa dan lingkungan dimana sekolah dan siswa berada. Maksud dari menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan adalah mengadopsi prinsip belajar PAIKEM.
Prinsip belajar PAIKEM yaitu pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Prinsip belajar tersebut bisa juga dikatakan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa dimana siswa secara aktif berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran. A student-centered learning approach promises to provide local students with new skills required by the labor market like independence, creativeness, activeness and cooperativeness (Thanh-Pham, 2010: 22). Pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa ini akan menghasilkan siswa yang memiliki ketrampilan- ketrampilan baru dimana siswa menjadi lebih mandiri, kreatif, aktif, dan kooperatif. Pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa menurut Jones (2007: 2) dapat dijelaskan sebagai berikut:
“A student-centered classroom isn’t a place where the students decide what they want to learn and what they want to do. It’s a place where teacher consider the needs of the students, as a group and as individuals, and encourage them to participate in the learning process all the time.”
Dalam pengertian tersebut dijelaskan bahwa ruang kelas dimana pendekatan berpusat pada siswa bukan tempat siswa untuk memutuskan kemauannya dalam belajar sekehendaknya. Guru sangat berperan dalam mempertimbangkan kebutuhan yang diperlukan para siswa untuk berpartisipasi sebagai individu atau berkelompok dalam pembelajaran.
Pembelajaran tematik bila diterapkan dengan baik akan menimbulkan kerjasama yang menguntungkan antara pendidik/ guru dengan peserta didik/ siswa. Keuntungan dari pembelajaran tematik untuk guru adalah sebagai berikut (Meinbach, Rothlein, & Fredericks, 1995: 5):
a. Tersedianya waktu yang memadai untuk mewujudkan tujuan pembelajaran.
b. Koneksi antara subyek, topik, dan tema dapat dikembangkan secara logis.
c. Pembelajaran dapat didemonstrasikan sebagai kegiatan yang berkelanjutan.
d. Guru dapat menugaskan para siswa dalam kemandirian mereka untuk belajar secara individu.
e. Guru secara bebas dapat menolong para siswa dalam situasi yang dihadapi sesuai petunjuk dari kurikulum.
Menurut Loughran, (2005: 113), “Thematic teaching is about students actively constructing their own knowledge.” Pembelajaran tematik adalah tentang para siswa yang membangun pengetahuan mereka sendiri secara aktif. Dengan adanya keaktifan tersebut maka siswa dapat mengambil keuntungan dari proses pembelajaran yang telah dialami. Keuntungan dari pembelajaran tematik untuk siswa adalah sebagai berikut (Meinbach, Rothlein, & Fredericks, 1995: 6):
a. Siswa dapat memfokuskan pada proses pembelajaran.
b. Siswa dapat mengembangkan hubungan antara ide dan konsep.
c. Siswa terdorong untuk mengambil resiko dalam berusaha.
d. Siswa dapat membangun pengetahuan yang baru dalam lingkungan yang dihadapi.
e. Siswa berpeluang menginvestigasi topik melalui pendekatan refleksi.
Secara umum, prinsip-prinsip pembelajaran tematik dapat diklasifikasikan menjadi beberapa prinsip yakni prinsip penggalian tema, prinsip pengelolaan pembelajaran, prinsip evaluasi dan prinsip reaksi (Trianto, 2011: 154-156). Prinsip-prinsip pembelajaran tematik itu secara rinci akan diuraikan seperti berikut:
a. Tema hendaknya tidak terlalu luas, namun dengan mudah dapat digunakan untuk memadukan banyak mata pelajaran.
b. Tema harus bermakna dan disesuaikan dengan tingkat perkembangan psikologis dan mewadahi sebagian besar minat anak.
c. Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan peristiwa-peristiwa autentik yang terjadi dalam rentang waktu belajar, ketersediaan sumber belajar dan kurikulum yang berlaku serta harapan masyarakat (asas relevansi).
d. Guru hendaknya jangan menjadi single actor yang mendominasi pembicaraan dalam pembelajaran.
e. Pemberian tanggung jawab individu dan kelompok harus jelas dalam setiap tugas yang menuntut adanya kerja sama kelompok.
f. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan evaluasi diri (self evaluation) di samping bentuk evaluasi lainnya.
g. Guru harus mampu bereaksi terhadap aksi siswa dalam setiap peristiwa dan tidak mengarahkan aspek yang sempit, tetapi ke sebuah kesatuan yang utuh dan bermakna.
3. Implementasi pembelajaran tematik
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, implementasi adalah pelaksanaan atau penerapan. Dalam Oxford Advance Learner Dictionary dikemukakan bahwa implementasi adalah “put something into effect”, (penerapan sesuatu yang memberikan efek atau dampak). Istilah implementasi meminjam dari perbendaharaan kata bahasa inggris yaitu implementation yang berarti pelaksanaan atau implementasi (Echols & Shadily, 2005: 313). Implementation is the carrying out, execution, or practice of a plan, a method, or any design for doing something (Rouse, 2007)). Implementasi adalah mengangkut, mengeksekusi, atau mempraktikkan sebuah rencana, metode, atau desain untuk melakukan sesuatu hal.
Implementasi adalah sebagai proses untuk melaksanakan ide, program atau seperangkat aktivitas baru dengan harapan orang lain dapat menerima dan melakukan perubahan (Fullan, 1993: 54). Oleh karena itu, implementasi dapat diartikan sebagai suatu penerapan ide, konsep, kebijakan, atau inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga memberikan dampak seperti perubahan pengetahuan, ketrampilan maupun nilai, dan sikap.
Ahmad (2012: 118) menyatakan bahwa seorang pendidik dipandu perangkat perencanaan pembelajaran dalam proses implementasi pembelajaran. Pada fase implementasi ini diharapkan seorang pendidik atau guru sudah memiliki gambaran jelas mengenai komponen-komponen sistem pembelajaran. Pendidik atau guru mengimplementasikan pembelajaran dengan melibatkan peran dari perangkat pembelajaran dan fungsi dari komponen-komponen pembelajaran. Syarat proses pembelajaran menjadi berhasil yaitu perlu adanya analisis dari berbagai komponen yang membentuk sistem proses pembelajaran. Komponen-komponen pembelajaran meliputi tujuan, materi pelajaran, metode atau strategi pembelajaran, media, dan evaluasi pembelajaran. Implementasi pembelajaran memiliki komponen-komponen pembelajaran yang terdapat fungsi tertentu yang saling berinteraksi dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Penggunaan dari berbagai variasi komponen-komponen pembelajaran yang dilakukan guru terhadap siswanya dengan baik akan mempermudah terjadinya refleksi dari implementasi pembelajaran.
Perangkat pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran. Penyusunan perencanaan pembelajaran harus dipersiapkan lebih matang supaya mendapatkan kejelasan pada proses pembelajaran. Perangkat perencanaan pembelajaran disusun dengan terperinci untuk didesain sebagai rencana yang akan digunakan guru dalam proses pembelajaran. Salah satu kunci kesuksesan dari implementasi proses pembelajaran adalah penerapan perangkat perencanaan pembelajaran yang dilakukan guru terhadap siswanya dengan jelas, mendalam, dan lengkap. Penerapan perangkat tersebut diharapkan dapat dipahami para siswa untuk direfleksikan dengan bermakna dan secara nyata dalam kehidupan keseharian mereka.
Implementasi pembelajaran tematik dilakukan terlebih dahulu dengan pemetaan tema untuk menentukan beberapa mata pelajaran yang akan disatukan menjadi satu tema. Pemetaan tema dilakukan untuk memperoleh gambaran secara menyeluruh dan utuh tentang standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator dari berbagai mata pelajaran yang dipadukan dalam tema yang dipilih (Trianto, 2011: 326). Tema yang dipilih hendaknya yang paling dekat dengan kehidupan (pengetahuan dan pengalaman) siswa. Contoh tema pembelajaran yaitu keluargaku, binatang kesayangan, liburan sekolah, desaku/kotaku, makanan kesukaan, dan diri sendiri.
Berkaitan dengan pembelajaran tematik maka menurut Liu & Wang (2010: 26), “The various stages of thematic learning are clearly and concretely reflected in the learners' real learning activities.” Langkah-langkah yang bervariasi dari pembelajaran tematik adalah refleksi dalam kegiatan-kegiatan pembelajaran yang dialami para siswa secara nyata dan jelas.
Gambar 1 merupakan langkah-langkah model pembelajaran tematik menurut Liu & Wang. Dalam gambar tersebut, dijelaskan urutan langkah dalam menerapkan model pembelajaran berdasarkan tema. Langkah pertama yaitu menemukan tema. Langkah kedua yaitu menemukan kefokusan hal yang menarik berdasarkan tema. Langkah ketiga yaitu menemukan materi bahan pembelajaran berdasarkan kefokusan pada hal yang menarik. Langkah keempat yaitu mengintegrasikan bahan-bahan pembelajaran untuk menghasilkan pengetahuan yang akan dibagikan. Langkah kelima yaitu mempublikasikan dan membagikan pengintegrasian pengetahuan.
Refleksi pembelajaran tematik disebabkan dari perencanan yang dirancang. Refleksi indikator hasil pembelajaran tematik merupakan refleksi rincian tujuan khusus (kompetensi dasar) pembelajaran dan tujuan khusus pembelajaran merupakan rincian tujuan umum (standar kompetensi) pembelajaran. Antara tujuan umum, tujuan khusus, dan indikator hasil pembelajaran haruslah merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan. Perumusan kompetensi dasar harus didukung penguasaan materi yang akan diajarkan dan diterapkan. Penerapan pembelajaran tematik di sekolah dasar belum sepenuhnya direncanakan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Kompetensi dasar yang harus dicapai oleh siswa dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan masih terpisah masuk dalam masing-masing mata pelajaran yang ada. Hal ini menyulitkan guru dalam mengembangkan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran. Disamping itu, tidak semua kompetensi dasar dapat dipadukan. Dalam pelaksanaan pembelajaran tematik dibutuhkan sarana dan prasarana yang memadai untuk mencapai kompetensi dasar secara optimal. Jika hal itu tidak tersedia maka proses pelaksanaan pembelajaran tematik tidak akan berjalan dengan baik dan lancar. Hal ini tentu saja akan berpengaruh terhadap hasil belajar yang dicapai siswa. Solusi untuk memecahkan persoalan di atas maka guru harus melakukan beberapa hal untuk mendesain pembelajaran tematik. Langkah-langkah untuk mendesain pembelajaran tematik yaitu:
a. Menetapkan mata pelajaran yang akan dipadukan.
b. Mempelajari kompetensi dasar dan indikator dari mata pelajaran yang akan dipadukan.
c. Memilih tema pemersatu dan jaringan tema.
d. Membuat hubungan antara beberapa kompetensi dasar dan beberapa tema pemersatu.
e. Menyusun silabus pembelajaran tematik.
f. Menyusun rencana pembelajaran tematik.
Pertimbangan yang perlu diperhatikan guru dalam mendesain pembelajaran tematik untuk diimplementasikan adalah merancang pemetaan tema pembelajaran tematik. Guru harus teliti dan jeli dalam mengidentifikasi dan menetapkan kompetensi dasar dan indikator pada setiap mata pelajaran yang akan dipadukan. Guru harus memahami kandungan masing-masing kompetensi dasar dan indikator dari beberapa mata pelajaran sebelum dilakukan pemaduan.
Hal pertama yang perlu diperhatikan guru dalam mendesain pembelajaran tematik adalah menetapkan mata pelajaran yang akan dipadukan. Pada tahap ini, guru membuat pemetaan kompetensi dasar secara menyeluruh pada semua mata pelajaran. Saat guru menetapkan beberapa mata pelajaran yang akan dipadukan lebih baik jika disertai tujuan dan maksud yang memuat pencapaian kompetensi dasar siswa. Namun seringkali tidak semua mata pelajaran dapat dipadukan untuk ditemukan dalam satu tema.
Hal kedua yang perlu diperhatikan guru dalam mendesain pembelajaran tematik adalah mempelajari kompetensi dasar dan indikator dari mata pelajaran yang akan dipadukan. Pada tahap ini, guru melakukan pengkajian mengenai kompetensi dasar pada jenjang dan kelas yang sama dari beberapa mata pelajaran untuk diajarkan dengan tema pemersatu. Guru harus mengidentifikasi semua standar kompetensi yang terdapat dalam semua mata pelajaran yang diajarkan di kelas I – III. Guru harus mengidentifikasi semua kompetensi dasar yang terdapat dalam semua mata pelajaran yang diajarkan di kelas I – III. Guru harus menjabarkan kompetensi dasar ke dalam indikator.
Hal ketiga yang perlu diperhatikan guru dalam mendesain pembelajaran tematik adalah memilih tema pemersatu dan jaringan tema. Pada tahap ini, guru memilih dan menetapkan tema yang dapat mempersatukan kompetensi-kompetensi dasar dan indikator pada setiap mata pelajaran yang akan dipadukan pada kelas dan semester yang sama. Penetapan tema dimulai dari lingkungan yang terdekat dan mudah dikenali oleh siswa. Contoh tema yang dipilih seperti keluargaku, diri sendiri, kebersihan, kesehatan, dan makanan kesukaan. Dari tema yang telah dipilih tersebut kemudian dibuatlah jaringan tema.
Setelah tema terpilih maka untuk memperjelas tema tersebut dibuatlah jaringan tema. Trianto (2011: 328) berpendapat bahwa jaringan tema adalah pola hubungan antara tema tertentu dan sub-sub pokok bahasan tertentu yang diambil dari berbagai bidang studi. Jaringan tema ini menghubungkan kompetensi dasar dan indikator dengan tema pemersatu sehingga akan terlihat kaitan antara tema, kompetensi dasar dan indikator dari setiap mata pelajaran. Gambar contoh jaringan tema dapat dilihat pada lampiran 2 halaman 88.
Hal keempat yang perlu diperhatikan guru dalam mendesain pembelajaran tematik adalah membuat hubungan antara beberapa kompetensi dasar dan beberapa tema pemersatu. Pada tahap ini, guru melakukan pemetaan keterhubungan kompetensi dasar masing-masing mata pelajaran yang akan dipadukan dengan tema pemersatu. Pemetaan keterhubungan kompetensi dasar itu dapat dibuat dalam bentuk bagan dan tabel jaringan tema yang memperlihatkan hubungan antara kompetensi dasar dengan tema pemersatu dari setiap mata pelajaran. Guru juga harus memperlihatkan hubungan antara indikator dengan tema pemersatu dari setiap mata pelajaran. Format tabel keterhubungan pemetaan tema dapat dilihat pada tabel 2 halaman 89.
Hal kelima yang perlu diperhatikan guru dalam mendesain pembelajaran tematik adalah menyusun silabus pembelajaran tematik. Dari hubungan antara kompetensi dasar, indikator, dengan tema pemersatu itu maka akan mudah untuk membuat silabus berdasarkan tema yang terpilih. Sanjaya (2011: 167) berpendapat bahwa silabus dapat diartikan sebagai rancangan program pembelajaran satu atau kelompok mata pelajaran yang berisi tentang standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dicapai siswa, pokok materi yang harus dipelajari siswa serta bagaimana cara mempelajarinya mengetahui pencapaian kompetensi dasar yang telah ditentukan. Menyusun silabus yaitu menjabarkan semua KD (kompetensi dasar) menjadi komponen-komponen silabus (Tim Pengembangan Kurikulum Program Pendidikan Dasar, 2009: viii). Komponen-komponen silabus yaitu identitas/tema mapel, SK/KD, materi, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar.
Silabus memuat berbagai hal yakni. 1) Tujuan apa yang harus dicapai siswa. 2) Materi apa yang harus dipelajari siswa. 3) Bagaimana cara yang dapat dilakukan yang dapat dilakukan agar Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar itu dapat dicapai. 4) Bagaimana menentukan keberhasilan siswa. Dalam menyusun silabus, guru perlu mempertimbangkan pada bagan dan tabel keterhubungan antara SK (standar kompetensi), KD (kompetensi dasar), indikator, dan tema pemersatu. Kompetensi dasar setiap mata pelajaran yang tidak bisa dikatikan dan dihubungkan dalam pembelajaran tematik seharusnya disusun dalam silabus sendiri. Format silabus disusun dalam bentuk matriks dan memuat mata pelajaran yang akan dipadukan. Format tabel silabus dapat dilihat pada tabel 3 halaman 90.
Hal keenam yang perlu diperhatikan guru dalam mendesain pembelajaran tematik adalah menyusun rencana pembelajaran tematik. Syarat untuk melaksanakan pembelajaran tematik adalah penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Penyusunan rencana pembelajaran ini sebagai realisasi dari pengalaman belajar siswa yang telah disusun dalam silabus pembelajaran. Dari penyusunan RPP tematik maka perencanaan kompetensi dasar akan lebih mudah untuk dilakukan pada kegiatan harian.
Menyusun RPP yaitu menjabarkan lebih lanjut silabus menjadi lebih operasional terutama pada kegiatan pembelajaran dan wujud alat penilaiannya (Tim Pengembangan Kurikulum Program Pendidikan Dasar, 2009: xi). RPP dalam pendekatan tematik dijelaskan untuk merencanakan pelaksanaan suatu jaring tema harian. Sanjaya (2011: 173) berpendapat bahwa rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) adalah program perencanaan yang disusun sebagai pedoman pelaksanaan pembelajaarn untuk setiap kegiatan proses pembelajaran. RPP dikembangkan berdasarkan silabus. Komponen RPP terdiri dari : 1) Tujuan pembelajaran, 2) materi/isi, 3) Strategi dan metode pembelajaran, 4) Media dan sumber belajar, serta 5) Penilaian. Format tabel RPP dapat dilihat pada lampiran 3 halaman 91.
PENDAHULUAN PEMBELAJARAN TEMATIK
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah proses pewarisan budaya dan karakter bangsa bagi generasi muda dan juga proses pengembangan budaya dan karakter bangsa untuk peningkatan kualitas kehidupan masyarakat dan bangsa di masa mendatang. Dalam proses pendidikan budaya dan karakter bangsa, secara aktif peserta didik mengembangkan potensi dirinya, melakukan proses internalisasi, dan penghayatan nilai-nilai menjadi kepribadian mereka dalam bergaul di masyarakat, mengembangkan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera, serta mengembangkan kehidupan bangsa yang bermartabat.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 19 tahun 2005 Pasal 60 tentang Standar Nasional Pendidikan disebutkan bahwa pemerintah telah menyusun rencana kerja tahunan bidang pendidikan dengan memprioritaskan program wajib belajar, peningkatan angka partisipasi pendidikan untuk jenjang pendidikan menengah dan tinggi, penuntasan pemberantasan buta aksara, penjaminan mutu pada satuan pendidikan baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat dan penjaminan mutu pendidikan nasional.
