Thursday, February 23, 2012

1. Wanita yang solehah (baik) itu lebih baik daripada 70 orang pria yang soleh.

2. Barang siapa yang menggembirakan anak perempuannya, derajatnya seumpama orang yang sentiasa menangis kerana takutkan Allah S.W.T. dan orang yang takutkan Allah S.W.T. akan diharamkan api neraka ke atas tubuhnya.

3. Barang siapa yang membawa hadiah (barang makanan dari pasar ke rumah) lalu diberikan kepada keluarganya, maka pahalanya seperti bersedekah.

4. Hendaklah mendahulukan anak perempuan daripada anak pria. Maka barang siapa yang menyukakan anak perempuan seolah- olah dia memerdekakan anak Nabi Ismail A.S.”\

5. Wanita yang tinggal bersama anak-anaknya akan tinggal bersama aku (Rasulullah S.A.W.) di dalam syurga.

6. Barang siapa mempunyai tiga anak perempuan atau tiga saudara perempuan atau dua anak perempuan atau dua saudara perempuan, lalu dia bersikap ihsan dalam pergaulan dengan mereka dan mendidik mereka dengan penuh rasa takwa serta bertanggungjawab, maka baginya adalah syurga.

7. Daripada Aisyah r.a. “Barang siapa yang diuji dengan se Suatu daripada anak-anak perempuannya, lalu dia berbuat baik kepada mereka, maka mereka akan menjadi penghalang baginya daripada api neraka.

8. Wanita yang taat berkhidmat kepada suaminya akan tertutup pintu-pintu neraka dan terbuka pintu-pintu syurga. Masuklah dari mana-mana pintu yang dia kehendaki dengan tidak dihisab.

11. Wanita yang taat akan suaminya, semua ikan-ikan di laut, burung di udara, malaikat di langit, matahari dan bulan, semuanya beristighfar baginya selama mana dia taat kepada suaminya dan direkannya (serta menjaga sembahyang dan puasanya).
13. Perempuan apabila sembahyang lima waktu, puasa bulan Ramadan, memelihara kehormatannya serta taat akan suaminya, masuklah dia dari pintu syurga mana sahaja yang dia kehendaki.

14. Tiap perempuan yang menolong suaminya dalam urusan agama, maka Allah S.W.T. memasukkan dia ke dalam syurga lebih dahulu daripada suaminya (10,000 tahun).

20. Seorang wanita solehah adalah lebih baik daripada 70 orang wali.

21. Seorang wanita yang jahat adalah lebih buruk dari pada 1,000 pria yang jahat.

22. Rakaat solat dari wanita yang hamil adalah lebih baik daripada 80 rakaat solat wanita yang tidak hamil.

23. Wanita yang memberi minum air susu ibu (asi) kepada anaknya daripada badannya (susu badannya sendiri) akan dapat satu pahala dari pada tiap-tiap titik susu yang diberikannya.

24. Wanita yang melayani dengan baik suami yang pulang ke rumah di dalam keadaan letih akan mendapat pahala jihad

25. Wanita yang melihat suaminya dengan kasih sayang dan suami yang melihat isterinya dengan kasih sayang akan dipandang Allah dengan penuh rahmat.

26. Wanita yang menyebabkan suaminya keluar dan berjuang ke jalan Allah dan kemudian menjaga adab rumah tangganya akan masuk syurga 500 tahun lebih awal daripada suaminya, akan menjadi ketua 70,000 malaikat dan bidadari dan wanita itu akan dimandikan di dalam syurga, dan menunggu suaminya dengan menunggang kuda yang dibuat daripada yakut.

27. Wanita yang tidak cukup tidur pada malam hari kerana menjaga anak yang sakit akan diampunkan oleh Allah akan seluruh dosanya dan bila dia hiburkan hati anaknya Allah memberi 12 tahun pahala ibadat.

28. Wanita yang memerah susu binatang dengan “bismillah” akan didoakan oleh binatang itu dengan doa keberkatan.

29. Wanita yang menguli tepung gandum dengan “bismillah”, Allah akan berkatkan rezekinya.

30. Wanita yang menyapu lantai dengan berzikir akan mendapat pahala seperti meyapu lantai di baitullah.

Saturday, February 18, 2012

Agar Anak Taat Pada Aturan


Anak-anak yang tidak taat aturan disebabkan setidaknya beberapa faktor besar dan jika Anda menginginkan anak taat aturan, atasai penyebab-penyebabnya ini.

1.  Aturannya berlebihan, terlalu tinggi, tidak sesuai usia anak

Contoh, melatih anak batita untuk membereskan mainan setelah bermain adalah positif. Tetapi menetapkan aturan membereskan mainan sebagai kewajiban untuk anak batita adalah berlebihan. Sebab, mereka belum dapat memahami abstraksi dari tanggung jawab. sedangkan konsep berpikir mereka masih konkrit dan sederhana. Melatihnya boleh, tapi memaksanya untuk membereskan mainan sebagai sebuah aturan adalah berlebihan.

Atau contoh lain, meminta anak balita untuk sabar, padahal telah menunggu orangtua 2 jam ngobrol dengan temannya, tanpa balita ini melakukan kegiatan apapun juga berlebihan. Rentang pikiran dan waktu anak-anak balita sangat pendek. Maka adalah hal yang normal jika anak balita cepat bosan atau merasa pusing, capek, dan akhirnya rewel jika harus “nungguin” orangtuanya yang ngobrol dengan temannya selama 2 jam atau lebih tanpa melakukan kegiatan apapun.

Hal lainnya, kadang, sebagian orangtua makin sulit mengendalikan anak karena orangtua terus berfokus pada perilaku anak bukan pada kebutuhan anak. Saat anak rewel, sebagian orangtua terus-terus berusaha berkata “jangan rewel terus dong” dan bukan mencari sebab mengapa anak rewel?  Apa sih yang anak butuhkan sehingga dia jadi rewel?

2. Tidak Melibatkan Anak

Ini hukum universal dari pengambilan keputusan: seseorang akan lebih benergi jika dia melaksanakan keputusan yang dibuatnya sendiri. Seseorang akan sangat sulit memerangi keputusan yang dibuatnya sendiri.

Pun demikian anak-anak, pada saat anak sudah dapat diajak bicara, batasan-batsan, aturan-aturan, konsekuensi dan seterusnya yang terbaik adalah yang melibatkan anak dalam pengambilan keputusan tersebut. Anak akan lebih bertenaga melakukannya. Anak akan malu jika tidak melakukannya. Anak akan lebih terpacu melakukannya. Lihat surat As-Shoffat seperti yang jelaskan dalam Pelatihan Orangtua PSPA tentang karunia Shoffat.

Mengajak anak bicara tidak berarti kita menuruti semua yang anak inginkan. Mengajak anak bicara berarti membuka ruang ide dari anak yang rasional dan penerimaan lebih mudah untuk anak. “Menyimpan handuk itu pada tempatnya. Jika tidak pada tempatnya, handuk itu bisa cepat kotor, lembab dan akhirnya jamuran. Yang rugi kamu sendiri kan? Coba kasih tau Mama, apa yang ingin kamu lakukan agar kamu selalu ingat untuk menyimpan handuk pada tempatnya?”

Mengajak anak bicara berarti mencari solusi-solusi konkrit dan solutif untuk menyelesaikan masalah-masalah dari perilaku anak sebelum mengedepankan hukuman-hukuman.

Atau contoh lain “Kalau mama lagi di Supermarket, kadang Mama harus memilih belanjaan yang banyak jadi butuh waktu banyak. Kalau kamu ikut Mama ke supermarket, berarti kamu harus menunggu. Nah biar kamu tidak bosan saat menunggu, kasih tau mama, ada ide tidak biar kamu tidak bosan”.

3.  Tidak disertai konsekuensi

Setiap aturan agar ditaati membutuhkan konsekuensi. Aturan tanpa konsekuensi, bagaikan macam tanpa gigi. Aturannya sudah dibuat, tapi tanpa disertai konsekuensi, ya tidak punya kekuatan apapun. Misalnya, membatasi anak nonton tv 2 jam sehari. Lalu tidak ada konsekuensi apapun jika anak melebihi batas yang sudah ditentukan? Apa yang kira-kira terjadi. Anak-anak akan terus melanggarnya. Bahkan ada konsekuensi saja dilanggar, apalagi tanpa ada konsekuensi.

Jika tidak ada konsekuensi, saat anak melanggar batas nonton tv, apa yang akan orangtua lakukan? Ngomel lagi, lagi dan lagi. “Harus berapa kali mama bilang, nonton tv itu nggak boleh lama-lama!” atau “Kamu dengar nggak sih mama ngomong?” atau “kenapa sih kalian nggan patuh sama aturan yang mama buat?”

Berbeda jika ada konsekuensi, meski tidak otomatis membuat anak langsung taat (karena bergantung konsistensi kita orangtua), maka anak akan merasa kerugian jika mereka mencoba melanggarnya. Nonton tv boleh, batasannya 2 jam, itu aturan. Konsekuensinya misalnya, yang melanggar batasan, melebihi 1 menit saja dari waktu yang sudah ditentukan, maka hak nonton tvnya dicabut selama 2 hari. Ini memiliiki perbedaan dengan aturan yang tidak memiliki konsekuensi sama sekali.

Contoh lain, anak berleha-leha bangun, malas-malasan bangun. Sudahkah ditentukan aturan paling lambat jam berapa bangun? Lalu bagaimana pula cara membangunkan anak? Jika membangunkan anak dengan teriakan, kepusingan, ketergesa-gesaan, tekanan, itu hanya akan membuat anak tertekan dan akibatnya malah pusing dan tambah rewel. Tapi berbeda jika membangunkan anak dengan cara yang membuat dia exciting bangun: didengarkan musik, bunyi-bunyian yang menyenangkan, didengarkan suara-suara Qur’an, diajak bicara, ngobrol tentang kesukaannya, dst. Lalu dilengkapi dengan ketegasan, konsekuensi-konsekuensi jika bangun melebihi jam sekian. Dst..

4. Inkonsisten

Ketidakpercayaan akan menyulitkan seseorang untuk melaksanakan apa yang diminta. Orangtua yang berbohong pada anak, orangtua yang inkar janji pada anak adalah orangtua-orangtua yang tidak akan pernah mudah lagi dipercaya anak perkataannya.

Orangtua yang melegalkan bohong dan inkar janji pada anak adalah orangtua yang tidak konsisten antara perkataan dan perbuatannya.  Bagaimana mungkin akan mempercayai dan mematuhi orangtua sementara perkataan orangtua sendiri tidak bisa dipegang?

Kata siapa berbohong pada anak itu boleh dan legal (tidak dosa?). Ulama mana yang menyebutkan berbohong dan inkar janji pada anak itu adalah hal yang mubah atau diperbolehkah? Tak satu pun bukan?

Perilaku tidak konsisten orangtua dimulai dari hal sepele seperti saat anak ingin beli mainan waktu berkunjung ke supermarket, lalu orangtua menolaknya. Saat ditolak orangtua, apakah anak-anak akan langsung nurut begitu saja? Tidak dong! Ia akan mencoba “berikhtiar” untuk terus mewujudkan keinginannya. Ikhtiar anak yang paling minimum adalah memasang muka cemberut, merengek dan menangis.

Lalu apa yang orangtua lakukan saat anak cemberut, merengek dan menangis? Jika orangtua memberikan apa yang diminta anak padahal tadi menolaknya “ya sudah sekarang boleh, nanti lagi nggak boleh kayak gitu. Kalau nanti seperti itu lagi, mama tinggal lho!”

Apakah di masa yang akan datang perkataan orangtua seperti itu membuat anak tidak akan mengulanginya lagi? Dijamin 100% justru orangtua sendiri yang mengundang anak mengulanginya lagi, lagi dan lagi. Bahkan saat di waktu lain orangtua berusaha konsisten, justru anak menambah “kualitas ikhtiar” untuk mewujudkan keinginannya, tidak hanya menangis tapi juga: berteriak, melengking, selonjoran di lantai, guling-guling, melempar barang, memukul orangtua. Dan ketika orangtua tidak tahan akhirnya orangtua mengatasinya dengan dua cara shortcut: mencubit anak hingga berhenti atau memenuhi keinginan anak yang tadi ditolaknya (lagi).

Mencubit anak mungkin berbahaya, tapi tahukah parents, justru yang kedua: memenuhi keinginan anak yang tadinya kita tolak, justru jauh lebih berbahaya! Sejak saat itu, anak tidak mudah lagi bisa mempercayai apapun yang dikeluarkan oleh lisan orangtuanya. Akhirnya mengundang upaya orangtua lebih keras. Akhirnya orangtua pun dipancing untuk melakukan tindakan lebih keras: semakin sering membentak, semakin sering mengancam anak dan semakin sering menghukum anak.

Karena pengalaman anak yang seperti ini pula, tidak jarang saya menemukan kejadian, seorang guru di sekolah lebih sulit mengendalikan anaknya sendiri yang di sekolah tempat dia mengajar dibandingkan mengendalikan anak lain. Atau seorang ustadz/ustadzah yang mengajar ngaji, lebih mudah mengendalikan santrinya yang lain dibandingkan anaknya sendiri.  

Atau kalau pun Anda bukan guru, sebagian anak yang orangtuanya bukan guru, justru lebih mempercayai gurunya sendiri dibandingkan orangtuanya. Pernahkah Anda mendengar orangtua yang menakuti-nakuti anaknya karena tidak nurut dengan perkataan semacam ini “Mama bilangin lho sama Bu Guru, kalau kamu nggak mau mandi?” Dan sekonyong-konyong ada anak yang langsung nurut begitu saja ketika orangtua ‘menjual’ gurunya agar anak nurut.  

Mengapa ada anak yang lebih menuruti perkataan gurunya daripada orangtuanya? Ya penyebab terbesar adalah bahwa gurunya memang punya kredibilitas lebih dibandingkan orangtuanya. Bukan soal kredibilitas kompetensi ilmu, bukan, bukan itu. Tapi lebih kepada kredibilitas konsistensi antara perkataan dan perbuatan. Anak-anak yang lebih mudah nurut gurunya daripada orangtuanya pastila anak-anak yang memiliki pengalaman inkonsisten sebelumnya dengan orangtuanya.

Jika Anda seorang guru, maka jika sudah ‘terlanjur’ anak punya pengalaman inkonsisten dengan orangtuanya, usul Abah, adalah hal lebih baik jika kemudian anak kita ‘dimutasi’ di sekolah lain atau di tempat lain. Jika Anda orangtua yang mengalami kejadian anak yang lebih nurut gurunya, saatnya untuk introspeksi. Anda harus merasakakan “sakit hati” dalam artian positif. Dalam artian bagaimana caranya anak justru harus mulai lagi nurut dan percaya dengan orangtuanya dibandingkan dengan siapapun.

Mulai hari ini jangan pernah lagi berbohong pada anak. Jangan sembarangan mengumbar janji untuk sekadar meredakan kerewelan anak jika Anda tidak berniat benar-benar mewujudkan janji itu.

5. Ketidaktegasan

Aturan dan batasan sudah disepakati, konsekuensi sudah disiapkan dan orangtua pun tak pernah berbohong dan inkar janji. Apakah anak langsung nurut begitu saja saat orangtua berusaha menghentikkan perbuatan buruk anak melalui nasihat dan perkataan?

Modal besar agar anak-anak kita dapat taat aturan dan batasan-batasan terhadap nilai-nilai yang kita anut di keluar agalah: ketegasan! ? Tanpa ketegasan, aturan hanya semacam formalitas semata. Terlalu banyak Peraturan Daerah (perda) hanya sampai diputuskan, tapi berapa banyak yang dilaksanakan?

Sebagai contoh banyak kota besar di Indonesia punya perda larangan merokok di tempat umum. Jakarta, Bandung, dst. Silahkan Anda tunjukkan kepada saya, mana yang dilaksanakan? Ketika tidak disediakan perangkat untuk menegakkan perda itu, maka tidak akan pernah ketegasan. Ketika tidak ada ketegasan, maka jangan harap masyarakat mau melaksanakan.

Saya sering bertanya kepada peserta seminar dan pelatihan yang sering saya lakukan dan akan saya tanya juga kepada Anda: menurut Anda, sebagian besar orang disiplin atau tidak? Berlalu lintas, membuang sampah, atau perilaku-perilaku yang berhubungan kepentingan publik lainnya sejenis ini?

Terserah Anda, tidak tahu bagaimana pendapat Anda. Yang jelas, ketika saya tanyakan ini kepada ribuan orang. Jawaban hampir 100% dari mereka adalah: sebagian besar orang Indonesia tidak disiplin!

Saya tidak setuju dengan pendapat ini. Menurut saya, Anda boleh tidak setuju tentu, sebagian besar orang Indonesia sangat disiplin. Tapi, ada tapinya, ketika berada di Jepang, ketika orang Indonesia berada di Singapura. Hehehe.

Ih maafkan saya jika dianggap tidak serius. Tapi sungguh saya serius. Mengapa ini terjadi? Mengapa orang Indonesia jika di luar negeri justru jadi bisa disiplin? Di sana ada aturan? Di Indonesia memang tidak ada? Di luar negeri ada konsekuensi? Memangnya setiap undang-undang dan perda yang dibuat di Indonesia tidak disediakan konsekuensinya? Ada lho! Budaya dan lingkungan orang luar negeri sudah bagus? Lho yang membentuk budaya dan situasi lingkungan itu siapa sih? Jadi kita menunggu kita sendiri dibentuk budaya dan lingkungan yang lagi tren? 

Ya sudahlah, saya tak mau bicara soal yang muluk-muluk ngurus negara. Saya hanya mau memberi contoh saja untuk kita gunakan untuk menguru keluarga. Tanpa ketegasan orangtua tidak mungkin dipatuhi anak. Tapi ketegasan tidaklah sama dengan kekerasan, ketegasan tidaklah sama dengan banyak ngomong.

Penyakit orangtua saat anak berbuat buruk adalah banyak ngomong, banyak bicara dan akhirnya jadi banyak emosi. Pertanyaan seberapa efektif omongan dan nasihat akan didengarkan anak untuk menghentikkan perbuatan buruk mereka?