Program Wajib Belajar mewajibkan setiap Warga Negara Indonesia untuk bersekolah selama 9 tahun pada jenjang pendidikan dasar yaitu dari tingkat kelas 1 sekolah dasar hingga kelas 9 sekolah menengah pertama (Depdiknas, 2011). Program Wajib Belajar yang bermula dari program Wajib Belajar 6 tahun diperpanjang menjadi program Wajib Belajar 9 tahun. Program itu mengharuskan setiap murid tetap bersekolah hingga lulus dari sekolah menengah pertama (atau kelas 9).
Mendikbud mengatakan akan memperluas akses semua anak bangsa dalam dunia pendidikan melalui program Wajib Belajar 9 tahun, BOS, dan bantuan untuk siswa kurang mampu serta program Wajib Belajar 12 tahun yang dimulai tahun 2013 (Nuh, 4 Desember 2012).). Program Wajib Belajar 12 tahun dicanangkan sebagai wujud komitmen kesinambungan dengan wajib belajar sembilan tahun yang telah dicanangkan pada era Presiden Soeharto (Nuh, 25 Juni 2013). Program Wajib Belajar 12 tahun itu juga disebut sebagai program Pendidikan Menengah Universal (PMU). Program itu mengharuskan setiap murid tetap bersekolah hingga lulus dari sekolah menengah umum (atau kelas 12).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1990 tentang pendidikan dasar disebutkan bahwa pendidikan dasar merupakan pendidikan sembilan tahun, terdiri atas program pendidikan enam tahun di sekolah dasar dan program pendidikan tiga tahun di sekolah lanjutan tingkat pertama. Target program itu adalah bahwa setiap anak usia 6 hingga 15 tahun semuanya sudah akan duduk di sekolah sampai sekolah menengah pertama.
Indonesia telah mengalami kemajuan yang sangat besar dalam memastikan anak-anak yang duduk di bangku sekolah dasar mendapatkan pendidikan. Pendidikan untuk anak-anak di sekolah dasar itu terbukti telah mampu memberantas buta aksara. Pemerintah meratifikasi Program UNESCO Education for All 2015 yang ditandatangani di Dakar tahun 2000 (Unesco, 2013). Hal tersebut membuat Indonesia berkewajiban mengurangi tingkat buta aksara 5% dan memberikan pendidikan dasar bagi semua anak-anak sebelum tahun 2015.
Anak usia sekolah dasar berada pada tahapan operasi konkret yaitu tahapan berpikir secara benar dan logis. Pada rentang usia tersebut anak mulai menunjukkan perilaku belajar sebagai berikut: (1) mulai memandang dunia secara objektif, bergeser dari satu aspek situasi ke aspek lain secara reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak; (2) mulai berpikir secara operasional; (3) mempergunakan cara berpikir operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda; (4) membentuk dan mempergunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana, dan mempergunakan hubungan sebab akibat; dan (5) memahami konsep substansi, volume zat cair, panjang, lebar, luas, dan berat.
Kecenderungan belajar anak usia sekolah dasar memiliki tiga ciri, yaitu (1) konkret, mengandung makna proses belajar beranjak dari hal-hal yang konkret yakni yang dapat dilihat, didengar, dibaui, diraba, dan diotak atik, dengan titik penekanan pada pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar. Pemanfaatan lingkungan akan menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih bermakna dan bernilai, sebab siswa dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya, keadaan yang alami, sehingga lebih nyata, lebih faktual, lebih bermakna, dan kebenarannya lebih dapat dipertanggungjawabkan; (2) integrasi, pada tahap usia sekolah dasar anak memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu keutuhan, mereka belum mampu memilah-milah konsep dari berbagai disiplin ilmu, hal ini menunjukkan cara berpikir anak yang deduktif yakni dari hal umum ke bagian demi bagian; dan (3) hierarkis, pada tahapan usia sekolah dasar, cara anak belajar berkembang secara bertahap mulai dari hal-hal yang sederhana ke hal-hal yang lebih kompleks. Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu diperhatikan mengenai urutan logis, keterkaitan antar materi, dan cakupan keluasan serta kedalaman materi .
Belajar secara integrasi yang dilakukan anak usia sekolah dasar adalah belajar mengenai satu tema atau pokok pikiran. Pembelajaran tersebut selama ini dikenal dengan pembelajaran tematik. Pembelajaran tematik telah dicanangkan dan dilaksanakan oleh pemerintah sejak diberlakukannya Kurikulum Berbasis Kompetensi pada tahun 2004.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 37 ayat 1 disebutkan bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat: pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, seni dan budaya, pendidikan jasmani dan olahraga, keterampilan/kejuruan, serta muatan lokal. Sejak diberlakukannya KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) maka pembelajaran yang berlangsung di kelas I dan II harus dilaksanakan secara tematik. Bahkan setelah diresmikannya KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) maka pembelajaran tematik harus sudah dilaksanakan mulai dari kelas I, II, dan III.
Pada tahun 2013 ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan merencanakan kurikulum baru dengan nama kurikulum 2013. Kurikulum SD/MI menggunakan pendekatan pembelajaran tematik integratif dari kelas I sampai kelas VI (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013: 137).
Pembelajaran tematik lebih menekankan pada penerapan konsep belajar sambil melakukan sesuatu (learning by doing). Oleh karena itu, pendidik perlu mengemas atau merancang pengalaman belajar yang akan mempengaruhi kebermaknaan belajar peserta didik. Kaitan konseptual antar mata pelajaran yang dipelajari akan membentuk skema, sehingga peserta didik akan memperoleh keutuhan dan kebulatan pengetahuan.
Pembelajaran tematik lebih menekankan pada keterlibatan peserta didik secara aktif dalam proses pembelajaran, sehingga peserta didik dapat memperoleh pengalaman langsung dan terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang dipelajarinya. Melalui pengalaman langsung, siswa akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari dan menghubungkannya dengan konsep lain yang telah dipahaminya.
Selain itu, penerapan pembelajaran tematik akan sangat membantu peserta didik karena sesuai dengan tahap perkembangannya yang masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan. Teori pembelajaran tematik yang dimotori tokoh psikologi yaitu Piaget menekankan bahwa pembelajaran haruslah bermakna dan berorientasi pada kebutuhan dan perkembangan anak.
Berdasarkan hasil prasurvei di beberapa sekolah dasar negeri di Kecamatan Kalasan yaitu SDN Karangnongko I, SDN Pakem, SDN Purwobinangun, dan SDN Sidorejo maka diperoleh informasi tentang pembelajaran tematik. Dari keempat sekolah dasar tersebut terdapat sekolah dasar yang sudah dan belum mengimplementasikan pembelajaran tematik. Keempat sekolah dasar tersebut dipilih secara acak dalam kegiatan prasurvei implementasi pembelajaran tematik.
Berdasarkan hasil prasurvei di UPTD (Unit Pelayanan Terpadu Daerah) Kecamatan Kalasan maka didapatkan sekolah dasar yang telah mengimplementasikan pembelajaran tematik di gugus III. Sekolah dasar tersebut telah mengimplementasikan pembelajaran tematik dan memiliki guru dengan prestasi bertaraf nasional. Pembelajaran tematik sudah dilaksanakan di SDN 1 Kalasan yang terdapat di gugus III Kecamatan Kalasan. Sekolah ini merupakan rujukan dari kepala UPTD Kecamatan Kalasan.
Selain itu, didapatkan hasil prasurvei yang dilakukan di gugus lainnya. Pembelajaran tematik masih setengah-setengah dilaksanakan di SDN Pakem yang terdapat di gugus II Kecamatan Kalasan karena sedikitnya pemahaman para guru. Silabus dan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) tematik sudah lengkap namun belum dikerjakan secara lengkap. Para guru belum menguasai proses penyatuan tema dalam penerapan pembelajaran tematik. Guru terbebani dengan adanya tugas tambahan seperti tugas menyusun administrasi, menyusun perencanaan manajemen keuangan, dsb sehingga guru menjadi kurang fokus dalam mengajar. Para guru merasa perlu adanya pelatihan pembelajaran tematik. Oleh karena itu mereka belajar tentang pembelajaran tematik secara mandiri. Belum adanya pelatihan, seminar, dan workshop bagi guru dari dinas pendidikan tentang implementasi pembelajaran tematik sangat disayangkan para guru.
Pembelajaran tematik belum dilaksanakan di SDN Sidorejo yang terdapat di gugus I Kecamatan Kalasan dan para guru merasa sangat kesulitan dalam menerapkannya. Penjadwalan pembelajaran masih disusun terpisah secara mata pelajaran dan bukan secara tema. Kesalahan perencanaan penjadwalan itu menyulitkan guru untuk merancang dan menyusun silabus dan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) tematik terutama dalam menentukan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Pada pelaksanaannya masih terpisah secara mata pelajaran. Pelaksanaan pembelajaran di kelas I, II, dan III belum dilaksanakan secara tematik. Cara penyampaian materi pembelajaran tematik yang disampaikan dan diimplementasikan ke siswa belum mengacu ke tema karena pergantian antar mata pelajaran ditandai dengan mengisyaratkan kode warna buku. Belum adanya pelatihan, seminar, dan workshop bagi guru dari dinas pendidikan tentang implementasi pembelajaran tematik sangat membingungkan para guru.
Pembelajaran tematik sudah dilaksanakan di SDN Purwobinangun yang terdapat di gugus IV Kecamatan Kalasan. Para guru terbiasa menerapkan pembelajaran tematik dari silabus dan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) tematik. Pembelajaran tematik dibahas di 5 mata pelajaran yaitu Matematika, PKn, Bahasa Indonesia, IPA, dan IPS. Para guru merasa kesulitan dalam menyusun jadwal mata pelajaran di kelas I, II, dan III secara tematik. Namun para guru menginginkan adanya sosialisasi dan publikasi dari dinas pendidikan terkait implementasi pembelajaran tematik yang belum diselenggarakan.
Pembelajaran tematik belum dilaksanakan di SDN Karangnongko I yang terdapat di gugus V Kecamatan Kalasan. Minimnya wawasan, pemahaman, dan pengetahuan para guru sangat mempengaruhi terhadap pelaksanaan pembelajaran tematik. Para guru merasa kesulitan dalam menyinkronkan mata pelajaran untuk ditematikkan. Pembelajaran tematik dibahas di 3 mata pelajaran yaitu Matematika, Bahasa Indonesia, dan IPA. Penggunaan 3 mata pelajaran itu dalam pembelajaran tematik dikarenakan kesulitan guru dalam menyinkronkan kekompleksan tema dan terbatasnya waktu jam mengajar 1 tema maksimal 2 minggu. Para guru merasa kesulitan dalam menyinkronkan mata pelajaran olahraga dengan matematika untuk pembelajaran tematik. Peran guru dalam membahas pembelajaran tematik dirasa kurang maksimal dan masih memerlukan referensi ahli terkait. Belum adanya pelatihan, seminar, dan workshop bagi guru dari dinas pendidikan tentang implementasi pembelajaran tematik tentunya menyulitkan para guru dari SDN Karangnongko I.
Berdasarkan hasil paparan prasurvei tersebut maka penelitian implementasi pembelajaran tematik direncanakan akan dilakukan di sekolah dasar negeri yang terdapat di gugus III Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta. Gugus III dipilih di dalam penelitian ini selain terdekat dengan kantor UPTD juga karena sekolah dasar negeri yang terdapat di dalam gugus III merupakan sekolah dasar negeri yang memiliki koordinasi pertemuan dan kerjasama antar guru kelas dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, terdapat permasalahan yang diidentifikasi sebagai berikut:
1. Pemahaman guru terhadap pembelajaran tematik masih kurang.
2. Penjadwalan tematik masih diterapkan seperti mata pelajaran.
3. Belum adanya pelatihan, seminar, dan workshop bagi guru dari dinas pendidikan untuk membahas tentang implementasi pembelajaran tematik.
C. Fokus Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada implementasi pembelajaran tematik yang dilakukan guru kelas I, II, dan III sekolah dasar negeri di Gugus III Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta.
D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan memaknai implementasi pembelajaran tematik yang dilakukan guru kelas I, II, dan III pada Sekolah Dasar Negeri di Gugus III Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini dapat dijelaskan secara teoritis dan praktis yaitu sebagai berikut:
1. Secara teoritis
Memberikan sumbangan pemikiran ilmiah untuk perkembangan pendidikan pada sekolah dasar negeri di Gugus III Kecamatan Kalasan dalam menerapkan pembelajaran tematik.
2. Secara praktis
a. Bagi guru
Sebagai dorongan untuk mendesain pembelajaran tematik yang kreatif dan inovatif sehingga mampu meningkatkan hasil belajar peserta didik walaupun dalam kondisi yang tidak memadai untuk melakukan proses belajar mengajar.
b. Bagi sekolah
Sebagai penambah wawasan dan informasi dalam pengembangan pembelajaran tematik di sekolah dasar sekaligus untuk perbaikan mutu pendidikan dasar.
Thursday, November 21, 2013
Jika landasan pernikahan adalah
karena SEX, maka pasangan rajin
bertengkar jika pelayanan dikamar
tidur tidak memuaskan
Jika landasan pernikahan adalah
karena HARTA, maka pasangan bakal
bubar jika bangkrut
Jika landasan pernikahan adalah
karena TUBUH, pasangan bakal lari
jika rambut beruban dan muka
keriput atau badan jadi gendut
Jika landasan pernikahan adalah
karena ANAK, maka pasangan akan
cari alasan untuk pergi jika buah hati
(anak) tidak hadir
Jika landasan pernikahan adalah
karena KEPRIBADIAN, pasangan akan
lari jika orang berubah tingkah
lakunya
Jika landasan pernikahan adalah
karena CINTA, hati manusia itu tidak
tetap dan mudah terpikat pada hal-
hal yang lebih baik, lagi pula
manusia yang
dicintai pasti MATI
Jika landasan pernikahan adalah
karena IBADAH kepada ALLAH,
sesungguhnya ALLAH itu KEKAL dan
MAHA PEMBERI HIDUP kepada
makhluknya
ALLAH mencintai hambanya melebihi
seorang ibu mencintai bayinya
Maka tak ada alasan apapun didunia
yang dapat meretakkan rumah tangga
kecuali jika pasangan mendurhakai
ALLAH
Thursday, October 31, 2013
persyaratan dosen
Surat Lamaran bermeterai ditujukan kepada Rektor, dilampiri dengan
- Daftar Riwayat Hidup (CV)
- Pas Foto terbaru ukuran 4x6 sebanyak satu lembar ditempel pada sudut kiri bawah surat lamaran
- fotokopi sah Transkrip dan Ijazah S1, S2, S3
- fotokopi KTP yang masih berlaku
- fotokopi sah Akta Kelahiran
- fotokopi sah Akta Perkawinan bagi yang sudah menikah
- Tiga rekomendasi tertutup (ditutup dengan stempel dan paraf) dari tiga orang narasumber yang memiliki reputasi baik dan tidak memiliki hubungan keluarga dengan pelamar
- Statement of Purpose atau Motivation Letter
- Surat Keterangan Catatan Kepolisian
- Surat Pernyataan tidak pernah diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil, atau diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Pegawai Swasta, bermeterai.
Monday, October 28, 2013
SERDOS
Persyaratan Peserta
- memiliki kualifikasi akademik sekurang-kurangnya S2/setara dari Program Studi Pasca Sarjana yang terakreditasi;
- dosen tetap di perguruan tinggi negeri atau dosen DPK di perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat atau dosen tetap yayasan di perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat yang telah mendapatkan inpassing dari pejabat berwenang yang diberi kuasa oleh Mendiknas (pasal 4 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2008);
- telah memiliki masa kerja sekurang-kurangnya dua tahun di perguruan tinggi di mana ia bekerja sebagai dosen tetap;
- memiliki jabatan akademik sekurang-kurangnya Asisten Ahli;
- melaksanakan Tridharma perguruan tinggi dengan beban kerja paling sedikit sepadan dengan 12 (dua belas) sks pada setiap semester di perguruan tinggi di mana ia bekerja sebagai dosen tetap. Tugas tambahan dosen sebagai unsur pimpinan di lingkungan perguruan tinggi diperhitungkan sks-nya sesuai aturan yang berlaku;
- dosen yang belum memiliki kualifikasi akademik magister (S2)/setara dapat mengikuti sertifikasi apabila (a) mencapai usia 60 tahun dan mempunyai pengalaman kerja 30 tahun sebagai dosen, atau mempunyai jabatan akademik lektor kepala dengan golongan IV/c, dan (b) memiliki kriteria sesuai butir 2 sd 5 di atas;
Monday, October 21, 2013
Syarat Pengesahan Permohonan BPPS
- Surat permohonan persetujuan mendapatkan pengesahan formulir BPPS dari pimpinan Perguruan Tinggi kepada Koordinator Kopertis Wilayah V;
- Rencana pengembangan ilmu dan program studi di Perguruan Tinggi serta rencana penempatan kembali dosen ybs setelah selesai studi;
- Pernyataan bekerja kembali ke instansi semula dari ybs;
- Fotokopi Surat Keputusan dosen tetap yayasan/dpk;
- Fotokopi Surat Keputusan jabatan fungsional dari Kopertis (minimum berjabatan Asisten Ahli);
- Fotokopi Surat izin studi dari pimpinan Perguruan Tinggi a.l. menerangkan bahwa ybs dibebastugaskan dari kegiatan akademik dan administrasi selama mengikuti studi lanjut.
Saturday, July 27, 2013
Friday, July 26, 2013
Pelanggaran lalu lintas: slip biru vs slip merah
SLIP MERAH, berarti kita menyangkal kalau melanggar aturan Dan mau membela diri secara hukum (ikut sidang) di pengadilan
setempat.. Itupun di pengadilan nanti masih banyak calo, antrian panjang, Dan oknum pengadilan yang melakukan pungutan liar
berupa pembengkakan nilai tilai tilang. Kalau kita tidak mengikuti sidang, dokumen tilang dititipkan di kejaksaan setempat,
disinipun banyak calo dan oknum kejaksaan yang melakukan pungutan liar berupa pembengkakan nilai tilang.