Justru yang terjadi adalah, jika kita hanya ngomong doang, energi kita akan terkuras dan kita jadi stress sendiri karena memang kenyataannya hanya kurang dari 10% anak2 saat berbuat buruk lalu dihentikan dengan omongan akan berhenti. Akibatnya, banyak orangtua terus-terusan ngomelin anak "harus berapa kali sih mama bilang?! kamu denger gak sih? Nyimpen sepatu itu pada tempatnya!"

Dan mungkin, karena banyak ngomong, kita akan menyesal dengan omongan-omongan kita. Sebab saat tengah emosi, omongan kita akan kemana-mana.

Jadi apa yang harus dilakukan? Banyak bertindak, dan bukan banyak ngomong! Saat anak berbuat buruk rumusnya adalah banyak bertindak dan bukan banyak bicara. Sebaliknya, saat anak beruat baik, banyak bicara adalah positif.

Tindakan seperti apa? Berikan aturan yang jelas dan berikan konsekuensi yang jelas lalu tegakkan! Tegakkan aturan berarti, Anda tega, tegas, istiqomah dan konsisten dan tidak terpengaruh dengan tangisan, kerewelan, rajukan, intimidasi anak saat anak mencoba menegakkan aturan itu. 

Ketika kita menegakkan aturan,  tidak ada istilah “cinta damai”, jika melanggar bisa damai! Dengan sogokan dan lain-lain. Pun demikian juga pada anak "kamu setuju tidak hukuman yang mama berikan?" Meski anak menolak, jika sudah di awal dikomunikasikan, disosialisasikan, maka tegakkan! Karena itu ketegasan berarti penerapan konsekuensi tidaklah bergantung pada penolakan atau persetujuan anak.

Mana ada anak yang mau dihukum? jangankan anak, tidak ada satu pun manusia dewasa yang mau dihukum. Ketika polisi menilang orang yang melanggar lalu lintas tidak mungkin polisi memberi penawarn semacam ini "Anda ikhlas saya tilang?" atau ketika penjahat dipenjara pengadilan gak mungkin meminta persetujuan penjahat untuk memenjarakan dia. Atau Tuhan kita saat di pengadilan akhirat kelak, akankah berkata pada kita “bagaimana manusia, apakah kalian bersedia dimasukkan ke neraka?”

Karena itu, saat anak menolak diberikan hukuman tentu saja adalah hal yang normal. Tak ada satu pun anak yang mau menerima denga ikhlas dihukum sebagaimana kita tak ada satu pun yang mau ikhlas membayar denda tilang, dst. Tapi itulah fungsi kita orangtua untuk menegakkan rule of the games di keluarga. Fungsi rule kadang memang harus memaksa meski tidak semuanya dengan cara memaksa. Karena itu, ketika anak menolak, penerapan konsekuensi sama sekali tidak bergantung dari disetujui atau ditolak anak. Ketika kita menerapkan “no go outside” karena anak melanggar sebuah kesepakatan, ya kunci pintu rumahnya, meski anak menangis, menolak, ya biarkan. 

Ketika kita menerapkan no watching tv, ya matikan tv, sita kabelnya meskipun anak sampe meraung, bahkan menghancurkan tv tetap tidak ada tv. Cuma klo sudah merugikan penolakannya, seperti sampai merusak tv, anak harus diberikan konsekuensi tambahan lebih berat.

7 (TUJUH) INDIKATOR KEBAHAGIAAN

‎7 (TUJUH) INDIKATOR KEBAHAGIAAN
Ibnu Abbas ra menjelaskan, ada 7 (tujuh) indikator kebahagiaan di dunia yaitu:

1). QOLBUN SYAKIRUN, atau hati yg selalu bersyukur,

*Artinya selalu menerima apa adanya (qona'ah), sehingga tidak ada ambisi yg berlebihan, tidak ada stress, inilah nikmat bagi hati yg selalu bersyukur.

2). AL-AZWAJU SHALIHAH, yaitu pasangan hidup yang sholeh.

*Pasangan hidup yg sholeh akan menciptakan suasana rumah dan keluarga yg sholeh pula.

3). AL-AULADUL ABRAR, yaitu anak yg sholeh.

*Do'a anak yg sholeh kepada orang tuanya dijamin dikabulkan Alloh berbahagialah orang tua yg memiliki anak sholeh/sholehah.

4). AL-BIATU SHOLIHAH, yaitu lingkungan yg kondusif untuk iman kita.

*Rasulullah menganjurkan kita utk selalu bergaul dgn orang2 sholeh yg selalu mengajak kepada kebaikan dan mengingatkan bila kita salah.

5). AL-MALUL HALAL, atau harta yang halal.

*Bukan banyaknya harta tapi halalnya harta yg dimiliki. Harta yg halal akan menjauhkan setan dari hati. Hati menjadi bersih, suci dan kokoh sehingga memberi ketenangan dlm hidup. Berbahagialah orang yg selalu dgn teliti menjaga kehalalan hartanya.

6). TAFAKUH FID-DIEN, atau semangat utk memahami agama.

*Dengan belajar ilmu agama, akan semakin cinta kepada agama dan semakin tinggi cintanya kepada Alloh dan Rasulnya. Cinta inilah yg akan memberi cahaya bagi hatinya.

7). UMUR YANG BAROKAH.

*Artinya umur yg semakin tua semakin sholeh, setiap detiknya diisi dgn amal ibadah. Semakin tua semakin rindu utk bertemu dgn Sang Pencipta. Inilah semangat hidup orang2 yg barokah umurnya.
Wallohu A'lam.

Friday, February 17, 2012

Adam idaman hawa


Ini beberapa sifat pria yang biasanya menjadi idaman para sang hawa
1. Percaya Diri
Pede istilah gaulnya, mungkin standar utama yang paling dicari oleh cewek-cewek. Biasanya cowok-cowok yang memiliki rasa percaya diri tinggi selalu memandang cewek tanpa penuh keraguan. Sikap dan cara pandang ini di mata cewek sangat menggairahkan dan meyakinkan. karena ini membuat semua cewek jadi tergila-gila karenanya. Apalagi kalau sang cowok memiliki satu keahlian atau kemahiran, misalnya jago main sepak bola, bulu tangkis dan lain-lain. Di tanggung cewek-cewek akan nguber tuh….
2. Lelaki Lucu
Biasakan untuk selalu tidak menjadi orang yang serius atau gemar bercanda. Karena biasanya cewek tidak mau dekat-dekat dengan cowok tipe seperti ini. Tapi berusaha untuk menjadi cowok penghibur dikala cewek-cewek sedang sedih itu banyak dicari loh…! Biasanya cowok yang suka menghibur dengan cerita-cerita lucu atau film-film lucu yang pernah ditonton berdua, banyak digemari cewek.
3. Romantis
Ini standar utama yang paling banyak harus dipenuhi oleh setiap cowok. Pada dasarnya cewek itu rata-rata menginginkan cowok yang romantis. Harus diingat romantis disini bukan dalam arti nafsu loh. Romantis yang dimaksud disini adalah yang pandai mengambil hati dan bijaksana. Apalagi kalau ditambah sikap penyayang dan penuh perhatian. Wah… pasti ngebet habis deh tuh cewek-cewek !.
4. Bijaksana
Ini yang rada sulit kriterianya, karena beda tipis dengan romantis. Banyak cewek yang sering bermimpi untuk mendapatkan pasangan yang bijaksana dan pandai. Apalagi kalau cowok itu punya posisi dan jabatan yang bagus….. wah impian para cewek tuh. Tipe cowok ini juga biasanya banyak dijadikan impian para cewek, dan cewek-cewek itu sendiri juga pada akhirnya tahu diri kalau mereka belum tentu bisa jadi gebetan tipe cowok seperti ini.
5. Penyayang dan suka Anak-anak
Ada anggapan kalau cowok yang bijaksana adalah cowok yang berpengetahuan luas, dan cenderung menyukai anak-anak. Biasanya banyak cewek tersentuh dengan cowok tipe ini, karena dianggap mampu menjaga diri mereka. Dan satu bukti tipe cowok ini layak dijadikan pendamping karena mampu menjadi suami teladan dan bapak yang penyayang. Benar nggak sih ?
6. Fashionable
Rasanya dominasi gemar berdandan bukan hanya ada pada cewek. Cowok juga loh….. nah pada tipe cowok seperti ini biasanya banyak loh yang suka berdandan…. Cowok yang suka berdandan, stylist dan fashionable biasanya mampu membuat kesan pertama yang baik di mata cewek. Apalagi kalau cowoknya bertubuh harum, bersih dan memiliki tubuh yang terawat rapi. (tsb)

Wednesday, February 8, 2012

Melihat Aurat Ketika Shalat


Selayaknya orang yang shalat berusaha untuk khusyu. Karena khusyu merupakan jantungnya shalat. Karena itu, dia harus menjaga agar selalu khusyu, sehingga shalatnya bisa sempurna.
Beberapa hadis berikut merupakan dalil yang menunjukkan pentingnya upaya menjaga khusyu ketika shalat :
Pertama, hadis riwayat A’isyah radliallahu ‘anha, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallampernah shalat dengan memakai baju yang ada luriknya. Tiba-tiba sekilas beliau melihat motif luriknya. Setelah selesai shalat, beliau bersabda:
اذْهَبُوا بِخَمِيصَتِي هَذِهِ إِلَى أَبِي جَهْمٍ وَأْتُونِي بِأَنْبِجَانِيَّةِ أَبِي جَهْمٍ ، فَإِنَّهَا أَلْهَتْنِي آنِفًا عَنْ صَلَاتِي
“Kembalikan bajuku ini kepada Abu Jahm, dan berikan aku baju Ambijaniyah. Karena baju ini telah mengganggu konsntrasiku ketika shalat” (HR. Bukhari & Muslim)
Disebutkan dalam riwayat yang lain, dari A’isyah bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda:
كُنْتُ أَنْظُرُ إِلَى عَلَمِهَا وَأَنَا فِي الصَّلَاةِ فَأَخَافُ أَنْ تَفْتِنَنِي
“Saya melihat motif baju ini ketika shalat, dan saya khawatir baju ini akan selalu menggangguku” (HR. Bukhari & Muslim)
Kedua, hadis dari Ibnu Mas’ud radliallahu ‘anhu, beliau mengatakan: Saya pernah memberi salam kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau shalat. Beliau-pun menjawab salam kepadaku (dengan isyarat). Setelah berselang beberapa hari, kami pulang dari negeri Habasyah, aku memberi kepada beliau ketika shalat, namun beliau tidak menjawabnya. Kemudian beliau bersabda:
إِنَّ فِي الصَّلَاةِ لَشُغْلًا
“Sesungguhnya dalam shalat, isinya hanyalah kesibukan” (HR. Bukhari & Muslim)
An-Nawawi mengatakan:
Makna sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah bahwa orang yang shalat, tugasnya hanyalah menyibukkan diri dengan shalatnya. Dia merenungi apa yang dia baca dan tidak mempedulikan yang lainnya. (Syarh Shahih Muslim, 5/27)
Terkait kasus seseorang yang melihat aurat istrinya ketika shalat, atau melihat istri memakai pakaian dalaman sementara dia sedang shalat, bisa dipastikan akan mengganggu shalatnya. Sementara status shalatnya dapat dirinci sebagai berikut:
Pertama, jika dia melihatnya secara tiba-tiba, di luar kesengajaan, dan tidak keterusan, kemudian dia berusaha menundukkan pandangannya dan kembali menjaga kekhusyuan shalatnya maka tidak ada masalah dengan ibadahnya. Karena dia tidak sengaja melihatnya.
Kedua, orang tersebut melihatnya dengan sengaja dan bahkan terus memandang, hukum minimal untuk kasus ini adalah makruh. Karena perbuatan semacam ini bisa dipastikan akan membangkitkan syahwat, mengganggu shalatnya, dan menghilangkan rasa khusyu, yang merupakan ruh shalat.
Allahu a’lam

Nasihat, Teguran, dan Pelajaran

Nasihat, Teguran, dan Pelajaran

[1] Istighfar Palsu

Yahya bin Mu’adz Ar-Razi rahimahullah berkata, “Betapa banyak orang yang beristighfar namun dimurkai. Dan betapa banyak orang yang diam namun dirahmati.” Kemudian beliau menjelaskan,“Orang ini beristighfar akan tetapi hatinya diliputi kefajiran atau dosa. Adapun orang itu diam, namun hatinya senantiasa berdzikir.” (Al-Muntakhab min Kitab az-Zuhd wa ar-Raqaa’iq, karya al-Khathib al-Baghdadi, Hal. 69)

[2] Niat Menimba Ilmu

Abu Abdillah Ar-Rudzabari rahimahullah berkata, “Barangsiapa yang berangkat menimba ilmu sementara yang dia inginkan semata-mata ilmu, maka ilmunya tidak akan bermanfaat baginya. Dan barangsiapa yang berangkat menimba ilmu dalam rangka mengamalkan ilmu, niscaya ilmu yang sedikit pun akan bermanfaat baginya.” (Al-Muntakhab min Kitab az-Zuhd wa ar-Raqaa’iq, Hal. 71)

[3] Guru Terbaik

Yusuf bin Al-Husein menceritakan, Aku bertanya kepada Dzun Nun tatkala perpisahanku dengannya,“Kepada siapakah aku duduk/berteman dan belajar?”. Beliau menjawab, “Hendaknya kamu duduk bersama orang yang dengan melihatnya akan mengingatkan dirimu kepada Allah. Kamu memiliki rasa segan kepadanya di dalam hatimu. Orang yang pembicaraannya bisa menambah ilmumu. Orang yang tingkah lakunya membuatmu semakin zuhud kepada dunia. Bahkan, kamu pun tidak mau bermaksiat kepada Allah selama kamu sedang berada di sisinya. Dia memberikan nasihat kepadamu dengan perbuatannya, dan tidak menasihatimu dengan ucapannya semata.” (Al-Muntakhab min Kitab az-Zuhd wa ar-Raqaa’iq, Hal. 71-72)

[4] Rusaknya Hati

Muhammad bin Ya’qub rahimahullah berkata, “Suatu saat aku mendengar Al-Junaid ditanya mengenai hati, ‘faktor apa yang merusak hati seorang pemuda?” Maka beliau menjawab, “Rasa tamak atau hawa nafsu dan ambisi.” Lalu beliau ditanya, “Lantas apa yang bisa memperbaiki keadaannya?” Beliau menjawab,“Sikap wara’ atau menjaga diri dari yang diharamkan.” (Al-Muntakhab min Kitab az-Zuhd wa ar-Raqaa’iq, Hal. 72)

[5] Kenali Dirimu!

Suatu saat ada seorang lelaki berkata kepada Malik bin Dinar, “Wahai orang yang riya’!”. Maka beliau menjawab, “Sejak kapan kamu mengenal namaku? Tidak ada yang mengenal namaku selain kamu.” (Al-Muntakhab min Kitab az-Zuhd wa ar-Raqaa’iq, Hal. 93)

Beliau tidak menyalahkan seseorang yang merendahkannya denga menyebutnya sebagai pelaku riya’, padahal beliau adalah seorang ulama generasi tabi’in yang terkenal akan keshalehannya. Demikianlah keadaan orang shaleh, mereka merasa bahwa mereka adalah orang yang penuh dosa. Hati mereka begitu lembut dan suci sehingga setitik dosa pun begitu terasa. Demikian juga Rasulullah, beliau bertaubat kepada Allah 100 kali dalam sehari. Berbeda dengan seseorang yang memiliki hati yang gelap, dosa besar pun tetap membuatnya tersenyum dan berbangga.

[6] Antara Wajah dan Perbuatan

Sebagian orang bijak mengatakan, “Semestinya bagi orang yang berakal untuk senantiasa memperhatikan wajahnya di depan cermin. Apabila wajahnya bagus maka janganlah dia perburuk dengan perbuatan jelek. Dan apabila wajahnya jelek maka janganlah dia mengumpulkan dua kejelekan di dalam dirinya.” (Al-Muntakhab min Kitab az-Zuhd wa ar-Raqaa’iq, Hal. 105)

Dan Simak Nasihat, Teguran, dan Pelajaran lainya di: http://bit.ly/yhT0v2

Monday, February 6, 2012

doa terburu-buru

Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam bersabda: “Doa salah seorang daripada kamu akan diperkenankan oleh Allah asalkan dia tidak terburu-buru lalu ia mengatakan: Aku telah berdoa, tetapi doaku belum diperkenankan." (Hadis riwayat al-Bukhari dan Muslim).

Tidak selayaknya bagi seorang muslim yang menginginkan suatu hajat hanya dengan menggantungkan hasilnya pada usaha yang telah dilakukannya. Karena itulah Allah SWT memerintahkan kepada manusia untuk berdoa dan memohon kepada-Nya. Pintu doa yang diberikan Allah SWT tidak terhingga luasnya selama hamba-Nya mau untuk berdoa.

Namun tidak jarang, jika di antara kita yang melupakan sebuah hal penting dalam berdoa; keyakinan bahwa Allah SWT akan mengabulkan doa setiap hambanya. Dengan begitu timbul lah sikap tergesa-gesa dan berputus asa ketika keinginan kita belum terkabulkan. Keadaan yang demikian telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW untuk seseorang yang terburu-buru berkata: "Aku telah berdoa, tetapi doaku belum diperkenankan."

Seringkali kalimat seperti itu terucap dari mulut kita tanpa kita sadari. Kita tidak yakin bahwa Allah SWT akan mengabulkan setiap doa kita. Sikap seperti itu merupakan salah satu bentuk prasangka buruk kepada Allah SWT –na'udzubillah min dzalik.

Dalam sebuah Hadis Qudsi riwayat Ibnu Majah, Allah SWT berfirman yang artinya: "Aku sesuai dengan prasangka hamba-Ku…" Jika seorang hamba yakin dan berprasangka baik bahwa Allah SWT akan mengabulkan doanya maka demikianlah hasilnya seperti yang telah dijanjikan Allah SWT. Namun sebaliknya, jika hamba tersebut tergesa-gesa menilai bahwa Allah SWT belum juga mengabulkan doanya maka hal tersebut dapat menjadi penghalang sebuah permohonan untuk terkabul.