SLIP BIRU, berarti kita mengakui kesalahan kita dan bersedia membayar denda. Kita tinggal transfer dana via ATM ke nomer
rekening tertentu (kalo gak salah norek Bank BUMN). Sesudah itu kita tinggal bawa bukti transfer untuk di tukar dengan
SIM/STNK kita di kapolsek terdekat dimana kita ditilang. You know what!? Denda yang tercantum dalam KUHP Pengguna Jalan Raya
setempat.. Itupun di pengadilan nanti masih banyak calo, antrian panjang, Dan oknum pengadilan yang melakukan pungutan liar
berupa pembengkakan nilai tilai tilang. Kalau kita tidak mengikuti sidang, dokumen tilang dititipkan di kejaksaan setempat,
disinipun banyak calo dan oknum kejaksaan yang melakukan pungutan liar berupa pembengkakan nilai tilang.
SLIP BIRU, berarti kita mengakui kesalahan kita dan bersedia membayar denda. Kita tinggal transfer dana via ATM ke nomer
rekening tertentu (kalo gak salah norek Bank BUMN). Sesudah itu kita tinggal bawa bukti transfer untuk di tukar dengan
SIM/STNK kita di kapolsek terdekat dimana kita ditilang. You know what!? Denda yang tercantum dalam KUHP Pengguna Jalan Raya
Tuesday, July 23, 2013
implementasi kurikulum 2013
Kalau pelatihan tidak bisa mengubah pola pikir dan cara pandang para guru, katup pengaman terakhir terletak pada pendampingan di kelas ketika para guru mengajarkan kurikulum baru nanti. Pendampingan akan efektif untuk membelajarkan para guru dalam melaksanakan Kurikulum 2013. Para pendamping nanti akan jadi model bagi guru pelaksana Kurikulum 2013 di kelas. Karena itu, tim pendamping Kurikulum 2013 yang terdiri atas kepala sekolah inti, pengawas inti, dan guru inti akan menjadi katup pengaman strategis bagi sukses implementasi Kurikulum 2013. Apa lagi pemegang kunci sukses Kurikulum 2013? Jawabnya adalah pengadaan buku. Buku ajar, buku pedoman, dan juga buku mengenai dokumen kurikulum. Itu semua sangat penting bagi guru yang akan melaksanakan kurikulum. Jika buku-buku itu datang tidak tepat waktu, dijamin para guru akan panik dan tidak percaya diri dalam mengimplementasikan Kurikulum 2013. Karena itu, jangan sampai distribusi buku mengalami keterlambatan seperti distribusi soal UN yang baru lalu. (Sumber: Kompas 8 Juli 2013)
kata pak suyanto 1
siapa saja pemegang kunci sukses terpenting dalam pelaksanaan Kurikulum 2013? Jawabnya: guru. Jadi, guru merupakan unsur terpenting dari pemangku kepentingan pendidikan dalam konteks implementasi Kurikulum 2013. Karena itu, guru harus ditatar dan memang akan ditatar selama enam hari kerja sebelum melaksanakan Kurikulum 2013. Siapa saja yang menentukan sukses dalam pelatihan guru? Kunci sukses pelatihan guru itu akan terletak pada 60 narasumber nasional yang akan memberikan penyegaran kepada 372 instruktur nasional. Kemudian, secara hierarkis 372 instruktur nasional itu akan memberikan pelatihan kepada 3.036 guru inti. Di tangan guru inti inilah, keberhasilan mengubah cara berpikir para pelaksana Kurikulum 2013 akan bergantung. Pada lapis paling akhir, guru inti tersebut akan melatih 6.325 kepala sekolah dan pengawas yang sekolah mereka terpilih jadi target pelaksanaan Kurikulum 2013 beserta 55.762 gurunya sekaligus.
Dari tugas pelatihan itu, yang penting adalah harus mampu mengubah cara pandang guru untuk bisa berpikir dengan cara, metode, dan evaluasi yang baru sesuai tuntutan Kurikulum 2013. Tugas paling berat ialah melatih para guru SD, yang pada kurikulum baru ini mengalami perubahan pendekatan pembelajaran secara signifikan: dari pendekatan bidang studi beralih ke pendekatan tematik integratif. Dalam proses belajar, orang selalu dilibatkan dalam tiga kegiatan utama: to learn (belajar); to relearn (belajar kembali); dan to unlearn (melupakan). Dari tiga kegiatan itu, yang paling sulit dilakukan adalah to unlearn. Guru SD bertahun-tahun memiliki pengalaman dan pengetahuan lama mengenai kurikulum dengan pendekatan bidang studi. Tantangan bagi guru inti ketika melatih mereka adalah mampu tidak mengubah cara pandang guru SD dari pembelajaran bidang studi menjadi pembelajaran tematik integratif. Pertanyaan itu adalah persoalan how to unlearn dalam teori pelatihan dan pembelajaran modern. Hal itu jauh lebih sulit dilakukan daripada how to learn dan how to relearn.
Thursday, February 14, 2013
7 SIFAT ALAMI WANITA
1. Wanita suka didengarkan.
Jadi kalau dia sedang marah, dengarkan saja. Kalau diladeni, tujuh hari tujuh malam dia tahan bertengkar!
2. Wanita suka kelembutan.
Jangan pernah sekali-kali kasar pada wanita, karena wanita bisa menjadi lebih kasar.
3. Wanita suka diberi kejutan-kejutan kecil.
Tidak harus memberi emas berlian pada sang isteri, cukup kecupan mesra di kening tapi penuh cinta nan lembut.
4. Sentuhlah wanita dengan kasih yang sesungguhnya. Kasih ini akan membuat wanita memberikan cinta yang lebih.
5. Berikan perhatian setiap saat.
Ketika tidur pun sebenarnya wanita ingin diperhatikan. Ketersipuannya menandakan rasa senangnya diperhatikan.
6. Kirim selalu kata-kata mesra yang menggoda.
Walau kata-kata cinta terasa biasa, tidak bagi wanita. Kata-kata “Aku kangen kamu sayang”, atau “Sehari tanpa mendengar suaramu, aku bisa gila”, atau “Hanya kamu yang membuatku tergila-gila”, sudah cukup membuat hati wanita melambung ke langit tujuh. Menggetarkan relung-relung hati dan jiwanya. (Ayo ngaku)
7. Wanita memang unik dan special.
Sayangi dia, dan Anda akan mendapatkan ribuan kali lipat cinta tulusnya.
Wednesday, January 16, 2013
Daftar Harga Ban Motor
FDR
FDR Flemmo (tube type)
70/90-14 ——- Rp 76.000
80/90-14 ——- Rp 92.000
90/90-14 ——- Rp 118.000
70/90-17 ——- Rp 82.000
80/90-17 ——- Rp 110.000
80/90-14 ——- Rp 92.000
90/90-14 ——- Rp 118.000
70/90-17 ——- Rp 82.000
80/90-17 ——- Rp 110.000
FDR Evo (tubeless)
80/80-14 ——- Rp 119.000
90/80-14 ——- Rp 139.000
120/70-14 —— Rp 223.000
90/80-14 ——- Rp 139.000
120/70-14 —— Rp 223.000
FDR Race (tubeless, soft compound)
90/80-17 XT —- Rp 280.000
90/80-17 XR —- Rp 280.000
90/80-17 MP27 — Rp 280.000
90/80-17 MP57 — Rp 280.000
90/80-17 MP76 — Rp 280.000
90/80-17 XR —- Rp 280.000
90/80-17 MP27 — Rp 280.000
90/80-17 MP57 — Rp 280.000
90/80-17 MP76 — Rp 280.000
FDR XT (tubeless, daily use)
90/80-18 ——- Rp 244.000
110/80-18 —— Rp 348.000
110/80-18 —— Rp 348.000
FDR City Power (tube type)
2.75-18 ——– Rp 118.000
3.00-18 ——– Rp 141.000
100/90-18 —— Rp 184.000
3.00-18 ——– Rp 141.000
100/90-18 —— Rp 184.000
FDR Genzi (tube type)
70/80-17 ——- Rp 96.000
80/80-17 ——- Rp 125.000
90/80-17 ——- Rp 162.000
80/80-17 ——- Rp 125.000
90/80-17 ——- Rp 162.000
Dunlop
70/90-16 D110 — Rp 78.000
80/90-16 ——- Rp 99.000
80/90-16 ——- Rp 99.000
2.25-17 TT900 — Rp 62.000
2.50-17 ——– Rp 77.000
2.75-17 ——– Rp 103.000
90/90-17 ——- Rp 136.000
120/80-17 —— Rp 171.000
2.75-18 ——– Rp 98.000
3.00-18 ——– Rp 124.700
100/90-18 —— Rp 166.000
110/80-18 —— Rp 167.000
2.50-17 ——– Rp 77.000
2.75-17 ——– Rp 103.000
90/90-17 ——- Rp 136.000
120/80-17 —— Rp 171.000
2.75-18 ——– Rp 98.000
3.00-18 ——– Rp 124.700
100/90-18 —— Rp 166.000
110/80-18 —— Rp 167.000
70/90-17 D102 — Rp 81.000
80/90-17 ——- Rp 109.000
90/90-17 ——- Rp 143.000
80/90-17 ——- Rp 109.000
90/90-17 ——- Rp 143.000
Swallow
3.50-8 ———- Rp 69.000
3.50-10 ——— Rp 87.000
90/90-10 ——– Rp 110.000
100/80-10 ——- Rp 120.000
100/90-10 ——- Rp 120.000
120/70-10 ——- Rp 137.000
90/90-10 ——– Rp 110.000
100/80-10 ——- Rp 120.000
100/90-10 ——- Rp 120.000
120/70-10 ——- Rp 137.000
90/90-12 ——– Rp 146.000
120/70-12 ——- Rp 182.000
130/70-12 ——- Rp 207.000
120/70-12 ——- Rp 182.000
130/70-12 ——- Rp 207.000
130/60-13 ——- Rp 207.000
90/90-14 ——– Rp 142.000
100/70-14 ——- Rp 175.000
110/80-14 ——- Rp 196.000
120/70-14 ——- Rp 217.000
140/70-14 ——- Rp 251.000
100/70-14 ——- Rp 175.000
110/80-14 ——- Rp 196.000
120/70-14 ——- Rp 217.000
140/70-14 ——- Rp 251.000
80/80-16 ——– Rp 144.000
90/90-16 ——– Rp 190.000
110/80-16 ——- Rp 253.000
130/80-16 ——- Rp 330.000
90/90-16 ——– Rp 190.000
110/80-16 ——- Rp 253.000
130/80-16 ——- Rp 330.000
90/80-17 ——– Rp 190.000
100/70-17 ——- Rp 227.000
110/70-17 ——- Rp 253.000
120/70-17 ——- Rp 284.000
130/70-17 ——- Rp 330.000
120/80-18 ——- Rp 330.000
130/70-18 ——- Rp 377.000
100/70-17 ——- Rp 227.000
110/70-17 ——- Rp 253.000
120/70-17 ——- Rp 284.000
130/70-17 ——- Rp 330.000
120/80-18 ——- Rp 330.000
130/70-18 ——- Rp 377.000
X-Cross
80/100-14 ——- Rp 241.000
90/100-14 ——- Rp 266.000
90/100-16 ——- Rp 300.000
2.50-17 ——— Rp 125.000
2.75-17 ——— Rp 151.000
3.00-17 ——— Rp 174.000
3.50-17 ——— Rp 227.000
2.50-18 ——— Rp 133.000
2.75-18 ——— Rp 150.000
3.00-18 ——— Rp 188.000
3.50-18 ——— Rp 228.000
70/100-19 ——- Rp 275.000
90/100-14 ——- Rp 266.000
90/100-16 ——- Rp 300.000
2.50-17 ——— Rp 125.000
2.75-17 ——— Rp 151.000
3.00-17 ——— Rp 174.000
3.50-17 ——— Rp 227.000
2.50-18 ——— Rp 133.000
2.75-18 ——— Rp 150.000
3.00-18 ——— Rp 188.000
3.50-18 ——— Rp 228.000
70/100-19 ——- Rp 275.000
Terra Cross
80/100-12 ——- Rp 263.000
90/100-16 ——- Rp 239.000
90/90-17 ——– Rp 312.000
100/100-18 —— Rp 385.000
110/100-18 —— Rp 413.000
70/100-19 ——- Rp 275.000
80/100-21 ——- Rp 307.000
90/100-16 ——- Rp 239.000
90/90-17 ——– Rp 312.000
100/100-18 —— Rp 385.000
110/100-18 —— Rp 413.000
70/100-19 ——- Rp 275.000
80/100-21 ——- Rp 307.000
Mizzle
M 39
70/90-17 ——- Rp 91.000
80/90-17 ——- Rp 117.000
80/90-17 ——- Rp 117.000
WINDAZ
2.50-17 ——– Rp 96.000
2.75-17 ——– Rp 126.000
3.00-17 ——– Rp 150.000
2.75-17 ——– Rp 126.000
3.00-17 ——– Rp 150.000
Power Grip
2.25-17 ——– Rp 78.000
2.50-17 ——– Rp 92.000
2.75-17 ——– Rp 122.000
3.00-17 ——– Rp 145.000
2.75-18 ——– Rp 127.000
3.00-18 ——– Rp 151.000
3.50-18 ——– Rp 204.000
2.50-17 ——– Rp 92.000
2.75-17 ——– Rp 122.000
3.00-17 ——– Rp 145.000
2.75-18 ——– Rp 127.000
3.00-18 ——– Rp 151.000
3.50-18 ——– Rp 204.000
VTX
60/80-17 ——- Rp 91.000
70/80-17 ——- Rp 96.000
80/80-17 ——- Rp 125.000
90/80-17 ——- Rp 159.000
100/80-17 —— Rp 173.000
90/80-18 ——- Rp 168.000
100/80-18 —— Rp 191.000
70/80-17 ——- Rp 96.000
80/80-17 ——- Rp 125.000
90/80-17 ——- Rp 159.000
100/80-17 —— Rp 173.000
90/80-18 ——- Rp 168.000
100/80-18 —— Rp 191.000
DRACO / VETRA / M89
90/80-17 ——- Rp 159.000
M600
110/90-18 —— Rp 289.000
M700
80/80-17 ——- Rp 165.000
90/80-17 ——- Rp 221.000
100/80-17 —— Rp 240.000
90/80-18 ——- Rp 255.000
100/80-18 —— Rp 290.000
120/80-18 —— Rp 437.000
90/80-17 ——- Rp 221.000
100/80-17 —— Rp 240.000
90/80-18 ——- Rp 255.000
100/80-18 —— Rp 290.000
120/80-18 —— Rp 437.000
M800
130/80-17 —— Rp 414.000
Bridgestone Battlax
BT39
* 80/90-17 F — Rp 610.000
* 90/80-17 F — Rp 640.000
* 90/80-17 F — Rp 640.000
BT45
* 110/70-17 F — Rp 600.000
* 120/70-17 F — Rp 695.000
* 120/80-17 R — Rp 810.000
* 120/80-18 R — Rp 845.000
* 130/70-17 R — Rp 880.000
* 140/70-17 R — Rp 935.000
* 150/70-17 R — Rp 985.000
* 120/70-17 F — Rp 695.000
* 120/80-17 R — Rp 810.000
* 120/80-18 R — Rp 845.000
* 130/70-17 R — Rp 880.000
* 140/70-17 R — Rp 935.000
* 150/70-17 R — Rp 985.000
BT92
* 120/70-17 F — Rp 805.000
* 150/60-17 R — Rp 1.040.000
* 160/60-17 R — Rp 1.092.000
* 150/60-17 R — Rp 1.040.000
* 160/60-17 R — Rp 1.092.000
Federal
80/90-14 (Vario)———- Rp 98.000
90/90-14 —————– Rp 125.000
2.50-17 KPH (Supra)——- Rp 88.000
2.75-17 KPH ————– Rp 119.000
70/90-17 KTM (Kharisma) — Rp 88.000
80/90-17 KTM ————- Rp 119.000
70/90-17 CS1 (CS1) ——- Rp 96.000
80/90-17 CS1 ————- Rp 128.000
90/90-14 —————– Rp 125.000
2.50-17 KPH (Supra)——- Rp 88.000
2.75-17 KPH ————– Rp 119.000
70/90-17 KTM (Kharisma) — Rp 88.000
80/90-17 KTM ————- Rp 119.000
70/90-17 CS1 (CS1) ——- Rp 96.000
80/90-17 CS1 ————- Rp 128.000
IRC
3.50-8 —————- Rp 83.000
3.50-10 ————— Rp 97.000
100/90-10 ———— Rp 150.000
70/90-14 ————- Rp 83.000
80/90-14 ————–Rp 100.000
70/90-16 ————– Rp 91.000
80/90-16 ————– Rp 116.000
2.25-17 ————— Rp 82.000
2.50-17 (70/90-17) —- Rp 96.000
2.75-17 (80/90-17) —- Rp 128.000
3.00-17 ————— Rp 154.000
90/90-17 ————– Rp 174.000
2.50-18 ————— Rp 107.000
2.75-18 ————— Rp 131.000
3.00-18 ————— Rp 159.000
100/90-18 ————- Rp 203.000
3.50-18 GS45 ———- Rp 237.000
4.00-18 GS45 ———- Rp 284.000
2.75-21 TR ———— Rp 154.000
3.50-10 ————— Rp 97.000
100/90-10 ———— Rp 150.000
70/90-14 ————- Rp 83.000
80/90-14 ————–Rp 100.000
70/90-16 ————– Rp 91.000
80/90-16 ————– Rp 116.000
2.25-17 ————— Rp 82.000
2.50-17 (70/90-17) —- Rp 96.000
2.75-17 (80/90-17) —- Rp 128.000
3.00-17 ————— Rp 154.000
90/90-17 ————– Rp 174.000
2.50-18 ————— Rp 107.000
2.75-18 ————— Rp 131.000
3.00-18 ————— Rp 159.000
100/90-18 ————- Rp 203.000
3.50-18 GS45 ———- Rp 237.000
4.00-18 GS45 ———- Rp 284.000
2.75-21 TR ———— Rp 154.000
Tubeless
70/90-14 NR80 ——- Rp 122.000
80/90-14 NR80 ——- Rp 150.000
70/90-17 NR80 ——- Rp 146.000
80/90-17 NR80 ——- Rp 182.000
90/80-17 NR80 ——- Rp 219.000
90/80-17 Razzo ——- Rp 315.000
70/90-14 NR80 ——- Rp 122.000
80/90-14 NR80 ——- Rp 150.000
70/90-17 NR80 ——- Rp 146.000
80/90-17 NR80 ——- Rp 182.000
90/80-17 NR80 ——- Rp 219.000
90/80-17 Razzo ——- Rp 315.000
Tuesday, January 8, 2013
PROPOSAL TESIS IMPLEMENTASI MODEL ASSURE
PROPOSAL TESIS
IMPLEMENTASI MODEL ASSURE (ANALYZE LEARNER,
STATE OBJECTIVES, SELECT
METHODS AND MEDIA, UTILIZE MATERIALS, REQUIRES LEARNER PARTICIPATION,
ALSO EVALUATE AND REVISE)
PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI KELAS V
SDIT UKHUWAH ISLAMIYAH YOGYAKARTA
BAYU
PURBHA SAKTI
NIM. 11712251012
Proposal tesis ini ditulis
untuk memenuhi tugas
mata kuliah Seminar
Proposal Tesis Program Studi Pendidikan Dasar
Dosen pengampu: 1. Dr. Muhammad Nur Wangid
2. Dr. Muhammad Farozin
PROGRAM
PASCASARJANA
UNIVERSITAS
NEGERI YOGYAKARTA
DESEMBER
2012
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR
ISI……………………………………………………..….. i
DAFTAR
LAMPIRAN……………………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah………………………………….. 1
B. Identifikasi
Masalah……………………………………..... 7
C. Pembatasan
Masalah…………………………………...…. 8
D. Rumusan
Masalah……………………………………….... 8
E. Tujuan
Penelitian…………………………………………. 9
F. Manfaat
Penelitian………………………………………... 9
BAB II LANDASAN
TEORI
A. Kajian
Teori
1. Pembelajaran
Bahasa Indonesia
a. Pembelajaran
Mendengarkan………………………. 12
b. Pembelajaran
Berbicara……………………………. 13
c. Pembelajaran
Membaca……………………………. 14
d. Pembelajaran
Menulis……………………………… 15
2. Desain
Pembelajaran Model ASSURE
a. Analyze Learner………………………………………… 18
b. State Objectives…………………………………………. 19
c. Select Methods…………………………….……………. 20
d. Select Media…………………………………………….. 25
e. Utilize Materials………………………………………… 27
f. Requires Learner
Participation………………………. 30
g. Evaluate and Revise……………………………………. 31
B. Kajian
Penelitian yang Relevan………………………..… 33
C. Kerangka
Pikir……………………………………………. 35
D. Pertanyaan
Penelitian……………………………………. 37
BAB III METODE
PENELITIAN
A. Jenis
Penelitian…………………………………………… 38
B. Tempat
dan Waktu Penelitian……………………………. 38
C. Subjek
dan Objek Penelitian………………………….….. 39
D. Teknik
dan Instrumen Pengumpulan Data…………….…. 39
E. Keabsahan
Data……………………………………….….. 42
F. Teknik
Analisis Data………………………………….….. 44
DAFTAR
PUSTAKA…………………………………………….…. 46
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Kisi-kisi wawancara……………………………………
49
Lampiran 2. Indikator wawancara……………………..…………….