Keyakinan kita bahwa Allah SWT akan mengabulkan permohonan kita harus ditanamkan dengan kuat ketika kita berdoa. Tidak hanya itu, ketika keyakinan tersebut terasa melemah maka seyogyanya kita selalu memperbaruinya.

Jika keyakinan kita itu terjaga dengan baik maka akan muncul kesabaran untuk tidak tergesa-gesa menvonis keputusan Allah SWT secara negatif. Kesabaran ketika berdoa dan memohon sesuatu kepada Allah SWT inilah yang tersirat dalam sabda Nabi Shalallahu alaihi wa sallam di awal tulisan ini. 

Nabi Musa dan Nabi Harun yang berdoa agar Firaun diruntuhkan, menunggu selama 40 tahun hingga dikabulkan oleh Allah SWT. Seorang Nabi yang diutus oleh Allah SWT saja harus bersabar hingga Allah SWT berkehendak atas doanya. Maka tidak selayaknya kita menginginkan doa kita terkabul seketika. Tugas manusia hanyalah berusaha dan berdoa sedangkan segala keputusan mutlak milik Allah SWT. Sebagaimana manusia dan semesta ini hanyalah milik-Nya.

Dari Hadis Rasulullah SAW dan Hadis Qudsi tersebut di atas, kita dapat mengambil setidaknya dua pesan penting ketika kita memohon kepada Allah SWT. Yang pertama adalah tidak berputus asa dengan rahmat Allah SWT dan yang kedua tidak terburu memberikan persangkaan negatif pada Allah SWT. Allahu 'a'lam bisshawab.

Wednesday, February 1, 2012

Kriteria Wanita Shalihah

Wanita shalihah menjaga kecantikan dirinya agar tidak menjadi fitnah bagi orang lain. Ia mampu memelihara rasa malu sehingga segala tutur kata dan tindak tanduknya selalu terkontrol. Wanita shalihah terlihat dari perbuatannya selalu berusaha sesuai dengan syariat Islam, yaitu sesuai Al Qur’an dan hadits nabi. Al-Quran surat An-Nur: 30-31, Allah SWT memberikan gambaran wanita shalihah sebagai wanita yang senantiasa mampu menjaga pandangannya dan menutup auratnya.
“… Maka wanita shalihah ialah yang taat kepada Allah serta memelihara diri ketika suaminya tidak ada. Oleh karena Allah telah memelihara (mereka) …” (QS. An-Nisa’: 34)
Wanita shalihah akan terus berusaha menjaga kehormatan diri dan keluarga serta memelihara farji-nya,
Wanita shalihah adalah wanita yang mampu memelihara rasa malu, malu kepada Allah jika melanggar  aturan-aturan Allah dalam Al-Qur’an terutama saat ini seakan akan manusia selalu mengejar model pakaian tanpa menghiraukan apakah modelnya sudah sesuai dengan syariat Islam atau tidak. Wahai saudari-saudariku yang cantik, yang manis, malulah kepada Allah dan jangan mempermalukan dirimu sendiri atau menzhalimi diri sendiri, jika sudah paham bahwa menutup aurat, taat kepada suami, orang tua  maka jangan pernah merasa malu untuk melaksanakannya sebab itu jalan menuju syurga Allah SWT.
Banyak wanita bisa menjadi sukses, tetapi tidak semua bisa menjadi shalihah, bahkan wanita bisa menjadi fitnah terbesar bagi kaum laki-laki, yang membuat laki-laki semakin menjauh dari Allah dan menyeret mereka ke jurang neraka jahannam, na’u dzubillahi min dzaaliik. Begitu pula dengan sebaliknya banyak lelaki yang bisa sukses tetapi tidak semua bisa menjadi lelaki shalih.
Sekarang para ikhwan, jika ingin memilih wanita untuk dijadikan sebagai pasangan hidup makan pilihlah sesuai dengan wasiat Rasulullah dalam sabdanya:
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam berwasiat untuk memilih wanita yang memiliki dien (agama) yang baik sebagai ukuran keshalihan seorang wanita. Bukan kecantikan, kedudukan, atau hartanya.
Wahai para Ikhwan ataupun akhwat ketahuilah bahwa wanita yang menjadi idaman seorang ikhwan adalah, wanita yang berkriteria seperti berikut:
Dari Abu Hurairah Rhodiyalloohu ‘Anhu bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Wanita dinikahi karena empat hal: karena hartanya, kedudukannya, kecantikannya, dan karena dien (agama)-nya. Maka pilihlah yang memiliki dien (Agama) maka engkau akan beruntung.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Nah… bagi ikhwan yang sedang dalam pencarian pasangan hidup tidak usah bimbang, bingung, mau jadi orang yang beruntung…? Pilihlah seperti yang diwasiatkan Rasulullah di atas, insya Allah itulah yang terbaik.
Dan bagi Akhwat yang disayangi oleh Allah mau jadi wanita pilihan para Ikhwan maka peliharalah, hiasilah kehidupanmu dengan Syariat Islam senantiasalah Istiqamah menjalankan Agama Allah jangan risau soal jodoh sebab semuanya sudah ditentukan oleh Sang Maha Pencipta, dan jangan terbawa arus model-model kehidupan yang tidak termaktub dalam syariat.
Ketahuilah bahwa Ikhwan sangat menyukai wanita shalihah, bersifat penyayang, perhatian, lemah lembut, cantik, tidak pemarah, dan tentunya memakai jilbab yang syar’i.
Sungguh mulia wanita yang shalihah. Di dunia, ia akan menjadi cahaya bagi keluarganya dan berperan melahirkan generasi dambaan umat.

Gak jelas


Liqo pun dimulai dengan tilawah dan kultum. Tak berapa lama kemudian, Mbak Syifa datang dan memberikan materi tentang sabar.
Tiba-tiba selagi asyik mengetik poin-poin penting dari materi yang disampaikan oleh Mbak Syifa, HP yang kupegang bergetar. Ada sms masuk. Dari Ka Mia rupanya, padahal kami duduk bersebelahan.
“Dhir, aku mau lanjutin cerita yang tadi, bada liqo, bisa ga? Tapi khawatir dirimu pulang kemaleman…”
Secepat kilat, kubalas smsnya: “Insya Allah bisa Ka. Nanti aku pulang naik bajaj, tenang aja… :)”
“Siip klo gitu, nanti kita sambil dinner aja sekalian…”
“Azzzeeekk… ditraktir… hehe… ^_^  …”
“Siip, insya Allah… ^_^  …”
Adzan berkumandang, liqo ditutup sementara untuk shalat Maghrib lebih dulu. Aku tak sabar ingin tahu kelanjutan cerita dari Ka Mia, cerita seorang akhwat yang punya kecenderungan lebih dulu terhadap ikhwan. Jarang-jarang ada yang cerita seperti ini ke aku, patut didengarkan. Ya walau kadang ketika seorang akhwat bercerita tak memerlukan saran, maka cukupkan cerita itu sebagai pelajaran.
Liqo pun dilanjutkan. Setelah diskusi tentang materi, saatnya sharing qhodhoya (masalah) dan evaluasi binaan serta amanah. Hingga akhirnya, tepat adzan Isya berkumandang, liqo pun usai. Kami bercipika cipiki ria sebelum pulang. Sementara yang lain memutuskan untuk pulang, aku memutuskan untuk shalat Isya dulu di masjid, sedangkan Ka Mia yang sedang datang bulan menungguku di teras masjid.
Usai shalat Isya, aku dan Ka Mia mulai menelusuri jalan di sekitar RSCM untuk mencari tempat makan. Akhirnya pilihan tempat makan jatuh pada sebuah rumah makan seafood. Kami memilih menu nasi goreng seafood dan juice strawberry. Sambil menunggu menu yang akan dihidangkan, mulailah cerita tadi sore dilanjutkan.
“Oiya Dhir, tadi sore ceritanya sampai mana ya?” pancing Ka Mia lebih dulu.
“Oohh… tadi itu aku nanya, apa siih yang membuat kakak punya kecenderungan sama ikhwan itu?”
“Hmm.. Ok, aku akan cerita Dhir. Selama ini aku bisa nahan cerita ini, tapi sepertinya hari ini ga bisa kutahan untuk ga cerita ke kamu. Jadi, tolong dijaga ya..”, lagi-lagi senyumnya menyejukkan jiwa.
“Siip ka, tenang aja. Palingan nanti aku minta izin buat nulis tentang ini, itupun kalo kakak ngijinin.. hehe, dengan sedikit penyamaran tentunya. Maklum, penulis, slalu mencuri-curi kesempatan untuk menuliskan pengalaman yang inspiratif..”, jawabku sekenanya.
Ternyata direspon baik oleh Ka Mia, “Boleh banget Dhir, aku percayakan ke kamu deeh..”
Menu yang ditunggu pun datang. Berhubung lapar sangat, aku meminta izin untuk mendengarkan cerita sambil makan. Dan Ka Mia pun memulai ceritanya.
“Alasan aku punya kecenderungan dengan ikhwan itu sebenernya karena ada kriteria calon suami yang pas pada dirinya. Ini terkait karakter dia, entahlah aku merasa ‘klik’ aja dengan karakternya. Orangnya supel dan dengan gayanya yang seperti itu, aku yakin dia bisa memudahkan aku untuk berdakwah di keluarga besar. Karena selama ini, aku agak sulit ‘berpengaruh’ di keluarga besar. “
Masya Allah, alasannya ternyata itu; karakter untuk memudahkan berdakwah di keluarga besar. Beda dah emang kriteria akhwat shalihah untuk calon suaminya, bervisi dakwah euy. Bukan kriteria fisik, misalnya putih dan tinggi, seperti yang biasanya sering dicurhatkan ke aku oleh beberapa akhwat yang mencantumkan putih dan tinggi sebagai kriteria calon suami mereka. Ya, karena jika dilihat dari fisiknya, ikhwan yang dicenderungi oleh Ka Mia, termasuk yang biasa saja, standar, tidak putih dan juga tidak tinggi, tapi tetap lebih tinggi sang ikhwan dibandingkan Ka Mia.
“Oohh gitu ka.. trus akhirnya apa yang kakak lakukan?”, tanyaku sambil menyeruput juice strawberry.
“Akhirnya, setelah istikharah beberapa malam, aku sampaikan tentang hal ini ke Mbak Syifa. Mbak Syifa pun berusaha mencarikan jalur tarbiyah sang ikhwan lewat teman Mbak Syifa. Nunggu kabar itu, lama banget, berminggu-minggu baru dapat kepastian bahwa ternyata temannya Mbak Syifa yang ada di daerah yang sama dengan ikhwan itu, ga bisa mendeteksi karena ga ada yang kenal dengan ikhwan itu. Waaah, sempet terpikir tuh sama aku, ini ikhwan, tarbiyahnya sehat gak ya? kok ga dikenal ya di daerahnya sendiri? Mbak Syifa pun ga bisa bantu lagi. Kembali aku istikharah, nanya sama Allah, gimana lagi ini caranya untuk menemukan jalur tarbiyahnya? Dan akhirnya petunjuk itu datang. Aku teringat pas koordinasi acara santunan anak yatim itu, aku juga koordinasi sama seorang akhwat selain sama sang ikhwan. Tentunya sang akhwat mengenal baik sang ikhwan karena berada di satu daerah.  Akhwat itu udah punya anak dua, Mba Nany namanya. Aku beranikan diri menyatakan hal itu ke Mba Nany via FB, tapi izin dulu ke Mbak Syifa. Mba Syifa mempersilakan. Alhamdulillah, Mbak Nany merespon cepat, beliau minta MR-ku untuk hubungin beliau, kemungkinan besar Mbak Nany tahu jalur tarbiyah sang ikhwan. Aku kasih tahulah respon ini ke Mbak Syifa dan minta tolong Mbak Syifa hubungin Mbak Nany. Aku kasih nomor Mbak Nany ke Mbak Syifa.”
“Sambil dimakan Ka.. “, sela-ku karena melihat nasi di piring Ka Mia masih banyak dibandingkan nasi di piringku yang tinggal beberapa suap lagi.
Ka Mia pun menyuapkan nasi goreng seafood ke mulutnya.
“Waah,, ribet juga ya Kak, prosesnya. Salut aku, kakak sampai sebegitu beraninya.”
“Ya namanya juga ikhtiar, Dhir.. Aku juga ga nyangka bakal seberani ini. Tapi ya itu tadi, sebelum bertindak apa-apa, aku istikharah dulu, curhat ke Allah. Dan Allah memantapkan hati ini untuk bertindak pada akhirnya, makanya aku berani. Pas mau cerita ke Mbak Syifa n Mbak Nany aja, ada rasa ga berani.. Tiap mau kirim message, pasti didelete lagi, diurungkan niatnya. Baru ada keberaniaan mengirim message setelah shalat istikharah..”
Masya Allah, baru kali ini aku mendengar cerita akhwat yang mencari jalur tarbiyah ikhwan. Biasanya, ikhwan yang berusaha mencari jalur tarbiyah akhwat. Benar-benar jalan yang ditempuh berbeda dari yang lain. Tak sabar diri ini menunggu cerita selanjutnya dari Ka Mia.
“Trus akhirnya udah ada progress dari Mbak Nany n Mbak Syifa?”
Ka Mia menyeruput juice strawberry-nya baru kemudian melanjutkan cerita, dengan sedikit menghela nafas.
“Huuffhh. Ya, aku udah dapet kabar dari Mbak Syifa, baru aja kemarin Mbak Syifa meminta aku ke rumahnya. Jadi ternyata, Mbak Nany itu harus nanya dulu ke Murabbiyahnya untuk mencari tahu siapa Murabbi sang ikhwan. Makanya agak lama juga progressnya, hampir satu bulan. Mbak Syifa ga tau bagaimana MR Mbak Nany mengkomunikasikan hal ini ke MR sang ikhwan, yang jelas Mbak Syifa mohon tidak menyebutkan namaku, untuk menjaga izzah. Trus barulah dapet kabar kalo MR ikhwan itu agak keberatan dengan akhwat yang mengajukan diri lebih dulu, dan ada kemungkinan MR ikhwan itu sudah punya proyeksi akhwat lain untuk sang ikhwan. Mungkin sang MR menginginkan binaannya ta’aruf dimana masing-masing belum saling kenal, berbekal dari CV pilihan sang MR, masih seperti jaman awal dakwah dulu. Kalo kata Mbak Syifa, kebanyakan MR ikhwan itu biasanya memang masih belum menerima jika ada akhwat yang mengajukan diri lebih dulu, beda dengan MR akhwat yang lebih terbuka dan ga mempermasalahkan kalo ada akhwat yang mengajukan diri. Jadi memang agak sulit kalo Mbak Syifa harus ngomong langsung ke MR sang ikhwan. Soalnya kan udah tau pandangan MR ikhwan itu terkait akhwat yang mengajukan diri lebih dulu, seperti apa. Lagipula sempat disinggung kemungkinan sudah ada proyeksi akhwat lain untuk sang ikhwan dari MRnya. Kalo Mbak Syifa langsung menghubungi MR sang ikhwan, itu pasti mau ga mau akan membuka namaku. Mbak Syifa juga masih bingung makanya mau gimana kelanjutannya dan keputusan itu diserahkan ke aku; mau dihentikan atau mau tetap lanjut tapi gimana caranya? Ya, gitu deh ceritanya.. Gimana tanggapanmu, Dhir?”, Ka Mia mengakhiri cerita itu dengan senyum simpulnya.
Aah.. Ka Mia masih bisa tersenyum dengan kabar seperti itu. Jika aku berada di posisinya mungkin sudah menyerah dengan perjuangan untuk menuju ta’aruf yang super duper ribet seperti itu. Belum aja ta’aruf, sudah ribet sedemikian rupa, apalagi jika sudah ta’aruf dan menuju jenjang pernikahan. Mungkin ini yang disebut perjuangan untuk sebuah rasa yang harus dipertanggungjawabkan.
“Hoalah.. Kok ribet banget ya ka? MR ikhwan udah jelas-jelas keberatan kalo akhwat mengajukan diri lebih dulu dan sepertinya udah punya proyeksi akhwat lain untuk sang ikhwan. Uppss.. maaf Ka.. “, aku menahan kata-kata lainnya untuk dikeluarkan, khawatir menyinggung perasaan Ka Mia.
“Kok minta maaf? Ga papa Dhir.. Ya begitulah ikhwan, kadang sulit dimengerti. Aku juga belum tau apakah sang ikhwan memiliki kecenderungan yang sama atau ga sepertiku. Masalahnya, baru kali ini aku menemukan seseorang yang aku rasa ‘klik’ denganku, maka aku mau coba berusaha mengikhtiarkan jalan ini. Di usia yang sudah seharusnya menikah, apalagi yang ditunggu jika ada seseorang yang dirasa sudah cocok dengan kita. Jalan satu-satunya adalah mengikhtiarkan walaupun aku belum tau sebenarnya apakah ikhwan itu punya kecenderungan yang sama. Jika sudah diikhtiarkan jadi ga penasaran, apapun itu hasilnya. Toh kalo jodoh ga ke mana kan?”