52
Lampiran 3. Pedoman observasi……………………………….……
62
BAB I
PENDAHULUAN
G.
Latar
Belakang Masalah
Pendidikan
dasar adalah modal pendidikan terpenting bagi setiap Warga Negara Indonesia.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara. Pendidikan di sekolah dasar merupakan
proses pembelajaran bersifat dasar yang mencakup berbagai ketrampilan sebelum
berlanjut ke pendidikan di sekolah menengah.
Sekolah
yang baik adalah sekolah yang selalu berusaha meninjau program sekolahnya dalam
rangka memajukan pendidikan dan pengajaran di sekolah tersebut (Soekarto
Indrafacrudi, 2006: 139). Sekolah swasta pun juga dituntut untuk memajukan
pendidikan supaya tidak kalah dengan sekolah negeri. Sebenarnya banyak sekolah
swasta yang memiliki kemajuan pendidikan. Salah satu hasil kemajuan pengajaran
dilaksanakan di sekolah islam terpadu sebagai sekolah swasta yang baik adalah
keberhasilan Sekolah
Dasar Islam Terpadu (SDIT) Iqra 1
Kota Bengkulu dalam
meraih 2 medali emas, 1 medali perak, dan 3 medali perunggu dalam kompetisi
International Islamic School Robot Olympiad (IISRO), yang berlangsung di Kuala
Lumpur, Malaysia, pada 24 s/d 29 Mei 2012 (www.sditiqra.org/sdit/news).
Hidayat Nur Wahid menilai keberadaan Jaringan Sekolah Islam
Terpadu (JSIT) telah banyak melakukan pendidikan karakter baik kepada peserta
didik maupun pengajarnya (www.republika.co.id/berita/menuju-jakarta-1/news/12/05/19). JSIT, melalui sekolah islam terpadunya, terbukti tidak
pernah terjebak dalam transaksi-transaksi pendidikan seperti pembocoran soal
Ujian Nasional dan yang lainnya.
Model
pembangunan karakter dirangkum dalam “Model Lima E” yaitu example atau teladan, experience atau
pengalaman, education atau
pendidikan, environment atau
lingkungan, dan evaluation yang
merupakan bentuk memberikan keputusan terhadap suatu keadaan berdasarkan
pertimbangan tertentu (www.uny.ac.id/berita/UNY/implementasi-pendidikan-karakter-dalam-dunia-pendidikan).
Karakter atau watak pada hakekatnya merupakan ciri khas kepribadian yang
berkaitan dengan timbangan moralitas normatif yang berlaku. Kualitas
kepribadian seseorang bersifat relatif tetap dan akan tercermin dalam
penampilan kepribadiannya ditinjau dari sudut timbangan nilai moral normatif.
Salah satu
contoh Sekolah Islam Terpadu adalah sekolah yang berbasis pendidikan Tahfizhul Quran (Aischa Revaldi, 2010:
83).
Sekolah seperti SD Islam Terpadu merupakan salah satu contoh dari
implementasi dari full day school. Kelebihan lainnya adalah pelajaran fasih
membaca Al-Quran (Tahsin) yang lebih
diutamakan. Dalam kurikulum, mata pelajarannya pun bermuatan spiritual. Salah
satu contoh SD Islam Terpadu adalah Sekolah Dasar Islam terpadu Auliya yang mengadakan pengajaran membaca Al-Qur'an dengan metode A Ba Ta Tsa, menghafal Juz
30, surat pendek, hadits, dan doa pilihan (www.auliya.sch.id).
Abdul Rohim, et al (2009: 36) menyatakan bahwa pembelajaran
kebahasaan di sekolah dasar diintegrasikan pada pembelajaran keterampilan
berbahasa, seperti menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Dalam pengajaran
Bahasa Indonesia di sekolah dasar yang bertumpu pada kemampuan baca tulis maka
pembelajarannya tidak hanya pada tahap keberwacanaan yang biasanya dilakukan di
kelas rendah sampai kelas tinggi. Pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah
dasar seharusnya sudah sampai pada tahap mahir wacana yang mulai dilaksanakan
pada pembelajaran di kelas tinggi. Hal ini dikarenakan rendahnya kemampuan
lulusan sekolah dasar dalam penguasaan kemampuan baca tulis.
Menurut Didin Widyartono (www.endonesa.wordpress.com),
belajar bahasa pada hakikatnya adalah belajar komunikasi. Oleh karena itu,
pembelajaran bahasa diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pembelajar dalam berkomunikasi, baik lisan
maupun tulis. Pembelajaran yang menarik
dan menarik perhatian tentunya akan menumbuhkan minat siswa untuk
menyenanginya. Peneliti pun termotivasi untuk mengamati pembelajaran Bahasa
Indonesia di SDIT Ukhuwah Islamiyah.
Dewi
Salma Prawiladilaga (2007: 26) berpendapat bahwa penyusunan desain
pembelajaran, terlepas dari model yang dipilih merupakan tugas suatu tim. Tim
itu terdiri dari desainer, pengajar, ahli materi, dan penilai. Seorang guru
yang kreatif tentunya memiliki beberapa desain pembelajaran yang berbeda dalam
melaksanakan kegiatan belajar mengajar.
Benny Agus
Pribadi (2009: 59) berpendapat bahwa hasil dari proses desain sistem
pembelajaran berupa cetak biru yang berisi rancangan sistematik dan menyeluruh
dari sebuah aktivitas atau proses pembelajaran. Desain pembelajaran model
ASSURE adalah sebuah desain pembelajaran yang sederhana dan praktis untuk
digunakan dalam proses pembelajaran. Langkah-langkah dalam model ini adalah
menganalisis karakteristik siswa, menetapkan tujuan pembelajaran, menyeleksi media,
dan metode, menggunakan bahan ajar,
melibatkan siswa dalam kegiatan belajar, serta melakukan evaluasi dan revisi
pembelajaran.
Penelitian ini dilaksanakan di SDIT
Ukhuwah Islamiyah karena SDIT tersebut merupakan SDIT yang pertama kali
didirikan di kecamatan kalasan. Popon Syuarah (2008: 1) mengemukakan bahwa SD
Islam Terpadu Ukhuwah Islamiyah didirikan pada tahun 2003 setelah setahun
sebelumnya didirikan TKIT Ukhuwah Islamiyah. SDIT Ukhuwah Islamiyah menggunakan
integral curriculum. Kurikulum ini adalah
kurikulum keterpaduan antara Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dengan
kurikulum Sekolah Islam Terpadu (SIT). Selain itu, juga ada buku evaluasi
harian yang digunakan para guru untuk berkomunikasi dengan para orang tua. SDIT
Ukhuwah Islamiyah menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar dari pagi hari
sampai dengan sore hari. Hal ini dikarenakan lingkungan yang ada di SDIT itu
merupakan sarana untuk membentuk akhlak islami bagi para siswanya. Pembelajaran
yang dilakukan oleh para guru SDIT Ukhuwah Islamiyah tentu saja memiliki
berbagai tujuan, metode, media, sasaran, dan evaluasi yang berbeda. Perihal ini
dikarenakan adanya 16 mata pelajaran yang diselenggarakan di SDIT Ukhuwah
Islamiyah. Berdasarkan wawancara dan observasi awal yang dilakukan peneliti,
pada awal berdirinya SDIT Ukhuwah Islamiyah ini masih diampu beberapa guru yang
tidak sesuai latar belakangnya dengan bidang studinya.
Darmiyati
Zuchdi dan Budiasih (2001: 34) berpendapat bahwa metode pembelajaran bahasa
adalah rencana pembelajaran bahasa yang mencakup pemilihan, penentuan, dan
penyusunan secara sistematis bahan yang akan diajarkan. Berdasarkan hasil
observasi awal, aplikasi dari metode pembelajaran Bahasa Indonesia di SDIT
Ukhuwah Islamiyah menggunakan beberapa metode termasuk metode ceramah dan tanya
jawab tetapi belum diketahui secara pasti mengenai variasi metode lainnya yang
telah digunakan.
Informasi yang diperoleh siswa melalui
media di sekolah dasar sangat menunjang dalam
pengetahuan bahasa. Peneliti termotivasi untuk mengamati media-media
yang terdapat di SDIT Ukhuwah Islamiyah. Sumiati dan Asra (2009: 161)
berpendapat bahwa konsep tentang kemanfaatan alat bantu pandang dengar
didasarkan atas konsep tentang peroleh pengalaman seseorang melalui media
pembelajaran (perantara) yang digunakan. Salah satu media yang tersedia di SDIT
Ukhuwah Islamiyah adalah media komputer. Namun media yang digunakan dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa
Inggris, Bahasa Arab, dan Bahasa Jawa
terbatas pada papan tulis. Para guru juga belum optimal dalam menggunakan media pembelajaran berupa media
komputer pada empat mata pelajaran bahasa yaitu Bahasa Indonesia, Bahasa
Inggris, Bahasa Arab, dan Bahasa Jawa. Mayoritas dari mereka masih melaksanakan
pembelajaran di ruang kelas.
Ahmad Rofiuddin dan Darmiyati Zuhdi
(2001: 150) berpendapat bahwa kegiatan evaluasi pengajaran bahasa dapat dipilah
menjadi dua macam yaitu penilaian proses belajar dan penilaian hasil belajar.
Berdasarkan hasil observasi awal maka peneliti belum mengetahui cara guru
mengevaluasi pembelajaran mata pelajaran Bahasa Indonesia di SDIT Ukhuwah
Islamiyah. Hal itu disebabkan guru tersebut sibuk dalam menjalani kegiatan
pembelajaran di sekolah tersebut.
Fenomena terbaru yang dihasilkan dari
proses pembelajaran di SDIT Ukhuwah Islamiyah adalah ada beberapa siswa yang
memiliki nilai di atas sembilan dari beberapa mata pelajaran yang diujikan
untuk UASBN tahun 2012 di Kecamatan Kalasan. Ada siswa yang memperoleh nilai
Bahasa Indonesia 9,80 dengan nilai tertinggi 10,00. Ada siswa yang memperoleh
nilai Matematika 10,00 dengan nilai tertinggi 10,00. Ada siswa yang memperoleh
nilai IPA 9,25 dengan nilai tertinggi 10,00. Nilai rata-rata yang diperoleh
SDIT Ukhuwah Islamiyah adalah nilai rata-rata Bahasa Indonesia 8,31; nilai rata-rata
Matematika 7,76; dan nilai rata-rata IPA 8,01. Nilai rata-rata dari ketiga mata
pelajaran tersebut adalah 8,03 dan
berada di atas nilai rata-rata ketiga mata pelajaran dari semua sekolah dasar
yang ada di Kecamatan Kalasan yaitu 7,85. Hal ini berdasarkan data yang diambil
dengan pengamatan peneliti dari UPT Pendidikan Kecamatan Kalasan. Namun, diketahui
bahwa nilai rata-rata Bahasa Indonesia di
SDIT Ukhuwah UASBN tahun 2012 masih di bawah nilai rata-rata dari semua
sekolah dasar di Kecamatan Kalasan. Sering kali guru mata pelajaran Bahasa
Indonesia di SDIT Ukhuwah islamiyah menggunakan pembelajaran kontekstual. Hal
ini mendorong peneliti untuk mengetahui gambaran mendesain pembelajaran Bahasa
Indonesia di SDIT Ukhuwah Islamiyah karena belum diketahuinya gambaran
penjelasan dan uraian tentang desain pembelajaran mata pelajaran tersebut.
Selama ini
peneliti belum mengetahui gambaran desain pembelajaran pada pembelajaran Bahasa
Indonesia di Kelas V SDIT Ukhuwah Islamiyah karena para siswa kelas tersebut tentunya
belum dipersiapkan untuk menghadapi UASBN. Berdasarkan pada latar belakang
masalah tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana implementasi
desain pembelajaran model ASSURE pada pembelajaran Bahasa Indonesia di Kelas V SDIT
Ukhuwah Islamiyah Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa
Yogyakarta.
H.
Identifikasi
Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di
atas, peneliti telah mengidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:
1. Guru
SDIT Ukhuwah Islamiyah belum optimal dalam menggunakan media pembelajaran
berupa media komputer pada mata pelajaran Bahasa Indonesia.
2. Belum
diketahui gambaran desain pembelajaran yang dirancang oleh guru mata pelajaran
Bahasa Indonesia di SDIT Ukhuwah islamiyah.
I.
Pembatasan
Masalah
Pembelajaran
Bahasa Indonesia di sekolah dasar memiliki beberapa kendala dalam metode,
media, dan evaluasi. Kendala ini menyebabkan guru sekolah dasar untuk mendesain
sebuah mata pelajaran Bahasa Indonesia. Berdasarkan hasil identifikasi
permasalahan, maka penelitian ini dibatasi pada implementasi desain pembelajaran
model ASSURE yang diterapkan guru Bahasa Indonesia pada pembelajaran Bahasa
Indonesia yang berada di Kelas V SDIT Ukhuwah Islamiyah
Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta.
J.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana
deskripsi implementasi desain pembelajaran model ASSURE pada pembelajaran mata
pelajaran Bahasa Indonesia di Kelas V SDIT Ukhuwah Islamiyah
Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta?
K.
Tujuan
Penelitian
Berdasarkan
pada rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi
desain pembelajaran model ASSURE pada pembelajaran Bahasa Indonesia di Kelas V SDIT
Ukhuwah Islamiyah Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa
Yogyakarta.
L.
Manfaat
Penelitian
1. Secara
teoritis
Memberikan sumbangan pemikiran
ilmiah untuk perkembangan pendidikan di SDIT Ukhuwah Islamiyah dalam mendesain pembelajaran Bahasa Indonesia.
2. Secara
praktis
a.
Bagi Penulis
Dapat
memberikan pengalaman ilmiah dalam melakukan penelitian ilmiah.
b.
Bagi Guru
Sebagai dorongan untuk untuk mendesain
pembelajaran Bahasa
Indonesia. yang kreatif dan inovatif sehingga mampu
meningkatkan hasil belajar peserta didik walaupun dalam kondisi yang tidak
memadai untuk melakukan proses belajar mengajar.
c. Bagi
Sekolah
Sebagai
penambah wawasan dan informasi untuk pengembangan pendidikan di sekolah untuk
perbaikan mutu pendidikan.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori
1.
Pembelajaran
Bahasa Indonesia
Bahasa adalah suatu sistem lambang
berupa bunyi, bersifat arbitrer, digunakan oleh suatu masyarakat tutur untuk
bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri (Abdul Rohim, et al,
2009: 4). Sebagai sebuah sistem, maka bahasa terbentuk oleh suatu aturan,
kaidah, atau pola-pola tertentu, baik dalam tata bunyi, tata bentuk kata,
maupun kalimat. Aturan tersebut diajarkan sejak anak-anak mulai belajar di
sekolah dasar.
Darmiyati
Zuchdi dan Budiasih (2001: 27) mengemukakan bahwa pembelajaran bahasa di sekolah
dasar juga mempunyai pengaruh yang paling besar dalam pemerolehan bahasa.
Anak-anak yang belajar di kelas rendah sekolah dasar adalah mereka yang paling
kuat dalam menerima pemerolehan bahasa.
Ahmad
Rofiuddin dan Darmiyati Zuhdi (2001: 2) mengemukakan bahwa dalam pembelajaran
bahasa secara holistik setiap anak memperoleh kesempatan untuk belajar dan
mengajar. Hal ini dapat dilakukan dengan menjelaskan, mengemukakan pendapat,
bertanya, menjawab pertanyaan, dan sebagainya.
a.
Pembelajaran
Mendengarkan
Farida
Ariani, Slamet Mulyana, dan Asep (2009: 10) berpendapat
bahwa pembelajaran mendengarkan yang dilakukan oleh siswa harus merupakan
proses pemahiran mendengarkan yang dilatihkan dan dialami. Ini berarti bahwa
konsep pembelajaran mendengarkan yang dilakukan oleh siswa merupakan kegiatan
mendengarkan sebagaimana yang dialami oleh siswa dalam kehidupan nyata di
masyarakat.
Abdul Rohim, et al (2009: 36) mengemukakan bahwa pembelajaran
mendengarkan melalui penyampaian pesan secara berantai juga baik dilaksanakan.
Setelah menerima pesan, para siswa langsung diminta untuk mengucapkan kata yang
baru disimaknya/didengarnya itu.
Anak yang lahir dengan normal dilengkapi dengan kemampuan
mendengarkan yang akan berkembang dan meningkat melalui proses belajar (Farida Ariani, Slamet Mulyana, dan Asep,
2009: 38). Proses belajar yang dilaluinya itu akan menjadikan yang bersangkutan
memiliki kemampuan mendengarkan yang efektif. Pelajar atau mahasiswa yang tidak
pandai mendengarkan pelajaran/kuliah yang diberikan guru/dosennya akan mendapat
kesukaran dalam mengikuti pelajarannya itu, bahkan besar sekali kemungkinannya
gagal bagi mereka.
b.
Pembelajaran
Berbicara
Mudini dan Salamat Purba (2009: 21) berpendapat bahwa pembelajaran
berbicara harus berorientasi pada aspek penggunaan bahasa, bukan pada aturan
pemakaiannya. Berdasarkan hal tersebut, pembelajaran berbicara di kelas
semestinya diarahkan untuk membuat dan mendorong siswa mampu mengemukakan
pendapat, bercerita, melakukan wawancara, berdiskusi, bertanya jawab, dan
berpidato dan sebagainya.
Abdul Rohim, et al (2009: 38) mengemukakan bahwa pembelajaran
berbicara tidak bisa ditinggalkan begitu saja. Setiap pembicaraan pasti
mengandung nada, irama, dan intonasi. Pendengar akan bisa membedakan apakah
perkataan itu berupa pertanyaan, seruan, ataukah hanya sekedar berita atau
informasi.
Kemampuan berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi artikulasi
atau mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan
pikiran, gagasan, dan perasaan (Mudini dan Salamat Purba, 2009: 43). Pendengar
menerima informasi melalui rangkaian nada, tekanan, dan penempatan persendian.
Jika komunikasi berlangsung secara tatap muka, berbicara dapat dibantu dengan
mimik dan pantomimik pembicara. Siswa membutuhkan keterampilan berbicara dalam
interaksi sosialnya. Siswa akan dapat mengungkapkan pikiran dan perasaanya
secara efektif jika ia terampil berbicara.
c.
Pembelajaran
Membaca
Nurhayati
Pandawa, Hairudin, dan Mislinatul Sakdiyah (2009: 16) berpendapat bahwa pembelajaran
membaca merupakan kemampuan pemahaman yang diajarkan secara seimbang dan
terpadu. Seimbang dalam arti pembelajaran membaca disampaikan secara seimbang
dengan keterampilan berbahasa lain. Dalam kegiatan pembelajaran membaca, KD
membaca akan menjadi fokus pembelajaran, sedangkan aspek keterampilan berbahasa
lain menyertai dalam kegiatan pembelajaran. Hal itulah yang dimaksud dengan
adanya keseimbangan keempat aspek tadi.
Abdul Rohim, et al (2009: 39) mengemukakan bahwa Pembelajaran
membaca bagi para siswa, hendaknya dimulai dengan pelatihan membaca nyaring,
yaitu dengan cara simakan antara siswa. Dengan cara itu, siswa bisa mengoreksi
secara langsung kesalahan baca yang dilakukan temannya baik kesalahan intonasi,
lagu,penghentian, mapun kesalahan pengucapan kata.
Membaca merupakan proses berpikir atau bernalar (proses aktif dan
bertujuan) yang dilakukan melalui proses mempersepsi dan memahami informasi
serta memberikan makna terhadap bacaan yang dilakukan oleh pembaca (Nurhayati Pandawa, Hairudin, dan Mislinatul
Sakdiyah, 2009: 31). Dalam membaca, pembaca mengolah informasi secara
kritis dan kreatif yang dilakukan dengan tujuan memperoleh pemahaman yang
bersifat menyeluruh. Pada akhirnya pembaca dapat memberikan penilaian terhadap
keadaan, nilai, fungsi, dan dampak bacaan tersebut.
d.
Pembelajaran
Menulis
Elina Syarif,
Zulkarnaini, dan Sumarmo (2009: 15) berpendapat bahwa
pembelajaran menulis lebih condong ke arah praktik ketimbang teori. Ini tidak
berarti pembahasan teori menulis ditabukan dalam pengajaran menulis.
Pertimbangan antar praktek dan teori sebaiknya lebih banyak praktek dari teori.
Keterampilan menulis bersifat mekanistik. Ini berarti bahwa penguasaan keterampilan
menulis tersebut harus melalui latihan atau praktik. Dengan perkataan lain,
semakin banyak seseorang melakukan kegiatan menulis semakin terampil menulis
yang bersangkutan.
Abdul Rohim, et al (2009: 40) mengemukakan bahwa pembelajaran
menulis hendaknya ditekankan pada ketelitian penulisan huruf terutama penulisan
kata-kata serapan. Kata-kata seperti efektifitas, kwartal, atlit,
tehnik, konsekwen, jadual, sistim, jaman, analisa,
kuitansi masing-masing sering muncul pada tulisan-tulisan ilmiah.
Bentuk-bentuk yang baku dari kata-kata tersebut adalah efektivitas, kuartal,
atlet, teknik, konsekuen, jadwal, sistem, zaman,
analisis, dan kwitansi.
Menulis bukan sesuatu yang diperoleh secara spontan, tetapi
memerlukan usaha sadar “menuliskan” kalimat dan mempertimbangkan cara
mengkomunikasikan dan mengatur (Elina
Syarif, Zulkarnaini, dan Sumarmo, 2009: 32). Tulisan diibaratkan sebagai
bank memori yang berguna untuk mengatasi kelemahan daya ingat seseorang,
terutama untuk mengingat gagasan-gagasan yang pernah dilontarkan orang tentang
berbagai hal. Tulisan seorang guru kelas sangatlah mempengaruhi pemahaman
tentang tulisan dari para siswanya.
2. Desain Pembelajaran Model ASSURE
Model Assure ini adalah salah satu
model desain sangat logis dan sederhana dan diciptakan satu pemandu prosedur
untuk perencanaan dan menjalankan pembelajaran yang menggabungkan media
(Heinich et al.: 31, 1999). Suatu desain
baik pelajaran memulai dengan menangkap perhatiannya pelajar, menyatakan maksud
tujuan yang akan dijumpai, mempresentasikan materi baru, melibatkan murid di
praktek, menilai pemahaman penyediaan umpan balik dan akhirnya menyediakan
aktivitas tindak lanjut. Model Assure ini adalah pembelajaran yang sangat
memusatkan ke siswa. Model Assure ini memfokuskan pada karakteristik umumnya
pelajar, mengidentifikasi kemampuan awal
spesifik yang dikehendaki, dan mengevaluasi gaya pembelajaran.
Sasaran pembelajaran model Assure ini
yang baik harus mempunyai empat bagian yaitu pendengar, perilaku, kondisi, dan
derajat keakuratan (Heinich et al. 2001). Sasaran tersebut bisa sebagai siswa
sekolah dasar (SD). Siswa SD tentunya memiliki pemahaman pendengaran yang
berbeda jika dibandingkan antar kelas 3 dengan kelas 6. Setelah mendengar
perintah dari kegiatan pembelajaran maka mereka juga memiliki perilaku yang
berbeda pula. Kondisi dari hasil belajar yang dilakukan mereka juga akan
berbeda. Sebagai contoh tentang penggunaan kalkulator jika diberikan pada siswa
kelas 3 dan kelas 6. Jika untuk mengukur derajat keakuratan maka dapat dihitung
dengan 80 % jawaban yang benar. Sebagai contoh, jika siswa menjawab 4 jawaban
yang benar dari 5 jawaban yang diberikan.
Neal S. dan
Susan G.M. (2006: 41) mengemukakan bahwa the
ASSURE model selects and implements instructional technology and media within
learning activities. Maksud mereka adalah bahwa model ASSURE memilih
dan menerapkan pembelajaran teknologi dan media dalam aktivitas belajar. Pemilihan media pembelajaran yang dilakukan
guru akan mempengaruhi aktivitas belajar yang dialami para siswanya. .
Endah Ariani Madusari, Teuku
Alamsyah, dan Evi Dihanti. (2009: 3) menyatakan bahwa
strategi pembelajaran harus mengandung penjelasan tentang metode/prosedur dan
teknik yang digunakan selama proses pembelajaran berlangsung. Dengan kata lain,
strategi pembelajaran mempunyai arti yang lebih luas daripada metode dan
teknik. Artinya, metode/prosedur dan teknik pembelajaran merupakan bagian dari
strategi pembelajaran. Istilah strategi pembelajaran dapat diketahui dari
penggunaan metode dan teknik pembelajaran yang diturunkan secara aplikatif,
nyata, dan praktis di kelas saat pembelajaran berlangsung.
Benny
Agus Pribadi (2009: 111) berpendapat bahwa model ASSURE lebih difokuskan pada perencanaan pembelajaran
untuk digunakan dalam situasi pembelajaran di kelas secara aktual. Model ini
sangat membantu para desainer dan pengajar untuk mengetahui tentang bagaimana
pembelajaran akan dilakukan.
Menurut
Dewi Salma Prawiladilaga (2007: 47) walaupun model ASSURE berorientasi pada KBM
tetapi model ini tidak menyebutkan strategi pembelajaran secara eksplisit.
Strategi pembelajaran pada model ini dikembangkan melalui select methods, media, utilize materials, dan learner participation.
Ada enam langkah untuk melaksanakan proses
pembelajaran dengan menggunakan desain pembelajaran model ASSURE.
Langkah-langkah tersebut yaitu a) analyze
learner, b) state objectives, c) select methods and media, d). utilize
materials, e) requires learner participation, also f) evaluate and revise. Namun
peneliti ingin membagi langkah pada butir ketiga yaitu select methods and media menjadi dua bagian. Peneliti pun mengkaji
butir ketiga tadi menjadi select methods
and select media yang masing-masing pemilihan metode, media, dan penggunaan
materi/bahan ajar memiliki kajian sendiri.
a. Analyze
Learner (Menganalisis
Pembelajar)
Pembelajar
adalah pihak yang menjadi fokus suatu pembelajaran (Dewi Salma Prawiladilaga,
2007: 37). Informasi yang paling diperlukan untuk diketahui dalam pembelajaran
yaitu sifat/watak siswa. Guru harus mengetahui sifat/watak yang baik dan kurang
baik yang dimiliki oleh para siswa.
Sumiati
dan Asra (2009: 4) berpendapat bahwa pada awal pembelajaran itu guru lebih
aktif karena banyak yang harus dilakukan. Namun pada proses pembelajaran
selanjutnya, guru menjadi semakin pasif. Pada bagian tengah dan akhir
pembelajaran, siswa lebih aktif karena merekalah yang lebih banyak melakukan
kegiatan belajar.
Benny
Agus Pribadi (2009: 113) mengemukakan bahwa langkah awal yang perlu dilakukan
dalam menerapkan model ASSURE adalah mengidentifikasi student’s characteristic
yang akan melakukan aktivitas pembelajaran. Setiap siswa pasti memiliki
sifat/watak yang berbeda-beda dalam menghadapi suatu proses pembelajaran. Hal
ini menjadi tugas seorang guru untuk menganalisis siswa dalam sebuah
pembelajaran.
Nasution
(2005: 33) menyatakan bahwa setiap guru yang menghadapi kelas baru, lebih dulu
menerima jika para siswa yang berada dalam kelas itu tidak sama pandainya.
Dalam setiap pembelajaran, siswa merupakan faktor terpenting. Siswa yang lebih
pintar dapat digunakan sebagai pembantu guru dalam proses pembelajaran.
b. State
Objectives (Menyatakan
Maksud Tujuan)
Toto
Ruhimat, et al. (2011: 148) menyatakan bahwa tujuan pembelajaran merupakan
suatu target yang ingin dicapai oleh kegiatan pembelajaran. Keberhasilan yang
diperoleh siswa tentu saja tergantung dari tujuan awal pembelajaran yang
disusun oleh guru. Rumusan tujuan pembelajaran merupakan penjabaran kompetensi
yang akan dikuasai oleh pembelajar jika mereka telah selesai dan berhasil
menguasai materi ajar tertentu (Dewi Salma Prawiladilaga, 2007: 37). Dalam
merumuskan tujuannya, seorang guru terlebih dulu harus mengenali kemampuan yang
dimiliki para siswa.
Sumiati
dan Asra (2009: 10) berpendapat bahwa tujuan pembelajaran pada dasarnya
merupakan harapan, yaitu tentang apa yang diharapkan dari siswa sebagai hasil
belajar. Dalam sistem pembelajaran, tujuan adalah sasaran yang dituju. Suatu
sasaran harus jelas menggambarkan sesuatu keadaan. Jadi, tujuan pembelajaran
harus dapat member gambaran secara jelas tentang bentuk perilaku yang diharapkan.
Nasution
(2005: 177) menyatakan bahwa hendaknya tujuan pembelajaran harus dirumuskan
dalam bentuk kemampuan yakni hal-hal yang dilakukannya dan yang tidak dapa
dilakukannya sebelum siswa belajar. Seorang guru harus memahami kemampuan para
siswanya dulu sebelum menyusun tujuan pembelajaran.
c. Select
Methods (Memilih
Metode-metode)
Endah Ariani Madusari, Teuku
Alamsyah, dan Evi Dihanti. (2009: 2) menyatakan bahwa
Metode merupakan jabaran dari pendekatan dan satu pendekatan dapat dijabarkan
ke dalam berbagai metode. Dalam suatu pembelajaran, guru harus mampu
menggunakan pendekatan yang sesuai dengan apa yang dipelajari oleh para siswa.
Pendekatan yang dilakukan bapak dan ibu guru tersebut dapat diwujudkan dengan
memilih metode pembelajaran yang akan dipakai.
Sumiati
dan Asra (2009: 92) berpendapat bahwa metode pembelajaran menekankan pada
proses belajar siswa secara aktif dalam upaya memperoleh kemampuan hasil
belajar. Metode pembelajaran yang digunakan pada dasarnya berfungsi sebagai
bimbingan agar siswa belajar. Metode pembelajaran memungkinkan setiap siswa
supaya dapat belajar sesuai dengan bakat dan kemampuan masing-masing.
Toto
Ruhimat, et al. (2011: 153) menyatakan bahwa metode dan teknik di dalam proses
belajar mengajar bergantung pada tingkah laku yang terkandung di dalam rumusan
tersebut. Metode dan teknik yang digunakan untuk tujuan menyangkut pengetahuan
akan berbeda dengan metode dan teknik yang digunakan untuk tujuan yang
menyangkut ketrampilan atau sikap.
Endah Ariani Madusari, Teuku Alamsyah, dan Evi
Dihanti.
(2009: 10) mengemukakan bahwa terdapat 10 metode pembelajaran yang digunakan
dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Sepuluh metode pembelajaran tersebut
adalah
1) Metode Audiolingual
Dalam
audiolingual yang berdasarkan pendekatan struktural ini, bahasa yang diajarkan
dicurahkan pada lafal kata, dan pelatihan pola-pola kalimat berkali-kali secara
intensif. Guru meminta siswa untuk mengulang-ulang sampai tidak ada kesalahan.
2) Metode Komunikatif
Contoh
dari metode komunikatif ini yaitu
menyampaikan pesan kepada orang lain yang sesuai dengan tujuan
pembelajaran. Tujuan itu dapat dipecah menjadi (a) memahami pesan, (b)
mengajukan pertanyaan untuk menghilangkan keraguan, (c) mengajukan pertanyaan
untuk memperoleh lebih banyak informasi, (d) membuat catatan, (e) menyusun
catatan secara logis, dan (f) menyampaikan pesan secara lisan. Dengan begitu,
untuk materi bahasan penyampaian pesan saja, aktivitas komunikasi dapat
terbangun secara menarik, mendalam, dan membuat siswa lebih intensif.
3) Metode Produktif
Dengan
menggunakan metode produktif ini diharapkan siswa dapat menuangkan gagasan yang
terdapat dalam pikirannya ke dalam keterampilan berbicara dan menulis secara
runtun. Siswa diharapkan akan terbiasa dengan temannya dan para guru.
4) Metode Langsung
Tujuan
metode langsung adalah penggunaan bahasa secara lisan agar siswa dapat
berkomunikasi secara alamiah seperti penggunaan bahasa Indonesia di masyarakat.
Siswa diberi latihan-latihan untuk mengasosiasikan kalimat dengan artinya
melalui demonstrasi, peragaan, gerakan, serta mimik secara langsung.
5) Metode Partisipatori
Dalam
metode partisipatori siswa aktif, dinamis, dan berlaku sebagai subjek. Namun,
bukan berarti guru harus pasif, tetapi guru juga aktif dalam memfasilitasi
belajar siswa dengan suara, gambar, tulisan dinding, dan sebagainya. Guru
berperan sebagai pemandu yang penuh dengan motivasi, pandai berperan sebagai
moderator dan kreatif.