Aah.. Kata-katanya ini sungguh menancap dalam ke relung hatiku. Usia Ka Mia yang saat ini sudah menginjak 26 tahun memang sudah selayaknya menikah. Aku saja yang 3 tahun di bawahnya juga sedang dalam pencarian dan penantian, apalagi Ka Mia yang sudah bertahun-tahun mencari dan menanti. Tak terbayangkan bagaimana perasaannya selama itu menanti.
“Iya, ka.. insya Allah jodoh ga pernah ketuker. Kalo memang Ka Mia berjodoh di dunia ini dengan ikhwan itu, insya Allah jalan menuju ke sana pasti terbuka. Hm.. kalo menurutku ga masalah sebenernya akhwat mengajukan diri lebih dulu, itupun ada contohnya dari bunda Khadijah. Ya tapi memang ga lazim aja di jaman sekarang ini, masih dianggap tabu bagi sebagian besar orang. Oya, aku mau tanya sama kakak donk, apa kakak udah tahu betul bagaimana akhlaq sang ikhwan hingga akhirnya kakak berniat mengajukan diri lebih dulu? “, naluri konsultan mulai muncul dalam diri.
“Insya Allah udah, Dhir. Ketika aku mengutarakan hal ini ke Mbak Nany, yang juga kenal baik dengan ikhwan itu, aku juga minta dijelaskan bagaimana karakter dan sifat sang ikhwan selama bekerjasama dengan Mbak Nany. Mbak Nany bilang, sang ikhwan punya daya juang yang tinggi, walau terlihat selengekan termasuk yang mudah dinasihati. Untuk kesiapan menikah dalam waktu dekat, Mbak Nany melihat sudah ada kesiapan dari sang ikhwan. Tapi mungkin ada sedikit masalah pada financial karena sang ikhwan masih harus membiayai adiknya yang masih SMA dan yang masih skripsi. Dari penjelasan Mbak Nany, makin memantapkan diriku, Dhir.”, jelas Ka Mia.
“Hoo.. bagus deh kalo gitu Ka. Karna kan ketika bunda Khadijah ingin mengajukan diri, beliau mencari tahu dulu akhlaq Muhammad melalui perantara Maisarah, orang kepercayaannya, dengan melakukan perjalanan dagang bersama. Trus setelah tahu dan mantap, baru deh meminta Nafisah, wanita setengah baya, untuk ngomong dari hati ke hati sama Muhammad. Ga langsung nembak bahwa Khadijah suka dan menginginkan Muhammad sebagai suaminya. Tapi menanyakan hal-hal umum terkait kesiapan Muhammad tentang pernikahan dan apakah sudah ada calon atau belum. Ketika Muhammad bilang belum ada calon, maka Nafisah mengajukan wanita dengan kriteria tertentu, rupawan, hartawan dan bangsawan, tidak menyebutkan bahwa Khadijah-lah orangnya. Namun dari kriteria yang disebutkan itu, Muhammad pun paham siapa yang dimaksud. Ya, berarti kakak udah menempuh jalan sampai tahap Maisarah, tinggal mencari Nafisahnya Ka.”
“Hmm.. iya betul, Dhir.. Aku juga sempat terpikir hal itu, tapi siapa ya yang bisa menyampaikannya?”
“Sebenernya menurutku, Mbak Nany juga bisa langsung berperan sebagai Nafisah. Tadi kan kakak bilang agak sulit dengan MR ikhwannya. Kan bisa aja Mbak Nany yang mancing lebih dulu, untuk ta’aruf selanjutnya bisa diserahkan via MR, jika tentunya sang ikhwan juga punya kecenderungan yang sama. Setidaknya Mbak Nany bisa mengorek informasi apakah sang ikhwan sudah punya calon yang akan dinikahi atau belum, atau sudah ada kecenderungan dengan akhwat lain atau belum. Kalo belum, bisa aja dengan sedikit candaan, Mbak Nany menawarkan ke sang ikhwan, sambil ngomong kayak gini: saya ada akhwat niih yang udah siap nikah dan sedang mencari pendamping, bersedia ga? Kriterianya blablabla, nyebutin kriterianya Ka Mia. Kalo sang ikhwan bersedia dengan kriteria yang disebutin, Mbak Nany bisa langsung kasih tahu kalo akhwat yang udah siap nikah itu adalah Ka Mia. Mbak Nany, Ka Mia dan sang ikhwan kan udah saling kenal, jadi lebih gampang seharusnya. Nah, nanti kan jadi makin tahu gimana respon sang ikhwan jika ternyata akhwat yang ditawarkan itu Ka Mia. Kalo ikhwan bilang lanjut, maka dia bisa langsung bilang ke MRnya kalo dia sudah siap nikah dan sudah punya nama. Kalo udah binaan sendiri yang bilang ke MR mah, biasanya udah gampang Ka, apalagi udah ngajuin nama. Kalo kayak gini prosesnya kan jadi ga keliatan kalo Ka Mia yang mengajukan diri lebih dulu, tapi harus bermain ‘cantik’ dalam proses, jangan sampai sang ikhwan tahu kalo Ka Mia mengajukan diri. Hehe..”, panjang lebar aku menjelaskan bagaimana sebaiknya penerapan proses Ka Mia dan sang ikhwan seperti proses Khadijah dan Muhammad.
“Hwaaa.. Dhiraaaa, kamu udah kayak konsultan jodoh aja deh. Jadi tercerahkan niih aku jadinya. “, Ka Mia menepuk pipiku yang gembul.
“Semoga bisa sedikit ngasih solusi untuk proses kakak yang rumit itu, masa’ hanya gara-gara MR ikhwan, langsung mundur? Ada banyak jalan menuju Roma.. hehe..”
“Siip,, insya Allah.. Naah, kamu sendiri gimana niih Dhir? Udah nemu yang cocok denganmu belum?”, tembak Ka Mia kepadaku.
“Hehe.. aku mah sabar aja Ka dalam penantian ini, nunggu pangeran berkuda putih dateng ngelamar aja, hehe..”, jawabku sedikit asal.
“Sabar dalam penantian itu bagi seorang akhwat ga berarti pasif, tinggal nunggu. Akhwat juga harus aktif dalam penantian. Jumlah akhwat itu jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah ikhwan. Terlepas dari jodoh adalah takdir, tetep harus ikhtiar yang terbaik untuk mencari calon imam bagimu dan anak-anakmu kelak. Memang benar jodoh itu di tangan Allah, tapi kita juga harus aktif berikhtiar mengambil dariNYA. Kalo memang di sekitarmu ada ikhwan yang dirasa cocok denganmu, coba aja kamu ajukan diri, bilang ke Mbak Syifa, katanya target tahun ini kan? Tentunya dengan tetap menjaga izzah sebagai seorang akhwat dan jangan pernah tinggalkan istikharah dalam mengambil tindakan apapun..”, ujar Ka Mia memberi masukan untukku.
“Hahahaha.. ga jadi tahun ini Ka.. Ga keburu.. Jadi,, tahun depan aja targetnya insya Allah.. hehe..”
“Jiiaahh.. kamu ini udah siap belum siih? Apa cuma sekadar ingin menikah? Lagi labil gitu maksudnya..”, ledek Ka Mia.
“Siap gak siap mah harus nyiapin diri Ka.. Tapi apa mau dikata kalo pangeran berkuda putihnya belum muncul-muncul juga?”, aku menimpali ledekan Ka Mia.
“Yaudah, kita saling mendoakan ya yang terbaik, dan ikhtiar yang terbaik juga.. Jazakillah ya Dhir, udah mau denger ceritaku dan ngasih solusinya.. Aku cerita ini cuma ke 3 orang, Mbak Syifa, Mbak Nany dan kamu. Bahkan aku cerita detail seperti ini cuma ke kamu looh.. Hehe..”
“Sama-sama Ka, ceritanya menginspirasi banget. Jarang loh ada akhwat yang berani mengajukan diri. Dan aku rasa, hanya akhwat tangguh yang bisa seperti itu. Tangguh akan perasaan dan hatinya. Alhamdulillah kalo ada respon positif dari sang ikhwan, kalo responnya negatif? Hanya akhwat tangguh yang bisa menerima kemungkinan kedua; ditolak.. Aku salut deh sama kakak. Semoga lancar urusannya y Ka.. Doain aku juga, semoga pangeran berkuda putihku segera datang menjemputku.. hehe..”
“Aamiin.. insya Allah saling mendoakan yang terbaik..”
Kami pun menyudahi dinner. Ka Mia menungguku hingga naik bajaj. Aah, sungguh malam yang berkesan dalam kebersamaan dengan saudari seperti Ka Mia.
****
Sesampai di rumah, kurebahkan diri ini di tempat tidur, menatap langit-langit kamar yang tak begitu tinggi. Pandangan kualihkan ke sebelah kanan tempat tidur. Ada sebuah diary biru yang tergembok. Aku buka dompetku dan kukeluarkan sebuah kunci di sela-sela saku dalamnya. Gembok ‘blue diary’ itu pun kubuka. Kuraih ballpoint tepat di samping kananku. Baru saja tangan ini tergerak untuk menulis, terdengar sebuah dering dari HP-ku. Kuraih HP dan terteralah sebuah pesan dari YM-ku.
“Asslm.Dhir,gmana nih kabarnya? lagi deactive FB ya?”
Aah.. Rasa yang tak biasa itu muncul lagi, tepat di hari ke-7 aku mendeaktif akun FBku. Kenapa nama seorang ikhwan itu yang tertera di YM-ku menyadari bahwa aku sedang mendeaktif FB-ku? Kata-kata Ka Mia pun terngiang:
“….Kalo memang di sekitarmu ada ikhwan yang dirasa cocok denganmu, coba aja kamu ajukan diri, bilang ke Mbak Syifa..”
“….Kalo memang di sekitarmu ada ikhwan yang dirasa cocok denganmu, coba aja kamu ajukan diri, bilang ke Mbak Syifa..”
“….Kalo memang di sekitarmu ada ikhwan yang dirasa cocok denganmu, coba aja kamu ajukan diri, bilang ke Mbak Syifa..”
“….Kalo memang di sekitarmu ada ikhwan yang dirasa cocok denganmu, coba aja kamu ajukan diri, bilang ke Mbak Syifa..”
Segera kutepis kata-kata itu dan mencoba menepis rasa yang terlanjur ada. Tak terasa, bulir-bulir hangat itu membasahi pipi. Kugerakkan tangan ini untuk menulis dalam ‘blue diary’.
Jika anugrah itu membahagiakan
Maka cinta yang [katanya] merupakan anugrah dariNYA
Seharusnya juga membahagiakan
Namun adakalanya
Ada yang merasa tak bahagia dengan cinta
Atau janganlah terlalu dini menyebutnya cinta
Mari kita sebut saja sebuah rasa
Rasa yang berbeda
Yang [lagi-lagi katanya] menggetarkan jiwa
Aha
Mungkin memang belum saatnya
Rasa itu ada
Hingga diri merasa nista dengan rasa
Atau jangan-jangan rasa yang ada
Didominasi oleh nafsu sebagai manusia
Jika itu permasalahannya
Maka titipkanlah rasa pada SANG PENGUASA
Biarkan ia yang belum saatnya, bersamaNYA
Biarkan waktu yang kan menjawabnya
Hingga Dia mengembalikan rasa itu jika saatnya tiba
Wanita.. Wanita..
Slalu saja
Bermain dengan rasa
Maka mendekatlah padaNYA
Agar rasa yang belum saatnya
Tetap terjaga
Agar rasa yang ada
Tak membuat hati kecewa
Agar rasa yang dirasa
Tak membuat jauh dariNYA
Biarkanlah diri merasa nista dengan rasa
Jika ternyata nafsu tlah menunggangi ia yang belum saatnya
Hingga akhirnya membuat diri menangis pilu karenanya
Menangis karena menyadari bahwa dirinya masih rapuh ternyata
Masih perlu belajar bagaimana mengelola rasa yang belum saatnya
Ya Rabbana
Hamba titipkan rasa yang belum saatnya
Agar ia tetap suci terjaga
Hingga waktunya tiba