6) Metode Membaca
Metode
membaca bertujuan agar siswa mempunyai kemampuan memahami teks bacaan yang
diperlukan dalam belajar siswa. Contoh dari metode ini yaitu pemberian tugas
seperti mengarang (isinya relevan dengan bacaan) atau membuat denah, skema,
diagram, ikhtisar, rangkuman, dan sebagainya yang berkaitan dengan isi bacaan.
7) Metode Tematik
Dalam
metode tematik, semua komponen materi pembelajaran diintegrasikan ke dalam tema
yang sama dalam satu unit pertemuan. Tema tidak disajikan secara abstrak tetapi
diberikan secara konkret. Semua siswa dapat mengikuti proses pembelajaran
dengan logika yang dipunyainya. Konsep-konsep dasar tidak terlepas. Siswa
berangkat dari konsep ke analisis atau dari analisis ke konsep kebahasaan,
penggunaan, dan pemahaman.
8) Metode Kuantum
Quantum
Learning (QL) atau pembelajaran quantum lebih
mengutamakan kecepatan belajar dengan cara partisipatori peserta didik dalam
melihat potensi diri dalam kondisi penguasaan diri. Gaya belajar mengacu pada
otak kanan dan otak kiri menjadi ciri khas QL. Segala sesuatu dapat berarti
setiap kata, pikiran, tindakan, dan asosiasi, serta sejauh mana guru mengubah
lingkungan, presentasi, dan rancangan pengajaran maka sejauh itulah proses
belajar berlangsung. Hubungan dinamis dalam lingkungan kelas merupakan landasan
dan kerangka untuk belajar. Dengan begitu, pembelajar dapat mememori, membaca,
menulis, dan membuat peta pikiran dengan cepat.
9) Metode Diskusi
Diskusi
adalah proses pembelajaran melalui interaksi dalam kelompok. Terjadi secara
langsung dan bersifat student centered (berpusat pada siswa). Dikatakan
pembelajaran langsung karena guru menentukan tujuan yang harus dicapai melalui
diskusi, mengontrol aktivitas siswa serta menentukan fokus dan keberhasilan
pembelajaran. Dikatakan berpusat kepada siswa karena sebagian besar input pembelajaran
berasal dari siswa, mereka secara aktif dan meningkatkan belajar, serta mereka
dapat menemukan hasil diskusi mereka.
10) Metode Kerja Kelompok Kecil (Small-Group Work)
Metode
ini dapat dilakukan untuk mengajarkan materi-materi khusus. Kerja kelompok
kecil merupakan metode pembelajaran yang berpusat kepada siswa. Siswa dituntut
untuk memperoleh pengetahunan sendiri melalui bekerja secara bersama-sama.
Tugas guru hanyalah memonitor apa yang dikerjakan siswa.
d. Select
Media (Memilih
Media)
Elita Burhanuddin, Hari Wibowo,
dan Irmawati (2009: 3) mengemukakan bahwa media adalah sumber
belajar dapat diartikan dengan manusia, benda, ataupun peristiwa yang
memungkinkan anak didik memperoleh pengetahuan dan keterampilan. Guru harus
mampu memilih media untuk meningkatkan pengetahuan siswa dalam pembelajaran.
Penggunaan suatu benda sebagai media merupakan suatu cara yang ditempuh seorang
guru untuk memberikan pengetahuan pembelajaran kepada siswanya.
Sumiati dan Asra (2009: 160) berpendapat bahwa
media pembelajaran diartikan sebagai segala sesuatu yang digunakan untuk
menyalurkan pesan, merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa
sehingga dapat mendorong proses belajar. Pembelajaran dengan menggunakan media
pembelajaran tidak hanya sekedar menggunakan kata-kata.
Toto
Ruhimat, et al. (2011: 162) menyatakan bahwa media visual adalah media yang
paling sering digunakan oleh para guru untuk membantu menyampaikan isi atau
materi pembelajaran. Media ini hanya dapat dilihat dengan menggunakan indera
penglihatan. Dengan melihat, para siswa diharapkan tertarik oleh proses pembelajaran
yang dilakukan guru.
Elita Burhanuddin, Hari Wibowo,
dan Irmawati (2009: 17) berpendapat bahwa dalam usaha
menggunakan media dalam proses pembelajaran, perlu bagi pendidik untuk
memperhatikan pedoman umum dalam penggunaan media sebagai berikut:
1) Tidak
ada suatu media yang terbaik untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran.
Masing-masing jenis media mempunyai kelebihan dan kekurangan. Oleh karena itu,
pemanfaatan kombinasi dua atau lebih media akan lebih mampu membantu
tercapainya tujuan pembelajaran.
2)
Penggunaan media harus didasarkan pada
tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Dengan demikian, pemanfaatan media
harus menjadi bagian integral dari penyajian pelajaran.
3)
Penggunaan media harus mempertimbangkan
kecocokan ciri media dengan karakteristik materi pelajaran yang disajikan.
4)
Penggunaan media harus disesuaikan
dengan bentuk kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan.
5)
Penggunaan media harus disertai
persiapan yang cukup seperti melihat lagi media yang akan dipakai,
mempersiapkan berbagai peralatan yang dibutuhkan di ruang kelas sebelum
pelajaran dimulai dan sebelum peserta masuk. Dengan cara ini pemanfaatan media
diharapkan tidak akan mengganggu kelancaran proses pembelajaran dan mengurangi
waktu.
6)
Pembelajaran perlu disiapkan sebelum
media digunakan agar mereka dapat mengarahkan perhatian pada hal-hal yang
penting selama penyajian dengan media berlangsung.
7)
Penggunaan media harus diusahakan agar
senantiasa melibatkan partisipasi aktif peserta.
e. Utilize
Materials (Menggunakan
Materi-materi)
Gayle Mindes (2006: 105) berpendapat
bahwa The classroom may contain materials
passed from one group of children to another, for example, our book on the trip
to the fire station. This book then becomes a part of the cultural history of
children and a resource for the class. Menurut Gayle Mindes, buku bisa menjadi salah satu materi/bahan ajar yang dapat digunakan pada
proses pembelajaran.
Sumiati
dan Asra (2009: 92) berpendapat bahwa untuk melaksanakan proses pembelajaran
suatu materi pembelajaran maka perlu dipikirkan kesesuaian metode pembelajaran
dengan beberapa faktor. Beberapa faktor tersebut adalah tujuan pembelajaran,
materi pembelajaran, kemampuan guru, kondisi siswa, sumber atau fasilitas,
situasi kondisi, dan waktu.
Toto
Ruhimat, et al. (2011: 152) menyatakan bahwa bahan atau materi pembelajaran
pada dasarnya adalah isi dari kurikulum, yakni berupa mata pelajaran atau
bidang studi dengan topik/sub topik dan rinciannya. Bahan atau materi
pembelajaran yang digunakan guru dalam mengajar sangat berpengaruh terhadap
pemahaman siswa. Bahan atau materi pembelajaran yang berlebihan dalam
penggunaannya akan membebani pikiran siswa. Bahan atau materi pembelajaran yang
kaji dalam penelitian ini adalah pelajaran Bahasa Indonesia.
Elita Burhanuddin, Hari Wibowo,
dan Irmawati (2009: 25) berpendapat bahwa Pembelajaran
keempat aspek berbahasa yaitu mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis
bisa dilakukan dengan menggunakan media audio visual, komputer, dan mengakses
internet. Berikut ini akan dijabarkan pengembangan media itu berdasarkan empat
aspek tersebut:
1).
Media pembelajaran dikaitkan dengan aspek menyimak.
Dalam
pelajaran menyimak media yang
digunakan yaitu: guru, siswa, radio, dan tape
recorder. Contoh:
a) Guru
membacakan satu cerita dari sebuah wacana,
b) Siswa
mendengarkan dan dapat menceritakan kembali cerita tersebut dengan bahasanya
sendiri.
c) Siswa
menceritakan pengalamannya saat liburan yang lain
mendengarkan.
d) Siswa
diberi tugas mendengarkan berita dan drama dari radio.
e) Dengan
tape recorder guru dapat
memperdengarkan rekaman puisi, drama, pidato, dan lain-lain yang berkaitan
dengan materi yang diajarkan.
2). Dalam pembelajaran berbicara,
media yang dapat digunakan yaitu: kartu kata, gambar.
a) Kartu
kata, guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi kata-kata ungkapan kemudian
siswa disuruh membuat kalimat menggunakan kata ungkapan yang diperoleh dari
kartu yang diambil.
b) Siswa
dapat menceritakan isi gambar yang dipasang di depan kelas secara sistematis
sehingga menjadi satu cerita yang utuh.
3). Dalam pembelajaran membaca, media yang dapat digunakan
yaitu
wacana.
Sebuah wacana dipotong menjadi penggalan-penggalan yang kemudian
paragrafnya diacak. Setelah itu siswa disuruh menyusun kembali menjadi wacana
utuh yang kemudian siswa membaca wacana tersebut sesuai dengan butir
pembelajaran yang diajarkan.
4). Dalam
pembelajaran menulis media yang
dapat digunakan yaitu:
gambar, benda, kartu.
a) Gambar,
guru memperlihatkan gambar seri, siswa ditugasi
menceritakan
rangkaian gambar tersebut secara tertulis.
b) Benda,
sebuah benda nyata yang ada di dalam kelas dapat
dijadikan
bahan oleh siswa untuk menulis sebuah cerita.
c) Kartu,
yang bisa berisi gambar atau simbol-simbol dapat diberikan pada siswa dan siswa
dapat menjelaskannya secara tertulis.
f)
Requires Learner Participation (Menghendaki Partisipasi
Pembelajar)
Farida
Rahim (2008: 28) mengatakan bahwa guru yang kurang memperhatikan keterlibatan
siswa atau partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar akan mengurangi
motivasi membaca siswa. Untuk meningkatkan keterlibatan siswa tersebut
hendaknya guru mengawasi dan memonitor para siswa dalam proses pembelajaran di
ruang kelas.
Sumiati
dan Asra (2009: 40) berpendapat bahwa siswa harus aktif dalam melakukan sesuatu
pada proses pembelajaran. Siswa harus terlibat secara emosional dalam
pendidikan dan pembelajaran. Hal tersebut dilakukan agar siswa dapat
menyesuaikan diri secara lebih baik dengan berbagai kemajuan dan lingkungan
yang lebih luas.
Benny
Agus Pribadi (2009: 115) mengemukakan bahwa proses pembelajaran memerlukan
keterlibatan mental siswa secara aktif dengan materi atau substansi yang sedang
dipelajari. Pemberian latihan merupakan contoh cara melibatkan aktivitas mental
siswa dengan materi/bahan ajar apa yang akan dipelajari.
Toto
Ruhimat, et al. (2011: 152) menyatakan bahwa diskusi merupakan proses tukar
pendapat di antara para partisipan. Dengan metode diskusi, para siswa
diharapakan belajar lebih aktif untuk menemukan rumusan hasil diskusi secara
masing-masing. Banyak keuntungan yang dapat diraih oleh siswa dari aktivitas
belajar melalui diskusi.
Sumiati
dan Asra (2009: 125) berpendapat bahwa penguatan (reinforcement) adalah bentuk respon guru dengan menggunakan
berbagai bentuk perilaku terhadap perilaku yang ditunjukkan siswa. Jika guru
mengajukan pertanyaan kemudian siswa menjawabnya maka guru hendaknya memberikan
reaksi. Ada dua jenis penguatan yaitu penguatan verbal dan penguatan non
verbal. Penguatan verbal dapat berbentuk kalimat, kata-kata pujian, penghargaan
dan sebagainya. Penguatan non verbal dapat berbentuk dengan gerakan isyarat
tubuh, sentuhan tubuh, pemberian hadiah, dan sebagainya.
g)
Evaluate and Revise (Mengevaluasi dan Merevisi)
Wayne E.Ross (2006: 200) berpendapat bahwa assessment in schools is most often conceived as a means to identify
what students knows and can do, that is, it is assessment of learning. Maksud Wayne E.Ross yaitu penilaian
di sekolah adalah paling sering terbayangkan seperti sebuah makna untuk
mengidentifikasi apa diketahui murid dan dapat dilakukan, yaitu, ini adalah
penilaian dari pembelajaran. Menurut Wayne E.Ross, penilaian proses
pembelajaran itu digunakan untuk mengetahui tentang suatu hal yang dikerjakan
siswa dalam menghadapi pembelajaran. Hasil dari penilaian menjadi target dari
evaluasi yang akan dicapai.
Sumiati dan Asra (2009: 200) berpendapat bahwa fungsi evaluasi
adalah untuk mengetahui apakah tujuan yang dirumuskan sudah tercapai. Evaluasi
merupakan salah satu faktor penting dalam proses pembelajaran. Evaluasi akan
memberikan informasi tingkat pencapaian belajar siswa. Informasi tentang
kesulitan belajar akan diperoleh dari hasil analisis evaluasi.
Endang Kurniawan dan Endah
Mutaqimah (2009: 64) menyatakan bahwa Penilaian dan
pengukuran adalah bagian dari evaluasi. Dalam melakukan evaluasi di dalamnya
ada kegiatan untuk menentukan nilai suatu program, sehingga ada unsur keputusan
tentang nilai suatu program (value judgement). Dalam melakukan
keputusan, diperlukan data hasil pengukuran dan informasi hasil penilaian
selama dan setelah kegiatan belajar mengajar.
Benny Agus
Pribadi (2009: 116) mengemukakan bahwa proses evaluasi terhadap semua komponen
pembelajaran perlu dilakukan agar dapat memperoleh gambaran yang lengkap
tentang kualitas sebuah program pembelajaran. Revisi merupakan langkah yang
harus dikembangkan untuk memperbaiki kekurangan dan kesalahan yang ada dalam
proses pembelajaran.
E. Kajian Penelitian yang Relevan
1. Ilknur
Pekkanli Egel (2009) melakukan penelitian yang berjudul “English Language Learning and Teaching Styles in Two Turkish Primary
Schools”. Maksud
dari penelitian tersebut adalah Gaya belajar bahasa asing diarahkan pada
memfasilitasi pembelajaran para murid dan oleh karenanya kegunaan gaya
pengajaran adalah penting dalam kaitan dengan kesesuaian gaya pelajar untuk
kebutuhan bidang pendidikan mereka. Pembahasan sekarang ini diarahkan pada
penyelidikan beberapa dimensi dari gaya pembelajaran bahasa murid sekolah dasar
dan cara dimana gaya-gaya tertentu adalah terbentuk dan disukai oleh gaya
pengajaran guru. Arah dasar adalah untuk menemukan apakah ada atau tidak ukuran
yang diambil oleh Kementerian Turki dari Pendidikan berhubungan dengan
mengoreksi kekurangan dari guru dari Bahasa Inggris sebagai bahasa asing telah
mempunyai satu akibat pada gaya pembelajaran pada murid sekolah dasar. Arah
sekunder adalah untuk menguji gaya pembelajaran yang bervariasi pada murid EFL
di dua sekolah dasar dan untuk mendirikan apakah ada atau tidak di situ satu
perubahan dalam gaya pembelajaran ini. Akhirnya, peneliti yang menguji apakah
ada atau tidak kondisi ekonomi dari sekolah-sekolah yang mempunyai satu
pengaruh pada gaya pembelajaran murid.
2. Lee,
Y dan Takahashi, Akihiko (2011) melakukan penelitian yang berjudul “Lesson Plans and the Contingency of
Classroom Interactions”. Maksud dari penelitian tersebut adalah Salah satu sumber daya paling penting untuk
pembelajaran adalah perencanaan pelajaran, yang mana menentukan urutan dari
pengajaran. Bagaimanapun, di sana sering ada celah di antara yang direncanakan
dan apa sebenarnya terjadi pada kelas. Hal ini menaikkan pertanyaan dari
bagaimana guru datang untuk mengkaitkan dengan varian kontingen dan hasil tak
diduga bahwa peristiwa interaksi yang nyata dan bagaimana perencanaan pelajaran
diatur ke dalam proses ini. Pembahasan ini menguji satu program pendidikan guru
yang menggunakan perencanaan pelajaran sebagai sebuah pusat sumber daya untuk
mengajarkan matematika. Hasil ini menyarankan bahwa guru-guru ruang kelas pelajaran menggunakan perencanaan
pelajaran sebagai sumber daya komunikatif untuk mengidentifikasi masalah,
menetapkan dugaan mengenai pengajaran mereka dan bertindak atas dasar
meningkatkan biaya tak terduga dari interaksi kelas. Biaya tak terduga secara
interaksi adalah lokasi dari praktek pengajaran, bukan sebuah kendala untuk
aplikasi dari prosedur-prosedur dalam perencanaan pelajaran.
3. Penelitian
yang dilakukan oleh Ismail (2012) mengenai kreativitas guru dalam proses
pembelajaran Bahasa Indonesia pada MIN 1 Yogyakarta. Hasil dari penelitian ini
adalah sebagai berikut. Pertama, kreativitas guru dalam menyajikan materi
pembelajaran menulis dengan cara menyajikan pembelajaran dengan konsep
imajinatif, penyajian pembelajaran yang merangsang gagasan dan karya orisinil,
penyajian pembelajaran yang bervariasi (pola interaksi, gaya mengajar, dan
variasi pesan), dan penilaian secara langsung. Kedua, kreativitas guru dalam
mengimplementasikan metode pembelajaran adalah menggunakan metode brainstorming (curah pendapat) dan
mengkombinasikan beberapa metode. Ketiga, kreativitas guru Bahasa Indonesia
dalam mengembangkan media pembelajaran dan sumber belajar dengan cara membuat
media sendiri, mengkombinasikan media, dan memodifikasi media. Media yang
dibuat guru seperti media ringkasan cerita, surat, pengumuman, menulis laporan,
dan puisi.
F. Kerangka Pikir
SDIT Ukhuwah Islamiyah adalah SDIT yang pertama kali
didirikan di kecamatan kalasan. Perihal ini dibuktikan dengan adanya SK Ka.
Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman no. 184/KPTS/P/2006. SDIT Ukhuwah Islamiyah
menggunakan integral curriculum.
Kurikulum ini adalah kurikulum keterpaduan antara Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) dengan kurikulum Sekolah Islam Terpadu (SIT). Selain itu juga
ada buku evaluasi harian yang digunakan para guru untuk berkomunikasi dengan
para orang tua.
SDIT Ukhuwah Islamiyah menyelenggarakan kegiatan
belajar mengajar dari pagi hari sampai dengan sore hari. Perihal ini dilakukan
untuk meminimalkan pengaruh negatif dari lingkungan tempat tinggal yang tidak
kondusif. Karena lingkungan yang ada di SDIT itu merupakan sarana untuk
membentuk akhlak islami bagi para siswanya. Pembelajaran yang dilakukan oleh
para guru SDIT Ukhuwah Islamiyah tentu saja memiliki berbagai tujuan, metode,
media, sasaran, dan evaluasi yang berbeda. Perihal ini dikarenakan adanya 16
mata pelajaran yang diselenggarakan di SDIT Ukhuwah Islamiyah.
Peneliti
merasakan fenomena kemunculan sekolah islam terpadu telah membawa pengaruh
positif bagi anak usia sekolah dasar. Pembiasaan akhlak islami merupakan salah
satu hasil fenomena pengaruh positif tadi. Namun peneliti ingin membahas desain
pembelajaran yang dilaksanakan pada lingkungan SDIT Ukhuwah Islamiyah. SDIT
Ukhuwah Islamiyah memiliki 4 pembelajaran bahasa yaitu Bahasa Indonesia, Bahasa
Inggris, Bahasa Arab, dan Bahasa Jawa. Fokus pengkajian desain pembelajaran itu
terletak pada mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas V di SDIT Ukhuwah
Islamiyah.
Peneliti
ingin mengetahui deskripsi implementasi model ASSURE dalam kegiatan pembelajaran.
Deskripsi implementasi model ASSURE diteliti di sekolah dasar berkaitan dengan
adanya penggunaan teknologi dan informasi. Penggunaan teknologi informasi itu
sudah dilakukan di SDIT Ukhuwah Islamiyah kelas V. Pada mata pelajaran Bahasa
Indonesia kelas V, guru Bahasa Indonesia sudah menggunakan laptop dalam
mengajar. Guru tersebut juga sudah mengetahui model ASSURE. Oleh karena itu,
peneliti ingin meneliti tentang deskripsi implementasi model ASSURE dalam
kegiatan pembelajaran Bahasa Indonesia kelas V di SDIT Ukhuwah Islamiyah.
G. Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan
yang diajukan pada penelitian ini merupakan pertanyaan yang dibuat sebagai
acuan dalam penelitian yang akan dijawab berdasarkan perolehan data-data yang
ada di lapangan. Pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana
cara guru menganalisis watak siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di
sekolah dasar?
2. Bagaimana
cara guru menetapkan tujuan pembelajaran dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di
sekolah dasar?
3. Bagaimana
cara guru memilih metode dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah dasar
4. Bagaimana
cara guru memilih media dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah dasar?
5. Bagaimana
cara guru menggunakan bahan ajar dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah
dasar?
6. Bagaimana
cara guru melibatkan para siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah
dasar?
7. Bagaimana
cara guru melakukan evaluasi dan revisi dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di
sekolah dasar?
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Jenis
Penelitian
Jenis
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Deskripsi penelitian ini diambil
berdasarkan data yang ada di lapangan, yaitu menggambarkan situasi yang terjadi
berdasarkan fakta, pengalaman, dan cerita yang terjadi di tempat penelitian.
John W. Creswell (2007: 55) berpendapat bahwa penelitian narasi itu memiliki
fokus konteks yang spesifik yaitu pada para guru dan para siswa di ruang
kelasnya. Penelitian ini nantinya melibatkan guru dalam mendesain sebuah mata
pelajaran di sekolah dasar.
Tujuan
penelitian kualitatif pada umumnya mencakup informasi tentang fenomena utama
yang dieksplorasi dalam penelitian, partisipan penelitian, dan lokasi
penelitian (Cresswell, J.W, 2009: 167). Peneliti bertindak mengamati kegiatan
pembelajaran Bahasa Indonesia kelas V di SDIT Ukhuwah Islamiyah. Peneliti
bertindak melakukan wawancara terhadap guru Bahasa Indonesia kelas V di SDIT
Ukhuwah Islamiyah. Peneliti bertindak mengumpulkan dokumen yang berkaitan
dengan kegiatan pembelajaran Bahasa Indonesia kelas V di SDIT Ukhuwah
Islamiyah.
B.
Tempat
dan Waktu Penelitian
Penelitian
ini dilakukan di SDIT Ukhuwah Islamiyah Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman
Daerah Istimewa Yogyakarta. Waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Januari tahun 2012 sampai dengan bulan Maret Tahun 2013.
C.
Subjek
dan Objek Penelitian
Subjek
penelitian ini adalah guru Bahasa Indonesia kelas V, dan beberapa siswa kelas
V. Penelitian dengan subjek guru mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas V adalah
untuk mengetahui cara guru mendesain pembelajaran. Penelitian dengan subjek
beberapa siswa kelas V adalah untuk mengetahui situasi keadaan proses
pembelajaran di kelas V. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik
purposive sampling, yaitu pengambilan
sampel berdasarkan sumber data yang dapat dipercaya. Sampel yang dipilih
berfungsi untuk mendapatkan informasi yang maksimum (Sugiyono, 2009: 219). Sesuai
pendapat Sugiyono maka peneliti berusaha mendapatkan informasi terhadap
beberapa siswa yang tentunya dianggap kompeten dan guru
Bahasa Indonesia kelas V.
Objek yang diteliti adalah desain pembelajaran yang
dilakukan guru mata pelajaran Bahasa Indonesia di Kelas V. Objek
lain yang diteliti adalah pembelajaran mata pelajaran Bahasa Indonesia di Kelas V SDIT
Ukhuwah Islamiyah Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa
Yogyakarta.
D.
Teknik
dan Instrumen Pengumpulan Data
1. Teknik Pengumpulan Data
McMillan dan Schumacher (2010:
343) berpendapat bahwa in qualitative research there are five major methods for gathering
data: observation, interviews, questionnaires, document review, and use of
audiovisual materials. Menurut McMillan dan Schumacher, ada lima
metode utama dalam penelitian kualitatif untuk mengumpulkan data: obeservasi,
wawancara, angket, meninjau kembali dokumen, dan penggunaan dari bahan ajar
audio visual. Berkaitan pendapat dari McMillan dan
Schumacher
maka peneliti tidak mengambil kelima metode tersebut. Peneliti akan
mengambil data dari observasi, wawancara, dan dokumentasi. Data observasi
adalah data pengamatan terhadap kegiatan pembelajaran Bahasa Indonesia kelas V
di SDIT Ukhuwah Islamiyah. Data wawancara adalah data hasil wawancara antara
peneliti dengan guru Bahasa Indonesia kelas V di SDIT Ukhuwah Islamiyah. Data
dokumentasi adalah data tertulis hasil latihan soal yang dilakukan siswa pada
kegiatan pembelajaran Bahasa Indonesia kelas V di SDIT Ukhuwah Islamiyah.
Peneliti
lebih memfokuskan penggunaan teknik pengumpulan data kualitatif seperti yang
dikemukakan John W. Creswell. Pendapat itu adalah there are three ways to collect data for stories: recording spontaneous
incidents of storytelling, eliciting stories through interviews, and asking for
stories through such medium as the internet (John W. Creswell, 2007: 131). Menurut Creswell, ada tiga cara untuk
mengumpulkan data pada narasi-narasi ini: merekam insiden yang spontan dari
pemberitahuan cerita, memunculkan cerita-cerita melalui wawancara, dan meminta
cerita melalui sarana seperti internet. Untuk merekam insiden maka peneliti
bisa menggunakan teknik observasi atau pengamatan. Untuk meminta cerita maka
peneliti bisa juga memakai sarana penggunaan dokumentasi.
2.
Instrumen
Pengumpulan Data
John W. Creswell (2009: 261)
berpendapat bahwa researcher as key
instrument. Maksud dari Creswell adalah peneliti sebagai instrumen kunci.
Menurut Creswell, para peneliti kualitatif mengumpulkan sendiri datanya melalui
dokumentasi, observasi perilaku, atau wawancara dengan partisipan. Instrument penelitian dalam penelitian kualitatif adalah peneliti itu
sendiri (Sugiyono, 2009: 305). Oleh karena itu, peneliti itu sendiri yang akan
menjadi instrumen utama dalam penelitian ini. Akan tetapi dalam pengumpulan
data, peneliti tetap akan berpegang pada kisi-kisi yang akan dituangkan dalam
pedoman observasi dan pedoman wawancara. Kisi-kisi wawancara tersebut dapat
dilihat pada lampiran 1. Untuk melihat indikator wawancara maka dapat dilihat
pada lampiran 2.
Dalam
penelitian ini, instrumen pengumpul data adalah lembar observasi, lembar wawancara, dan lembar dokumentasi.
Peneliti bertindak sebagai perencana dan pengumpul data di lapangan, sebagai
analis, dan sebagai pelapor hasil penelitian. Untuk membantu penelitian maka
dibuat instrumen untuk memudahkan peneliti, instrumen untuk teknik wawancara
menggunakan indikator wawancara, dan kisi-kisi wawancara. Peneliti juga
menggunakan instrumen untuk teknik pengamatan yaitu menggunakan pedoman
observasi. Untuk melihat pedoman observasi maka dapat dilihat pada lampiran 3.
E.
Keabsahan
Data
Menurut Sugiyono
(2009: 366), untuk menguji keabsahan data masih ada 4 hal yang harus diuji.
Yaitu kredibilitas, transferabilitas, dependabilitas, dan confirmabilitas.
1.
Uji Kredibilitas
Uji
kredibiltas ini dapat dilakukan dengan menggunakan triangulation. Menurut Sugiyono (2009: 372) triangulation dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai
pengecekkan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu.
Hal ini akan peneliti laksanakan selama pengambilan data dilakukan.
2.
Uji Transferabilitas
Menurut
Sugiyono (2009: 376-377) bahwa transferabilitas ini sama halnya dengan
validitas eksternal dalam penelitian kuantitatif dan uji transferabilitas ini
dapat dilakukan dengan penyusunan laporan penelitian secara sistematis, rinci,
jelas, dan dapat dipercaya. Oleh karena itu penyusunan laporan penelitian ini
sebisa mungkin akan dilakukan secara sistematis agar bisa diterima oleh orang
lain. Selain itu, penelitian ini akan disertai dengan dokumentasi-dokumentasi
selama penelitian berlangsung, sehingga derajat kepercayaan pada hasil
penelitian ini tinggi.
3.
Uji Dependabilitas
Dependabilitas
dalam penelitian kuantitatif sama dengan reliabilitas, di mana penelitian yang
reliabel adalah apabila orang lain dapat mengulangi/mereplikasi proses
penelitian tersebut (Sugiyono, 2009: 377). Peneliti akan meminta bantuan orang
lain, dalam hal ini adalah pembimbing tesis yang telah ditentukan, yang sejak
awal memahami dan mengerti tentang penelitian ini. Karena uji dependabilitas
ini dilakukan dengan melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian
mulai dari peneliti menentukan fokus hingga membuat kesimpulan.
4.
Uji Konfirmabilitas
Uji
konfirmabilitas dalam penelitian kuantitatif sama halnya dengan uji
obyektivitas, di mana penelitian dikatakan obyektif jika hasil penelitian disepakati banyak orang
(Sugiyono, 2009: 377). Uji konfirmabilitas ini dapat dilakukan setelah
melakukan uji transferabilitas dan dependabilitas dilakukan. Hal ini dapat
dikatakan, jika uji transferabilitas dan dependabilitas telah dilakukan, sama
halnya peneliti juga telah melakukan uji konfirmabilitas.
McMillan dan
Schumacher (2010: 379) berpendapat bahwa researchers
use triangulation, which is the cross-validation among data sources,
data collection strategies, time periods, and theoretical schemes. Menurut
McMillan dan Schumacher, para peneliti menggunakan triangulation yang mana adalah pengesahan berseberangan di antara sumber-sumber
data, strategi pengumpulan data, periode-periode waktu, dan perancangan
teoritis. Namun menurut peneliti, triangulation yang
dimaksud adalah mengaitkan pola antara pengumpulan data, observasi lapangan dan
informan ke dalam bentuk segitiga. Peneliti menggunakan technical triangulation yang merupakan cara mengecek data kepada
sumber yang sama dengan teknik berbeda.
Ketiga teknik yang digunakan adalah teknik observasi, wawancara, dan
dokumentasi.
F.
Teknik
Analisis Data
Qualitative
data analysis is primarily an inductive process of organizing data into
categories and identifying patterns and relationship among the categories
(McMillan dan Schumacher, 2010: 367). Mereka mengungkapkan bahwa, analisis data kualitatif merupakan suatu proses pengorganisasian data secara
induktif ke dalam kategori dan mengidentifikasi pola-pola dan hubungan di
antara kategori-kategori tersebut. Data-data
yang didapat dari penelitian kualitatif adalah data yang sangat beragam yang
kemudian akan dikategorikan kemudian dilakukan pemaknaan terhadap data-data
tersebut. Berdasarkan proses tersebut, analisis data dalam penelitian
kualitatif disebut dengan analisis induktif.
Cresswell,
J.W. (2009: 274) mengemukakan bahwa analisis data kualitatif bisa saja
melibatkan proses pengumpulan data, interpretasi, dan pelaporan hasil secara
serentak dan bersama-sama. Peneliti bisa melakukan analisis data ketika
wawancara berlangsung. Penelitian naratif melibatkan penceritaan kembali
cerita-cerita partisipan. Penceritaan kembali itu disusun dengan menggunakan
unsur-unsur struktural
seperti plot, setting, aktivitas,
klimaks, dan ending cerita.
Seperti yang diungkapkan oleh McMillan
dan Schumacher (2010: 367) bahwa, one
characteristic that distinguishes qualitative research from quantitative
research is that the analysis is done during data collection as well as after
all the data have been gathered. Bahwa
salah satu
karakteristik yang
membedakan
penelitian kualitatif dari penelitian kuantitatif adalah
bahwa
analisis dilakukan selama pengumpulan data serta setelah
semua data
telah terkumpul. Sehingga analisis data dalam penelitian
kualitatif ini dapat dimulai sejak awal penelitian dilakukan.
Inductive
analysis is the process through which qualitative researchers synthesize and
make meaning from the data, starting with specific data and ending with
categories and pattern (McMillan dan
Schumacher, 2010: 367). Mereka menyebutkan bahwa analisis induktif adalah
proses dimana peneliti kualitatif mensintesis dan
membuat
makna dari
data-data
yang ada dimulai dengan data yang spesifik dan
berakhir dengan kategori dan pola. Analisis induktif ini akan dimulai sejak pertama kali
peneliti
mengambil data di lapangan, hingga penelitian ini selesai.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rohim, et
al. 2009. Kebahasaan. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.
Ahmad Rofiuddin
dan Darmiyati Zuhdi. 2001. Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Tinggi. Malang: Penerbit Universitas
Negeri Malang.
Benny Agus
Pribadi. 2009. Model Desain Sistem
Pembelajaran. Jakarta: Dian Rakyat.
Cresswell, J.W.
2009. Research design: Pendekatan
Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
____________.
2009. Research design: Qualitative,
Quantitative, and Mixed Methods Approaches. California: Sage Publications.
____________.
2007. Qualitative Inquiry and Research
design: Choosing among Five Approaches. California: Sage Publications.
Darmiyati Zuchdi
dan Budiasih. 2001. Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia di Kelas Rendah. Yogyakarta: PAS.
Depdiknas. (2003). Undang-undang RI Nomor 20, Tahun
2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Dewi Salma
Prawiladilaga. 2007. Prinsip Desain
Pembelajaran. Jakarta: Prenada Media.
Egel, Ilknur
Pekkanli. 2009. English Language Learning
and Teaching Styles in Two Turkish Primary Schools. Society for Personality Research.
Elina
Syarif, Zulkarnaini, dan Sumarmo. 2009. Pembelajaran Menulis. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.
Elita
Burhanuddin, Hari Wibowo, dan Irmawati. 2009. Media. Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional.
Endah
Ariani Madusari, Teuku Alamsyah, dan Evi Dihanti. 2009.
Metodologi Pembelajaran. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.
Endang
Kurniawan dan Endah Mutaqimah. 2009. Penilaian. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional.
Farida
Ariani, Slamet Mulyana, dan Asep. 2009. Pembelajaran Mendengarkan. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.
Farida Rahim. 2008. Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.
Heinich, R., Molenda, M., Russell, J.,
& Smaldino, S. 1999. Instructional
media and technologies for learning. (6th ed.) Upper Saddle River, NJ:
Prince Hall.
_____________________________________________.
2001. Instructional Media and Technologies for Learning, 7th Edition. Englewood
Cliffs: Prentice Hall, Inc.
Lee, Y dan Takahashi, Akihiko. 2011. Lesson Plans and the Contingency of
Classroom Interactions. Springer Science Business Media.
McMillan, J.H.
& Schumacher, S. 2010. Research in
Education: Evidence-based Inquiry. New
Jersey: Pearson Education.
Mindes, Gayle. 2006. Teaching Young Children Social
Studies. London: Preger
Publishers.
Mudini dan
Salamat Purba. 2009. Pembelajaran
Berbicara. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Nasution. 2005. Berbagai
pendekatan dalam proses belajar dan mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Neal S. dan
Susan G.M. 2006. Instructional Design: A
Systematic Approach for Reflextive Practice. Boston: Pearson Education.
Nurhayati
Pandawa, Hairudin, dan Mislinatul Sakdiyah. 2009. Pembelajaran Membaca. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.
Popon Syuarah.
2008. Buku Panduan Wali Siswa. Yogyakarta:
Ash-Shaff.
Ross, E.W. 2006.
The Social Studies Curriculum: Purposes, Problems, and Possibilities. New York: State University of New
York Press.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif,
dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sumiati dan
Asra. 2009. Metode Pembelajaran. Bandung:
Wacana Prima.
Toto Ruhimat, et
al. 2011. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta:
Rajawali Pers.
www.auliya.sch.id/index.php?action=profil.main&xid=8. Keunggulan Sekolah Islam terpadu Auliya. Diambil
tanggal 16 Juli 2012.
www.uny.ac.id/berita/UNY/implementasi-pendidikan-karakter-dalam-dunia-pendidikan.
Implementasi Pendidikan Karakter dalam
Dunia Pendidikan. Diambil tanggal 17 Juli 2012.
www.endonesa.wordpress.com.
Pembelajaran Bahasa Indonesia.