Bersiap-siap menggauli


  1. Meletakkan tangan di atas kening istri seraya berdoa, “Allahumma Innii Asaluka Min Khoiriha wa Khoiri Ma Jabaltaha Alaihi. Wa Audzu bika Min Syarri wa Syarri Ma Jabaltaha Alaih”  Ya Allah sesungguhnya aku memohon kepada-Mu kebaikannya dan kebaikan dari apa yang Engkau berikan kepadanya serta Aku berlindung kepada-Mu dari pada keburukannya dan keburukan yang Engkau berikan kepadanya”.
  2. Berdoa agar terhindar dari syaitan. Tibalah saat yang dinanti itu, ketika madu berkasih, ombak jiwa berdebar, angin bertiup melewati daun jendela, perahu pelaminan terguncang dan kasih tertunaikan. Rasulallah SAW ingatkan umatnya untuk sekali lagi berdoa. “Sekiranya ada di antara kalian yang hendak menggauli istrinya, hendaklah ia berdoa, (artinya), Dengan menyebut nama Allah, Ya Allah jauhkanlah syaitan, dan jauhkan syaitan dari apa yang Engkau rezekikan pada kami. Sebab sekiranya dari hubungan itu diberikan anak, niscaya tidak akan dicelakakan syaitan selama-lamanya.”

Pilar cinta

Ada 4 pilar dalam membangun cinta. Agar cinta kita layak ditumbuhkan agar cinta kita tidak menuai bencana bagi kita ataupun orang lain. Agar cinta kita berbuah manis.
Visi dalam membangun cinta
- Cinta harus memiliki visi. Cinta harus memiliki tujuan. Cinta bukanlah sebuah penderitaan yang tak pernah berakhir. Kita harus menghijrahkan cinta agar penderitaan itu berakhir. Untuk itulah visi dalam membangun cinta harus kita bangun.
- Seperti cintanya seorang wanita yang sangat mulia, yang diuji dengan seorang suami yang sangat sewenang-wenang dan memaksa istrinya untuk keluar dari agama Islam. Dipaksa untuk menarik kembali kata-katanya ketika dia meyakini bahwasanya dia beriman kepada ALLAH SWT. Pada akhirnya wanita mulia ini digantung oleh suaminya sendiri demi mempertahankan keislamannya. Namun wanita mulia ini tersenyum .Karena pada detik-detik terakhir, malaikat Jibril memperlihatkan bayangan yang indah untuknya sebuah rumah di syurga yang terbuat dari mutiara-mutiara indah yang khusus dipersembahkan untuknya. Asiyah binti Muzahim suami Firaun adalah wanita mulia itu. Asiyah memohon pada ALLAH. “Ya ALLAH bangunkanlah sebuah rumah untukku di Syurga, karena aku tak bisa membangun cinta di dunia dikarenakan suamiku”.
Ada lagi visi seorang wanita yang dinikahi oleh sahabat Rasulullah. Wanita tersebut masih belia berumur 18 tahun. Dan dinikahkan oleh Rasulullah dengan sahabatnya sendiri yang berumur 78 tahun. Namun sahabat ini kaget ketika calon istrinya masih sangat belia dan cantik rupawan. Seketika itu sahabat ini, mengajukan pertanyaan “apakah kau mau menikah dengan laki-laki yang seharusnya kau anggap sebagai kakekmu, lihat rambut ku sudah dipenuhi uban? Pertanda aku sudah tua. Wanita ini menjawab “Biarlah masa mudamu kau habiskan untuk berjuang bersama dengan Rasulullah, namun izinkan aku untuk mendapatkan sisanya di masa tuamu. Hasil pernikahan ini menghasilkan 3 orang anak dan akhirnya sahabat ini meninggal di usia 83 tahun. Sahabat ini bernama Utsman Bin Affan dan istrinya bernama Nayla. “Tidak akan ada yang bisa menggantikan posisi Utsman di hatiku, meskipun ia telah tiada”.
Buatlah visi mu dalam membangun cinta “Aku mencintaimu karena ALLAH, dengan cara yang diridhai ALLAH, dalam rangka menuju ridha ALLAH”
Emosi dalam membangun cinta
Setelah membangun visi dalam cinta. Yang harus dilakukan berikutnya adalah bagaimana mengelola emosi dalam cinta. Emosi adalah hal yang sulit dipisahkan dari cinta. Banyak yang bilang bahwasanya cemburu adalah tanda cinta. Bahkan perasaan benci pun menjadi pertanda cinta kepada seseorang.
“Jika kamu mencintai sesuatu, cintailah ia seperlunya saja, jika kamu membenci sesuatu bencilah seperlunya saja. Bisa jadi hal yang kamu benci akan kamu cintai suatu hari ataupun sebaliknya. Seorang mukmin yang sedang jatuh cinta akan menghasilkan 2 macam energi yakni energi positif dan energi negatif. Semuanya tergantung kita mau mengelola energi itu ke arah yang baik atau buruk. Jangan terjebak cinta lokasi, dunia ini begitu luas, yang terpenting tingkatkan kualitas diri untuk mendapat yang sesuai dengan kita. Seperti kisah ALI bin Abi Thalib yang mencintai Fatimah dalam diam. Cinta yang tersembunyi di dalam hati. Cinta yang menurutnya tak mungkin untuk terwujud mengingat Ali adalah sahabat yang paling kurang dari finansial dibanding sahabat yang lain. Namun Fatimah ternyata memilih Ali dibanding sahabat rasul yang lain.
Spiritual /nurani dalam membangun cinta
Cinta tidak harus memiliki. Jika kita saat ini berada di sekitar orang-orang yang kita cintai sesungguhnya itu bukanlah kepemilikan kita, itu semua hanya amanah yang datangnya dari ALLAH SWT. Kita hanya diuji untuk memberikan cinta yang tulus dan terbaik untuk orang di sekitar kita. Seperti kisah seorang Salman Al-Farisi yang minta tolong pada Abu Darda untuk mengkhitbah wanita madinah. Namun wanita tersebut menyukai Abu Darda dibanding dengan Salman itu sendiri. Namun, Salman tidak pernah kecewa, Salman malah mendukung Abu Darda dengan memberikannya mahar yang telah disiapkannya untuk pernikahannya dengan wanita tersebut.
Itulah Nurani, yang melihat segala macam keadaan dengan tenang dan tidak mengedepankan nafsu bahkan emosi.
Disiplin dalam membangun cinta
“Disiplin dalam cinta adalah ketaatan yang terjaga. Menyingkirkan semua ego ketika ALLAH dan Rasul-Nya menurunkan titahnya. Seperti luluhnya sifat keras Umar tatkala perjanjian hudiabiyah,patuhnya Hudzaifah menyelusup ke kawanan Quraisy di tengah malam yang dingin.” (Jalan Cinta Para Pejuang, Salim)
Itulah disiplin dalam cinta, mampu menahannya sampai akan tiba saatnya. Karena semuanya akan indah pada waktunya.

Followers