Diambil tanggal 3 Agustus 2012.
www.republika.co.id/berita/menuju-jakarta-1/news/12/05/19/m498x4-hidayat-apresiasi-pendidikan-karakter-sekolah-islam-terpadu. Apresiasi Pendidikan Karakter Sekolah Islam Terpadu. Diambil
tanggal 16 Juli 2012.
www.sditiqra.org/sdit/news.php?noid=19&judul=Murid%20SDIT%20Iqra%20I%20Kota%20Bengkulu%20Raih%20Medali%20Emas%20di%20Kuala%20Lumpur. Berita dan
Artikel SDIT Iqra 1 Kota Bengkulu. Diambil
tanggal 16 Juli 2012.
Lampiran 1. Kisi-kisi
Wawancara
IMPLEMENTASI MODEL ASSURE (ANALYZE LEARNER, STATE OBJECTIVES, SELECT
METHODS AND MEDIA, UTILIZE MATERIALS, REQUIRES LEARNER PARTICIPATION, ALSO
EVALUATE AND REVISE) PADA
PEMBELAJARAN MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA DI KELAS V SDIT UKHUWAH ISLAMIYAH
YOGYAKARTA
No.
|
Indikator wawancara
|
Nomer butir
|
Jumlah
|
1
|
Menganalisis watak atau kepribadian
|
1, 2, 3
|
3
|
2
|
Menganalisis kebutuhan ekonomi
|
4, 5, 6
|
3
|
3
|
Menganalisis kemampuan siswa
|
94, 95, 96
|
3
|
4
|
Menetapkan tujuan pembelajaran
|
7, 8, 9
|
3
|
5
|
Memilih metode atau cara pembelajaran
|
10, 11, 12
|
3
|
6
|
Memilih media pembelajaran
|
13, 14, 15
|
3
|
7
|
Menggunakan metode ceramah
|
16, 17, 18
|
3
|
8
|
Menggunakan metode bermain peran
|
19, 20, 21
|
3
|
9
|
Menggunakan metode peragaan
|
22, 23, 24
|
3
|
10
|
Menggunakan metode penyelidikan
|
25, 26, 27
|
3
|
11
|
Menggunakan media audio
|
28, 29, 30
|
3
|
12
|
Menggunakan media visual
|
31, 32, 33
|
3
|
13
|
Menggunakan media audio visual
|
34, 35, 36
|
3
|
14
|
Menggunakan media sederhana dan rumit
|
37, 38, 39
|
3
|
15
|
Menggunakan bahan atau materi ajar
|
40, 41, 42
|
3
|
16
|
Menggunakan materi dari media cetak
|
43, 44, 45
|
3
|
17
|
Menggunakan materi dari media elektronik
|
46, 47, 48
|
3
|
18
|
Melibatkan siswa dalam pembelajaran
|
49, 50, 51
|
3
|
19
|
Memberikan penguatan ke siswa
untuk belajar
|
52, 53, 54
|
3
|
20
|
Memberikan hadiah ke siswa
|
55, 56, 57
|
3
|
21
|
Melakukan evaluasi dan revisi
|
58, 59, 60
|
3
|
22
|
Melakukan evaluasi formatif tiap pertemuan
|
61, 62, 63
|
3
|
23
|
Melakukan evaluasi sumatif tiap semester
|
64, 65, 66
|
3
|
24
|
Melakukan penilaian pembelajaran
|
67, 68, 69
|
3
|
25
|
Melakukan penilaian portofolio
|
70, 71, 72
|
3
|
26
|
Melakukan program remedial
|
73, 74, 75
|
3
|
27
|
Melakukan program pengayaan
|
76, 77, 78
|
3
|
28
|
Tanggapan tentang desain pembelajaran
|
79, 80, 81
|
3
|
29
|
Tanggapan pembelajaran mendengarkan
|
82, 83, 84
|
3
|
30
|
Tanggapan pembelajaran berbicara
|
85, 86, 87
|
3
|
31
|
Tanggapan pembelajaran membaca
|
88, 89, 90
|
3
|
32
|
Tanggapan pembelajaran menulis
|
91, 92, 93
|
3
|
Lampiran 2.
Indikator wawancara
IMPLEMENTASI MODEL ASSURE (ANALYZE LEARNER, STATE OBJECTIVES, SELECT
METHODS AND MEDIA, UTILIZE MATERIALS, REQUIRES LEARNER PARTICIPATION, ALSO
EVALUATE AND REVISE) PADA
PEMBELAJARAN MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA DI KELAS V SDIT UKHUWAH ISLAMIYAH
YOGYAKARTA
No
|
Indikator
wawancara
|
1
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru menganalisis kepribadian
siswa kelas 5 dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5 sekolah dasar?
|
2
|
Apakah menurut
bapak atau ibu guru, siswa kelas 5 menunjukkan kepribadian dan perilaku yang
dapat mempercepat proses pembelajaran? Apa alasannya?
|
3
|
Bagaimana cara
bapak atau ibu guru mengatasi perkelahian antar siswa dalam kegiatan
pembelajaran? Apa alasannya?
|
4
|
Bagamana tanggapan bapak atau ibu kepala sekolah mengenai
latar belakang kehidupan perekonomian yang dimiliki para siswa kelas 5?
|
5
|
Apakah menurut
bapak atau ibu guru sebagian besar siswa kelas 5 memiliki kebutuhan ekonomi
yang baik atau kurang baik? Apa alasannya?
|
6
|
Apakah menurut
bapak atau ibu guru sebagian siswa kelas 5 yang memiliki kebutuhan ekonomi
yang kurang baik akan mempengaruhi pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
Apa alasannya?
|
7
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru menetapkan tujuan
pembelajaran dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5 sekolah dasar?
|
8
|
Faktor atau peristiwa apakah menurut bapak atau ibu guru yang
menjadi penghambat menetapkan tujuan pembelajaran dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia di kelas 5?
|
9
|
Faktor atau peristiwa apakah menurut bapak atau ibu guru
yang menjadi pendukung menetapkan tujuan pembelajaran dalam pembelajaran
Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
10
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru memilih metode dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5 sekolah dasar?
|
11
|
Apakah kendala yang dihadapi bapak atau ibu guru untuk
memilih metode dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5 sekolah dasar?
|
12
|
Bagaimana tanggapan bapak atau ibu kepala sekolah
terhadap bapak atau ibu guru yang memilih metode dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia di kelas 5 sekolah dasar?
|
13
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru memilih media dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5sekolah dasar?
|
14
|
Apakah kendala yang dihadapi bapak atau ibu guru untuk
memilih media dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5 sekolah dasar?
|
15
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan
penggunaan media dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5 sekolah
dasar?
|
16
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru menggunakan metode
ceramah dalam pembelajaran dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
17
|
Apakah kendala yang dihadapi bapak atau ibu guru ketika menggunakan
metode ceramah dalam pembelajaran dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di
kelas 5?
|
18
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan terhadap
penggunaan metode ceramah dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
19
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru menggunakan metode
bermain peran dalam pembelajaran dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas
5?
|
20
|
Apakah kendala yang dihadapi bapak atau ibu guru ketika
menggunakan metode bermain peran dalam pembelajaran dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia di kelas 5?
|
21
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan terhadap
penggunaan metode bermain peran dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas
5?
|
22
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru menggunakan metode
peragaan dalam pembelajaran dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
23
|
Apakah kendala yang dihadapi bapak atau ibu guru ketika
menggunakan metode peragaan dalam pembelajaran dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia di kelas 5?
|
24
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan terhadap
penggunaan metode peragaan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
25
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru menggunakan metode
penyelidikan dalam pembelajaran dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas
5?
|
26
|
Apakah kendala yang dihadapi bapak atau ibu guru ketika
menggunakan metode penyelidikan dalam pembelajaran dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia di kelas 5?
|
27
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan terhadap
penggunaan metode penyelidikan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas
5?
|
28
|
Bagaimana cara
bapak atau ibu guru menggunakan media audio dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia di kelas 5?
|
29
|
Apakah kendala
yang dihadapi bapak atau ibu guru
untuk menggunakan media audio dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di
kelas 5?
|
30
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan terhadap
penggunaan media audio dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
31
|
Bagaimana cara
bapak atau ibu guru menggunakan media visual dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia di kelas 5?
|
32
|
Apakah kendala yang dihadapi bapak atau ibu guru untuk menggunakan media visual dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
33
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan terhadap
penggunaan media visual dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
34
|
Bagaimana cara
bapak atau ibu guru menggunakan media audio visual dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia di kelas 5?
|
35
|
Apakah kendala yang dihadapi bapak atau ibu guru untuk menggunakan media audio visual dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
36
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan terhadap
penggunaan media audio visual dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
37
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru menggunakan media
pembelajaran yang sederhana dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
38
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru menggunakan media
pembelajaran yang rumit dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
39
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mempersingkat
penggunaan kederhanaan media dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
40
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru menggunakan bahan atau
materi ajar dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia di kelas 5 sekolah dasar?
|
41
|
Apakah yang menjadi kendala bagi bapak atau ibu guru
menggunakan bahan atau materi ajar
dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5 sekolah dasar?
|
42
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan terhadap
penggunaan bahan atau materi ajar
dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
43
|
Ada berapakah buku
teks yang digunakan bapak atau ibu guru dalam pembelajaran Bahasa Indonesia
di kelas 5? Apakah digunakan semuanya? Apa alasannya?
|
44
|
Apakah bapak atau ibu guru menggunakan modul dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5? Apa alasannya?
|
45
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan terhadap
penggunaan buku yang dipakai dan mengumbar isu pelecehan seksual dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
46
|
Apakah bapak atau ibu guru menggunakan materi pelajaran
dari media elektronik seperti TV dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas
5? Apa alasannya?
|
47
|
Apakah bapak atau ibu guru menggunakan materi pelajaran
dari media komputer dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5? Apa
alasannya?
|
48
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan terhadap
penggunaan media komputer dan laptop dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di
kelas 5?
|
49
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru melibatkan para siswa
dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5 sekolah dasar?
|
50
|
Apakah yang menjadi kendala bagi bapak atau ibu guru
untuk melibatkan para siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5
sekolah dasar?
|
51
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan terhadap
siswa yang bersikap nakal dan mengganggu teman dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia di kelas 5?
|
52
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru memberikan penguatan
ke siswa seperti pujian dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
53
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru memberikan penguatan
ke siswa dengan gerakan isyarat dari anggota tubuh dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia di kelas 5?
|
54
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru memberikan penguatan
ke siswa dengan sentuhan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
55
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru memberikan hadiah ke
siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
56
|
Apakah yang menjadi kendala bagi bapak atau ibu guru
untuk memberikan hadiah ke siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas
5?
|
57
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan terhadap
pemberian hadiah ke siswa dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
58
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan terhadap
evaluasi dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
59
|
Apakah menurut bapak atau ibu guru evaluasi dapat menjadi
faktor penting dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5? Apa alasannya?
|
60
|
Apakah menurut bapak atau ibu guru revisi dapat menjadi
faktor penting dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5? Apa alasannya?
|
61
|
Apakah bapak atau ibu guru melakukan evaluasi formatif
dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5? Apa alasannya?
|
62
|
Apakah yang menjadi kendala bagi bapak atau ibu guru
untuk melakukan evaluasi formatif dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di
kelas 5?
|
63
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan terhadap
melakukan evaluasi formatif dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
64
|
Apakah bapak atau ibu guru melakukan evaluasi sumatif
dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5? Apa alasannya?
|
65
|
Apakah yang menjadi kendala bagi bapak atau ibu guru
untuk melakukan evaluasi sumatif dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
66
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan terhadap
melakukan evaluasi sumatif dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
67
|
Ada berapakah jenis penilaian yang dilakukan bapak atau
ibu guru dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5? Apakah digunakan
semuanya? Apa alasannya?
|
68
|
Apakah bapak atau ibu guru mengumpulkan karya-karya siswa
selama satu semester dan menilainya dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di
kelas 5? Apa alasannya?
|
69
|
Apakah para siswa menyukai cara menilai bapak atau ibu
guru dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5? Apa alasannya?
|
70
|
Sebutkan beberapa hal yang dilakukan bapak atau ibu guru
untuk penilaian portofolio dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
71
|
Apakah yang menjadi kendala bagi bapak atau ibu guru
untuk penilaian portofolio dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
72
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan terhadap
penilaian portofolio dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
73
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru melakukan program
remedial dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
74
|
Apakah yang menjadi kendala bagi bapak atau ibu guru
melakukan program remedial dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
75
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan terhadap
program remedial dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
76
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru melakukan program
pengayaan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
77
|
Apakah yang menjadi kendala bagi bapak atau ibu guru
untuk melakukan program pengayaan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di
kelas 5?
|
78
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan terhadap
program pengayaan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
79
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan terhadap
melakukan desain pembelajaran dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
80
|
Apakah yang menjadi kendala bagi bapak atau ibu guru
untuk melakukan desain pembelajaran pada mata pelajaran Bahasa Indonesia di
sekolah dasar?
|
81
|
Faktor atau peristiwa apakah menurut bapak atau ibu guru
yang menjadi pendukung untuk mendesain pembelajaran dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia di kelas 5?
|
82
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan terhadap
pembelajaran mendengarkan Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
83
|
Apakah siswa menyukai pembelajaran mendengarkan yang
diajarkan pada pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5 sekolah dasar?
|
84
|
Apakah yang menjadi kendala bagi bapak atau ibu guru
untuk melakukan pembelajaran mendengarkan Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
85
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan terhadap
pembelajaran berbicara Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
86
|
Apakah siswa menyukai pembelajaran berbicara yang
diajarkan pada pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5 sekolah dasar?
|
87
|
Apakah yang menjadi kendala bagi bapak atau ibu guru
untuk melakukan pembelajaran berbicara Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
88
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan terhadap
pembelajaran membaca Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
89
|
Apakah siswa menyukai pembelajaran membaca yang diajarkan
pada pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5 sekolah dasar?
|
90
|
Apakah yang menjadi kendala bagi bapak atau ibu guru
untuk melakukan pembelajaran membaca Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
91
|
Bagaimana cara bapak atau ibu guru mengatasi kesalahan terhadap
pembelajaran menulis Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
92
|
Apakah siswa menyukai pembelajaran menulis yang diajarkan
pada pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5 sekolah dasar?
|
93
|
Apakah yang menjadi kendala bagi bapak atau ibu guru
untuk melakukan pembelajaran menulis Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
94
|
Apakah siswa mampu untuk memahami pelajaran Bahasa Indonesia
Kelas 5 yang diajarkan bapak atau ibu guru mata pelajaran Bahasa Indonesia
Kelas 5?
|
95
|
Apakah siswa mampu untuk menyelesaikan tugas dari pelajaran
Bahasa Indonesia Kelas 5 dalam satu pertemuan di hari itu juga?
|
96
|
Apakah siswa mampu untuk mengikuti arahan dan petunjuk guru
dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5?
|
Lampiran 6. Pedoman
observasi
IMPLEMENTASI MODEL ASSURE (ANALYZE LEARNER, STATE OBJECTIVES, SELECT
METHODS AND MEDIA, UTILIZE MATERIALS, REQUIRES LEARNER PARTICIPATION, ALSO
EVALUATE AND REVISE) PADA
PEMBELAJARAN MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA DI KELAS V SDIT UKHUWAH ISLAMIYAH
YOGYAKARTA
A. Pelaksanaan
observasi
1. Peneliti
melakukan observasi pada SDIT Ukhuwah Islamiyah Yogyakarta pada bulan Januari
dan Februari 2013.
2. Kegiatan
observasi yang dilakukan peneliti dilakukan berulang kali sampai peneliti
menemukan banyak bukti yang dianggap telah memenuhi syarat untuk dijadikan data
dan dokumen.
3. Selama
observasi dilakukan maka peneliti mencatat, merangkum, dan mendeskripsikan
hasil observasi.
4. Peneliti
juga akan menggunakan lembar observasi ketika peneliti melakukan pengamatan.
5. Peneliti
membuat kesimpulan dari hasil observasi yang telah dilakukan.
B. Sasaran
observasi
1. Sasaran
pengamatan secara umum adalah Kepala Sekolah, guru yang mengajar mata pelajaran
Bahasa Indonesia kelas 5, dan beberapa siswa kelas 5.
2. Lokasi
observasi penelitian bertempat di SDIT Ukhuwah Islamiyah Yogyakarta.
3. Fasilitas
sekolah dalam menunjang kegiatan pembelajaran:
a. Media
pembelajaran.
b. Ruang
perpustakaan.
c. Laboratorium
komputer.
4. Aktivitas
Kepala Sekolah, guru, dan siswa yang ada di SDIT Ukhuwah Islamiyah Yogyakarta
mencakup:
a. Kehadiran
Kepala Sekolah, guru, dan siswa.
b. Interaksi
Kepala Sekolah dengan guru dan siswa dalam kegiatan pembelajaran.
c. Interaksi
Kepala Sekolah dengan guru dalam kegiatan pembelajaran.
d. Interaksi
Kepala Sekolah dengan siswa dalam kegiatan pembelajaran.
e. Interaksi
guru dan siswa dalam kegiatan pembelajaran.
f. Penggunaan
media oleh guru dalam kegiatan pembelajaran.
g. Penggunaan
media oleh siswa dalam kegiatan pembelajaran.
C. Tahapan
observasi
1. Observasi
deskripsi
Dilakukan pada tahap awal penelitian saat peneliti mengidentifikasi
subyek penelitian, yaitu: aktivitas Kepala Sekolah, guru, dan beberapa siswa
kelas 5. Peneliti juga memperhatikan semua aspek yang berhubungan dengan desain
pembelajaran dalam pembelajaran Bahasa Indonesia kelas V di SDIT Ukhuwah
Islamiyah Yogyakarta.
2. Observasi
terpusat
Observasi dilakukan tertuju dan mengarah langsung
terhadap orang yang diamati yaitu guru yang mengajar mata pelajaran Bahasa
Indonesia kelas 5. Guru tersebut diamati untuk mengetahui perilaku dalam
mendesain pembelajaran dan melakukan kegiatan empat aspek dalam pembelajaran
Bahasa Indonesia yaitu: mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.
3. Observasi
selektif
Observasi dilakukan secara teliti
dan cermat dalam memilih data yang lebih spesifik. Observasi juga dilakukan
untuk menentukan data yang paling relevan dengan masalah penelitian.
Subscribe to:
Posts (Atom)